Home » » RISALAH RAMADHAN

RISALAH RAMADHAN

BAB 1
KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN
========================
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:
Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan
bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah
mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu Surga
dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada
bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak
memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa'." (HR. Ahmad dan
An-Nasa'i)
2. Dari Ubadah bin AshShamit, bahwa Rasulullah bersabda:
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, AIlah mengunjungimu
pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan
do'a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu
kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik
dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat
Allah di bulan ini. " (HR.Ath-Thabrani, dan para periwayatnya terpercaya).
Al-Mundziri berkata: "Diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan Al-Baihaqi, keduanya
dari Abu Qilabah, dari Abu Hurairah, tetapi setahuku dia tidak pemah
mendengar darinya."
3. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi
wasallam bersabda:
"Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan
kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di
sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi
mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi
Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga),'Hampir tiba saatnya para hamba-Ku
yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju kepadamu,
'pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas
bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku ampunan
pada akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah malam itu
Lailatul Qadar' Jawab beliau, 'Tidak. Namun ovang yang beramal tentu diberi
balasannya jika menyelesaikan amalnya.' " (HR. Ahmad)'"
Isnad hadits tersebut dha'if, dan di antara bagiannya ada nash-Nash lain
yang memperkuatnya.

BAB 2
KEUTAMAAN PUASA
===============
1. Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi bersabda:
"Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan
dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah
Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung
membalasnya. la telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.'
Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika
berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau
mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi."
2. Bagaimana ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada Allah tidak dapat dicapai dengan
meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam keadaan berpuasa adalah mubah-
kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan apa yang
diharamkan Allah dalam segala hal, seperti: dusta, kezhaliman dan
pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah darah, harta dan
kehormatannya. Untuk itu, Nabi bersabda : "Barangsiapa tidak meninggalkan
perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari
makan dan minum." (HR. Al-Bukhari).
Inti pernyataan ini, bahwa tidak sempurna ber-taqarrub kepada Allah Ta'ala
dengan meninggalkan hal-hal yang mubah kecuali setelah ber-taqarrub
kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal yang haram.
Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang haram kemudian
ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang mubah, ibaratnya
orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub dengan hal-hal
yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar kuat badannya dalam
shalat malam dan puasa maka ia mendapat pahala karenanya. Juga jika dengan
tidurnya pada malam dan siang hari berniat agar kuat beramal (bekerja) maka
tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan ibadah pada siang dan
malam harinya. Dikabulkan do'anya ketika berpuasa dan berbuka. Pada siang
harinya ia adalah orang yang berpuasa dan sabar, sedang pada malam harinya
ia adalah orang yang memberi makan dan bersyukur.
3. Syarat mendapat pahala puasa :
Di antara syaratnya, agar berbuka puasa dengan yang halal. Jika berbuka
puasa dengan yang haram maka ia termasuk orang yang menahan diri dari yang
dihalalkan Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah, dan tidak dikabulkan
do'anya.
Orang berpuasa yang berjihad :
Perlu diketahui bahwa orang mukmin pada bulan Ramadhan melakukan dua jihad,
yaitu :
Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan kedua jihad ini, memenuhi segala hak-haknya dan
bersabar terhadapnya, niscaya diberikan kepadanya pahala yang tak terhitung.
Lihat Lathaa'iful Ma 'arif, oleh Ibnu Rajab, him. 163,165 dan 183.

BAB 3
KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN
==========================================
1. Puasa Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam. Firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah :
183).
Sabda Nabi :
Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq
selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram. " (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan
salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan
kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa
khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah dalam
hadits yang disampaikan oleh Nabi:
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa
mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan
kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang
berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan, harus ada dua syarat
berikut ini:
Mengimani dengan benar akan kewajiban ini.
Mengharap pahala karenanya di sisi Allah Ta 'ala.
2. Pada bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat
manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda antara
yang haq dan yang bathil.
3. Pada bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni shalat malam pada bulan
Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan Khulafaur Rasyidin.
Sabda Nabi
"Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
4. Pada bulan ini terdapat Lailatul Qadar (malam mulia), yaitu malam yang
lebih baik daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Malam
di mana pintu-pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan segala takdir
yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi :
"Barangsiapa mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap
pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
Malam ini terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan diharapkan pada
malam-malam ganjil lebih kuat daripada di malam-malam lainnya. Karena itu,
seyogianya seorang muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah dan takut
dari siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan
bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan
shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat yang
sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal ibadah kita, mengampuni,
merahmati, dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu Perang Badar, yang pada
keesokan harinya Allah membedakan antara yang haq dan yang bathil, sehingga
menanglah Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik dan kaum musyrikin.
6. Pada bulan suci ini terjadi pembebasan kota Makkah Al-Mukarramah, dan
Allah memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia ke dalam agama Allah
dengan berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan syirik dan paganisme
(keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun menjadi negeri
Islam.
7. Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan
para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan kebaikan yang terdapat dalam bulan Ramadhan. Maka
kita wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat kepada Allah dengan
sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk orang-orang yang
diterima amalnya dan beruntung.
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga Allah menunjukinya- mungkin
berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan Ramadhan saja.
Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji, maupun zakat. Karena
shalat adalah sendi agama Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali dengannya.
Sabda Nabi :
"Jibril datang kepadaku dan berkata, 'Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai
bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu habis dan ia tidak mendapat ampunan,
maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga Allah menjauhkannya. Katakan: Amin!.
Aku pun mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam
Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah, him. 37-39.
Maka seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan dipergunakan untuk berbagai
amal kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca Al-Qur'an, dzikir, do'a dan
istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam bagi para hamba Ailah,
untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib menjaga anggota badan dari segala dosa, seperti berkata yang
haram, melihat yang haram, mendengar yang haram, minum dan makan yang haram
agar puasanya menjadi bersih dan diterima serta orang yang berpuasa
memperoleh ampunan dan pembebasan dari api Neraka.
Tentang keutamaan Ramadhan, bersabda:
'"Aku melihat seorang laki-laki dari umatku terengah-engah kehausan, maka
datanglah kepadanya puasa bulan Ramadhan lalu memberinya minum sampai
kenyang " (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam
Al-Kabir dan hadits ini hasan).
"Shalat lima waktu, shalat Jum'at ke shalat Jum 'at lainnya, dan Ramadhan ke
Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika
dosa-dosa besar ditinggalkan. " (HR.Muslim).
Jadi hal-hal yang fardhu ini dapat menghapuskan dosa-dosa kecil, dengan
syarat dosa-dosa besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar, yaitu perbuatan yang
diancam dengan hukuman di dunia dan siksaan di akhirat. Misalnya: zina,
mencuri, minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan hubungan
kekeluargaan, transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang suap), bersaksi
palsu, memutuskan perkara dengan selain hukum Allah.
Seandainya tidak terdapat dalam bulan Ramadhan keutamaan-keutamaan selain
keberadaannya sebagai salah satu fardhu dalam Islam, dan waktu diturunkannya
Al-Qur'anul Karim, serta adanya Lailatul Qadar -yang merupakan malam yang
lebih balk daripada seribu bulan- di dalamnya, niscaya itu sudah cukup,
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya. Lihat kitab Kalimaat Mukhtaarah, hlm.
74 - 76.


BAB 4
HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN
================================================
1. Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit
fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta 'ala:
" …….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ...
"(Al-Baqarah: 187),
2. Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan ?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah
bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal
awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal
bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
3. Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil
(berakal), dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam,
berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil diperintahkan puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk
melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada
umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
6 Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk
dengan yang buruk).
Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini
didasarkan pada sabda Nabi : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada
malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad, Abu Dawud,
Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut
At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat
sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.


BAB 5
SUNNAH-SUNNAH PUASA
===================
Sunah puasa ada enam :
Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan
terbit fajar.
Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya
dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang
berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal
kebajikan lainnya.
Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan membalas
mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas
kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua
dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a :
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka.
Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "
Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan
jika tidak punya cukup dengan air.
(back to Menu)
HUKUM ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan :
Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang
boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah
afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa
mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
" …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... " (Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka
wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari
lain setelah bulan Ramadhan.
Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha.
Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan
tidak diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh
bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang
miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah
puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri mereka sendiri, maka
mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha saja. Demikian dikatakan Ibnu
Abbas sebagaimana diriwayatkan o!eh Abu Dawud. '7, Lihat kitab Ar Raudhul
Murbi', 1/124.
Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan
sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk
setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat
Al-Bukhari. Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir, 1/215.
Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam tangan)
gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. Lihat kitab
'Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
Hukum jima'pada siang hari bulan Ramadhan.
Diharamkan melakukan jima' (bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan
siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan membayar kaffarah mughallazhah
(denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka
berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu maka memberi
makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah
itu. Firman Allah Ta'ala.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..."
(Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri Ramadhan, hlm. 102 - 108.


BAB 6
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
==============================
Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal
puasanya.
Jima' (bersenggama).
Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan
yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman
atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak
membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid,
atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum
terbenam matahari.
Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui
mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang
barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. " (HR. Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia
tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul
Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihRan oleh
AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini
menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: Seandainya mereka
mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan. "(Al-An'aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena
tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan
debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka
hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban orang yang berpuasa :
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan
dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba),
laknat mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki.
Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang
haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang
haram.
Puasa yang disunatkan :
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang
afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari Senin dan
Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu
hari Arafah), hari 'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum
atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia
serta menyelisihi kaum Yahudi.



BAB 7
PESAN DAN NASEHAT
=================
Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan masa muda Anda
dengan amal kebaikan sebelum maut datang menj emput. Bertaubatlah kepada
Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari segala dosa dan
perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan perintah-perintah-Nya
serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya, baik pada bulan
Ramadhan maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lain Anda pun mati dalam keadaan
maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah Anda dapat
menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah dalam mengurus keluarga, anak-anak dan siapa saja yang
menjadi tanggung jawab Anda agar mereka taat kepada Allah dan menjauhkan
diri dari maksiat kepada-Nya. Jadilah suri tauladan yang baik bagi mereka
dalam segala bidang, karena Andalah pemimpin mereka dan bertanggung jawab
atas mereka di hadapan Allah Ta'ala. Bersihkan rumah Anda dari segala bentuk
kemungkaran yang menjadi penghalang untuk berdzikir dan shalat kepada Allah.
Sibukkan diri dan keluarga Anda dalam hal yang bermanfaat bagi Anda dan
mereka. Dan ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari hal yang membahayakan
mereka dalam agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk amal yang
dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan Allah
kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.


BAB 8
QIYAM RAMADHAN
==============
1.Dalilnya :
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
" (Hadits Muttafaq 'Alaih)
2. Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda :
"Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan
kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat
malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya bebas dari
dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR. An-Nasa'i, katanya:
yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al Arna'uth dalam "Jaami'ul
Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan dengan adanya nash-nash lain yang
memperkuatnya.
2. Hukumnya:
Qiyam Ramadhan (shalat malam Ramadhan) hukumnya sunnah mu 'akkadah
(ditekankan), dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
beliau anjurkan serta sarankan kepada kaum Muslimin. Juga diamalkan oleh
Khulafa' Rasyidin dan para sahabat dan tabi'in. Karena itu, seyogianya
seorang muslim senantiasa mengerjakan shalat tarawih pada bulan Ramadhan dan
shalat malam pada sepuluh malam terakhir, untuk mendapatkan Lailatul Qadar
3, Keutamaannya:
Qiyamul lail (shalat malam) disyariatkan pada setiap malam sepanjang tahun.
Keutamaannya besar dan pahalanya banyak.
Firman Allah Ta'ala :
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya ''( Maksudnya mereka tidak tidur
di waktu biasanya orang tidur, untuk mengejakan shalat malam) , sedang
mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka
menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.
"(AsSajdah: 16).
Ini merupakan sanjungan dan pujian dari Allah bagi orang-orang yang
mendirikan shalat tahajjud di malam hari. Dan sanjungan Allah kepada kaum
lainnya dengan firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka
momohon ampun (kepada Allah) . " (Adz-Dzaariyaat: 17-18).
"Dan orang-orangyang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk
Tuhan mereka." (Al-Furqaan: 64).
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi(dengan mengatakan: Hadits ini hasan shahih dan
hadist ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim) dari Abdullah bin Salam, bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
Wahai sekalian manusia, sebarkan salam, berilah orang miskin makan,
sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah pada waktu malam ketika semua
manusia tidur, niscaya kalian masuk Surga dengan selamat. "
Juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Bilal, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah kamu mendirikan shalat malam karena itu tradisi orang-orang
shalih sebelummu. Sungguh, shalat malam mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu,
menghapuskan kesalahan, menjaga diri dari dosa dan mengusirpenyakit dari
tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi
menyetujuinya, 1/308),
Dalam hadits kaffarah dan derajat, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Dan termasuk derajat: memberi makan, berkata baik, dan mendirikan shalat
malam ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh Al-Bukhari dan
At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 42,
43.
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam :
"Sebaik-baik shalat setelah fardhu adalah shalat malam. " (HR. Muslim).
4, Bilangannya :
Termasuk shalat malam: witir, paling sedikit satu raka'at dan paling banyak
11 raka'at. Boleh melakukan witir dengan satu raka'at saja, berdasarkan
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan satu raka'at maka lakukanlah.
" HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i.
Atau witir dengan tiga raka'at, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam :
"Barangsiapa yang ingin melakukan witir dengan tiga raka 'at maka
lakukanlah. " (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)•
Hal ini boleh dilakukan dengan sekali salam, atau shalat dua raka'at dan
salam kemudian shalat raka'at ketiga.
Atau witir dengan lima raka'at, diiakukan tanpa duduk dan tidak salam
kecuali pada akhir raka'at.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa ingin melakukan witir dengan lima raka'at maka lakukanlah.
"(HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i).
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, beliau mengatakan:
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya shalat malam tiga belas raka'at,
termasuk di dalamnya witir dengan lima raka 'at tanpa duduk di salah satu
raka 'atpun kecuali pada raka'at terakhir. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ketiga hadits tersebut dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban.
Atau witir dengan tujuh raka'at; dilakukan sebagaimana lima raka'at.
Berdasarkan penuturan Ummu Salamah radhiallahu 'anha :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya melakukan witir dengan tujuh dan
lima raka 'at tanpa diselingi dengan salam dan ucapan. "(HR, Ahmad,
An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Boleh juga melakukan witir dengan sembilan, sebelas, atau tiga belas
raka'at. Dan yang afdhal adalah salam setiap dua rakaat kemudian witir
dengan satu raka'at.
Shalat malam pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan atas
shalat malam lainnya.
5. Waktunya :
Shalat malam Ramnahaan mencakup shalat pada permulaan malam dan pada akhir
malam.
6. Shalat Tarawih:
Shalat tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena itu, hendaklah
bersungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan
balasannya dari Allah. Malam Ramadhan adalah kesempatan yang terbatas
bilangannya dan orang mu'min yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik
tanpa terlewatkan.
Jangan sampai ditinggalkan shalat tarawih, agar memperoleh pahala dan
ganjarannya. Dan jangan pulang dari shalat tarawih sebelum imam selesai
darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam
suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat
baginya shalat semalam suntuk. " (HR. Para penulis kitab Sunan,dengan sanad
shahih) Lihat kitab Majalisu Syahri Ramndhan, oleh Syaikh Ibnu Utsaimin,
him. 26-30.
Shalat tarawih adalah sunat, dilakukan dengan berjama'ah lebih utama.
Demikian yang masyhur dilakukan para sahabat, dan diwarisi oleh umat ini
dari mereka generasi demi generasi. Shalat ini tidak ada batasannya. Boleh
melakukan shalat 20 raka'at, 36 raka'at, 11 raka'at, atau 13 raka'at;
semuanya baik. Banyak atau sedikitnya raka'at tergantung pada panjang atau
pendeknya bacaan ayat. Dalam shalat diminta supaya khusyu', bertuma'ninah,
dihayati dan membaca dengan pelan; dan itu tidak bisa dengan cepat dan
tergesa-gesa. Dan sepertinya lebih baik apabila shalat tersebut hanya
dilakukan 11 raka'at.(Yaitu berdasarkan hadits Aisyah radiallahu'anha yang
artinya : " Tiadalah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menambah
(rakaat), baik di bulan Ramadhan atau (di bulan) lainya lebih dari sebelas
rakaat". (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)


BAB 9
MEMBACA AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN RAMADHAN DAN LAINNYA
=======================================================
Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan kepada hamba-Nya kitab
Al-Qur'an sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang muslim. Semoga shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus Allah sebagai
rahmat bagi alam semesta.
Adalah ditekankan bagi seorang muslim yang mengharap rahmat Allah dan takut
akan siksa-Nya untuk memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim pada bulan
Ramadhan dan buian-bulan lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala,
mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan pahala-Nya. Karena Al-Qur'anul
Karim adalah sebaik-baik kitab, yang diturunkan kepada Rasul termulia, untuk
umat terbaik yang pernah dilahirkan kepada umat manusia; dengan syari'at
yang paling utama, paling mudah, paling luhur dan paling sempurna.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang muslim, direnungkan dan
dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia
akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan pemberi syafa'at baginya
pada hari Kiamat.
Allah telah menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur'an dan mengamalkan isi
kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat,
dengan firmanNya " Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak
akan sesat dan tidak akan celaka. " (Thaha:123),
Janganlah seorang muslim memalingkan diri dari membaca kitab Allah,
merenungkan dan mengamalkan isi kandungannya. Allah telah mengancam
orang-orang yang memalingkan diri darinya dengan firman-Nya :
"Barangsiapa berpaling dari Al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa
yang besar di hari Kiamat. " (Thaha : 100),
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat
dalam keadaan buta. " (Thaha: 124),
Di antara keutamaan Al-Qur'an :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri. " (An-Nahl: 89),
2. Firman Allah Ta'ala .
.. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang
menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. "
(Al-Ma'idah: 15-16).
3. Firman Allah Ta 'ala :
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi ouang-orang yang beriman. " (Yunus: 57).
4. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
"Bacalah Al-Qur'an, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi
syafa 'at bagi pembacanya. " (HR. Muslim dari Abu Umamah).
5. Dari An-Nawwas bin Sam'an radhiallahu 'anhu, katanya : Aku mendengar
Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Didatangkan pada hari KiamatAl-Qur'an dan para pembacanya yang mereka itu
dahulu mengamalkannya di dunia, dengan didahului oleh surat Al Baqarah dan
Ali Imran yang membela pembaca kedua surat ini. " (HR, Muslim).
6. Dari Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu, katanya: Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan
mengajarkannya. " (HR. Al-Bukhar)
7. Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, katanya : Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan,
dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan
alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim
satu huruf. " (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan shahih).
8. Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash radhiallahu 'anhuma, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an: "Bacalah, naiklah dan bacalah dengan
pelan sebagaimana yang telah kama lakukan di dunia, karena kedudukanmu
adalah pada akhir ayat yang kamu baca. "(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi
dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
9. Dari Aisyah radhiallahu 'anhu, katanya : Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Orang yang membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang
mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan
susah membacanya baginya dua pahala. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
10. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Tidak boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang dikaruniai
Allah Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang
dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang
"(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki
orang lain. ( Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469.
Maka bersungguh-sungguhlah -semoga Allah menunjuki Anda kepada jalan yang
diridhaiNya untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim dan membacanya dengan niat
yang ikhlas untuk Allah Ta'ala. Bersungguh-sungguhlah untuk mempelajari
maknanya dan mengamalkannya, agar mendapatkan apa yang dijanjikan Allah bagi
para ahli Al-Qur'an berupa keutamaan yang besar, pahala yang banyak, derajat
yang tinggi dan kenikmatan yang abadi. Para sahabat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dahulu jika mempelajari sepuluh ayat dari Al-Qur'an, mereka
tidak melaluinya tanpa mempelajari makna dan cara pengamalannya.
Dan perlu Anda ketahui, bahwa membaca Al-Qur'an yang berguna bagi
pembacanya, yaitu membaca disertai merenungkan dan memahami maknanya,
perintah-perintahnya dan larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat yang
memerintahkan sesuatu maka ia pun mematuhi dan menjalankannya, atau
menjumpai ayat yang melarang sesuatu maka iapun meninggalkan dan
menjauhinya. Jika ia menjumpai ayat rahmat, ia memohon dan mengharap kepada
Allah rahmat-Nya; atau menjumpai ayat adzab, ia berlindung kepada
Allah dan takut akan siksa-Nya. Al-Qur'an itu menjadi hujjah bagi orang yang
merenungkan dan mengamalkannya; sedangkan yang tidak mengamalkan dan
memanfaatkannya maka Al-Qur'an itu menjadi hujjah terhadap dirinya
(mencelakainya).
Firman Allah Ta 'ala :
"lni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang
mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran." (Shad: 29).
Bulan Ramadhan memiliki kekhususan dengan Al-Qura'nul Karim, sebagaimana
firman Allah: "Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan permulaan
Al-Qur'an ... "(Al-Baqarah: 185).
Dan dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bertemu dengan Jibril pada bulan Ramadhan setiap malam untuk
membacakan kepadanya Al-Qur'anul Karim.
Hal itu menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur'an pada bulan Ramadhan
dan berkumpul untuk itu, juga membacakan Al-Qur'an kepada orang yang lebih
hafal. Dan juga menunjukkan dianjurkannya memperbanyak bacaan Al-Qur'an pada
bulan Ramadhan.
Tentang keutamaan berkumpul di masjid-masjid untuk mempelajari Al-Qur'anul
Karim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah seraya membaca
kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali turunlah ketenangan
atas mereka, serta mereka diliputi rahmat, dikerumuni para malaikat dan
disebut-sebut oleh Allah kepada para malaikat di hadapan-Nya. " (HR.
Muslim).
Ada dua cara untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim:
1. Membaca ayat yang dibaca sahabat Anda.
2. Membaca ayat sesudahnya. Namun cara pertama lebih baik.
Dalam hadits Ibnu Abbas di atas disebutkan pula mudarasah antara Nabi dan
Jibril terjadi pada malam hari. Ini menunjukkan dianjurkannya banyak-banyak
membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan pada malam hari, karena malam merupakan
waktu berhentinya segala kesibukan, kembali terkumpulnya semangat dan
bertemunya hati dan lisan untuk merenungkan. Seperti dinyatakan dalam firman
Allah :
"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu '), dan
bacaan di waktu itu lebih berkesan. "(Al-Muzzammil: 6).
Disunatkan membaca Al-Qur'an dalam kondisi sesempurna mungkin, yakni dengan
bersuci, menghadap kiblat, mencari waktu-waktu yang paling utama seperti
malam, setelah maghrib dan setelah fajar.
Boleh membaca sambil berdiri, duduk, tidur, berjalan dan menaiki kendaraan.
Berdasarkan firman Allah :
"(Yaitu) orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk,
atau dalam keadaan berbaring... "(A1'Imran: 191).
Sedangkan Al-Qur'anul Karim merupakan dzikir yang paling agung.


BAB 10
KADAR BACAAN YANG DISUNATKAN
============================
Disunatkan mengkhatamkan Al-Qur'an setiap minggu, dengan setiap hari'
membaca sepertujuh dari Al-Qur'an dengan melihat mushaf, karena melihat
mushaf merupakan ibadah. Juga mengkhatamkannya kurang dari seminggu pada
waktu-waktu yang mulia dan di tempat-tempat yang mulia, seperti: Ramadhan,
Dua Tanah Suci dan sepuluh hari Dzul Hijjah karena memanfaatkan waktu dan
tempat. Jika membaca Al-Qur'an khatam dalam setiap tiga hari pun baik,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abdullah bin Amr
:
"Bacalah Al-Qur'an itu dalam setiap tiga hari "( Lihat kitab Fadhaa'ilul
qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir,
oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.)
Dan makruh menunda khatam Al-Qur'an lebih dari empat puluh hari, bila hal
tersebut dikhawatirkan membuatnya lupa. Imam Ahmad berkata : "Betapa berat
beban Al-Qur'an itu bagi orang yang menghafalnya kemudian melupakannya."
Dilarang bagi yang berhadats kecil maupun besar menyentuh mushaf, dasarnya
firman Allah Ta 'ala :
"Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. "(Al-Waqi'ah: 79).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wassallam :
"Tidak dibenarkan menyentuh Al-Qur'an ini kecuali orang yang suci. " (HR.
Malik dalam Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)" (Hai ini diperkuat
hadits Hakim bin Hizam yang lafazhnya: "Jangan menyentuh Al-qur'an kecuali
jika kamu suci." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan menyatakannya
shahih).


BAB 11
AL-QUR'ANUL KARIM SYARI'AT SEMPURNA
===================================
Asy-Syathibi dalam kitab Al-Muwaafaqaat mengatakan : "Sudah menjadi
kesepakatan bahwa kitab yang mulia ini adalah syari'at yang sempurna, sendi
agama, sumber hikmah, bukti kerasulan, cahaya penglihatan dan hujjah. Tiada
jalan menuju Allah selainnya, tiada keselamatan kecuali dengannya dan tidak
ada yang dapat dijadikan pegangan sesuatu yang menyelisihinya. Kalau
demikian halnya, mau tidak mau bagi siapa yang hendak mengetahui
keuniversalan syariat, berkeinginan mengenal tujuan-tujuannya serta
mengikuti jejak para ahlinya harus menjadikannya sebagai kawan bercakap dan
teman duduknya sepanjang siang dan malam dalam teori dan praktek; maka dekat
waktunya ia mencapai tujuan dan menggapai cita-cita serta mendapati dirinya
termasuk orang-orang pendahulu, dan dalam rombongan pertama jika ia mampu.
Dan tidaklah mampu atas hal itu kecuali orang yang senantiasa menggunakan
apa yang dapat membantunya, yaitu sunnah yang menjelaskan kitab ini.
Selainnya, adalah ucapan para imam terkemuka dan salaf pendahulu yang dapat
membimbingnya dalam tujuan yang mulia ini." ( Lihat AI Muwafaqaat, oleh
Asy-Syathibi, 31224.)


BAB 12
HUKUM MELAGUKAN AL-QUR'AN
=========================
Pembaca dan pendengar Al-Qur'an yang hatinya disibukkan dengan lagu dan
sejenisnya -yang dapat mengakibatkan perubahan firman Allah, padahal kita
diperintahkan untuk memperhatikannya sebenamya menghalangi hatinya dari apa
yang dikehendaki Allah dalam kitab-Nya, memutuskannya dari pemahaman
firman-Nya. Mahasuci firman Allah dari hal itu semua. Imam Ahmad melarang
talhin dalam membaca Al-Qur'an, yaitu yang menyerupai lagu, beliau berkata :
"Itu bid'ah.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Fadhaa 'ilul Qur'an mengatakan: "Sasaran yang
diminta menurut syara' tiada lain yaitu memperindah suara yang dapat
mendorong untuk merenungkan dan memahami Al-Qur'an yang mulia dengan
khusyu', tunduk, dan patuh penuh ketaatan. Adapun suara-suara dengan lagu
yang diada-adakan yang terdiri atas nada dan irama yang melalaikan, serta
aturan musikal, maka Al-Qur'an adalah suci; dari hal ini dan tak layak jika
dalam membacanya diperlakukan demikian." (Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an,
oleh Ibnu Katsir, him. 125-126.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Irama-irama yang dilarang para
ulama untuk membaca Al-Qur'an yaitu yang dapat memendekkan huruf yang
panjang, memanjangkan yang pendek, menghidupkan huruf yang mati dan
mematikan yang hidup. Mereka lakukan hal itu supaya sesuai dengan irama
lagu-lagu yang merdu. Jika hal itu dapat mengubah aturan Al-Qur'an dan
menjadikan harakat sebagai huruf, maka haram hukumnya. (Lihat Haasyiatu
Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, him. 107.)


BAB 13
SEDEKAH DI BULAN RAMADHAN
=========================
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas
raldhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan
beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk
membacakan kepadanya Al-Qur'an. Jibril menemui beliau setiap malam pada
bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur'an. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan
daripada angin yang berhembus.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "
Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan
membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang meminta. "
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi. Allah pun bersifat
Maha Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya berlipat ganda
pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling
dermawan, juga paling mulia, paling berani dan amat sempurna dalam segala
sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan berlipat ganda
dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan Tuhannya berlipat ganda
pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang dapat diambil dari berlipatgandanya kedermawanan
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan :
Bahwa kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan amal kebaikan.
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa taat, agar
memperoleh pahala seperti pahala mereka; sebagaimana siapa yang membekali
orang yang berperang maka ia memperoleh seperti pahala orang yang berperang,
dan siapa yang menanggung dengan balk keluarga orang yang berperang maka ia
memperoleh pula seperti pahala orang yang berperang. Dinyatakan dalam hadits
Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa maka baginya seperti
pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya. "
(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya dengan
rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul Qadar
Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat
kasih, maka barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha
Pemurah kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis
dengan amal perbuatan.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk Surga.
Dinyatakan dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh di Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya dapat dilihat
dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka berdirilah
kepada beliau seorang Arab Badui seraya berkata: Untuk siapakah
ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah? jawab beliau: "Untuk siapa saja yang
berkata baik, memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika
orang-orang dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata,
hadits ini gharib)
Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi orang
mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan baik.
Karena pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor dan
perbuatan keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan
pelakunya kepada Allah Ta 'ala.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat menghapuskan
dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika ditambah
lagi shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana
perisai dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah
dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam
Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.)
Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api
Neraka"
Dan dalam hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Sedekah dan shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa
sebagaimana air memadamkan api" (Hadist riwayat At-Tirmidzi dan katrrnya.
"Hadits hasan shnhih. "
Dalam puasa, tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan puasa dapat
menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang mesti
dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak
terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah
kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada
akhir Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang
berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia dapat membantu
orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka kedudukannya
sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah, memberikan dan
membantukannya kepada orang lain. Untuk itu disyari'atkan baginya memberi
hidangan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya, karena makanan
ketika itu sangat disukainya, maka hendaknya ia membantu orang lain dengan
makanan tersebut, agar ia termasuk orang yang memberi makanan yang disukai
dan karenanya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat makanan
dan minuman yang dianugerahkan kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak
mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh nikmat ini hanyalah dapat diketahui
nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh
Ibnu Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua). Shalawat dan salam
semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap
keluarga dan sahabatnya.



BAB 14
TAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG PUASA
================================
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kama agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam
beberapa hari yang teutentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya bevpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak beupuasa) membayar
fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan
kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya.
Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui "(Al-Baqarah: 183-184)
Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman dari umat ini,
seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan, minum dan
bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di dalamnya
terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari
pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal yang sama juga
telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah
mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan
kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa yang telah mereka
kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia memberikan alasan diwajibkannya puasa tersebut dengan menjelaskan
manfaatnya yang besar dan hikmahnya yang tinggi. Yaitu agar orang yang
berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah, Yakni dengan
meninggalkan nafsu dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata untuk
mentaati perintah Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Agar orang
beriman termasuk mereka yang bertaqwa kepada Allah, taat kepada semua
perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan dan segala yang
diharamkan-Nya. (Tafsir Ayaatul Ahkaam, oleh Ash Shabuni, I/192.)
Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas mereka, maka Dia
memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu atau dalam
jumlah yang relatif sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya yaitu puasa
tersebut pada bulan tertentu, di mana seluruh umat Islam melakukannya.
Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti disebutkan dalam firman-Nya:
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
Karena biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan kepada mereka berdua
untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan kemaslahatan puasa, maka
Allah memerintahkan mereka berdua agar menggantinya pada hari-hari lain.
Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tak iagi melakukan perjalanan, dan
sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab Tafsiirul Lat'nifil Mannaan fi
Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di, hlm. 56.)
Dan firman Allah Ta 'ala :
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang sakit atau dalam
keadaan bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia dibolehkan berbuka
dan mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang ditinggalkannya, pada
hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian) tetapi berat (tidak kuat)
menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa atau memberi makan
orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan syarat memberi
makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Jika
ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk setiap harinya, tentu akan
lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa lebih utama daripada memberi
makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum berkata: "Karena
itulah Allah berfirman :
"Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu
Katsir; 1/214)
Firman Allah Ta 'ala :
"(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka) maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya diwajibkan puasa bagi
mereka itu adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an –yang dengannya
Allah memuliakan umat Muhammad-diturunkan untuk pertama kalinya. Allah
menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang serta peraturan yang mereka
pegang teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan
itulah jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya
terdapat pembeda antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk dengan
kesesatan dan antara yang halal dengan yang haram.
Allah menekankan puasa pada bulan Ramadhan karena bulan itu adalah bulan
diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan Allah tidak menghendaki
kepada segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan. Karena itu Dia membolehkan orang
sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan Ramadhan (Tqfsir Ayarul
Ahkam oleh Ash Shabuni, I/192), dan memerintahkan mereka menggantinya,
sehingga sempurna bilangan satu bulan. Selain itu, Dia juga memerintahkan
memperbanyak dzikir dan takbir ketika selesai melaksanakan ibadah puasa,
yakni pada saat sempurnanya' bulan Ramadhan. Karena itu Allah berfirman :
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kama bersyukur. " (Al-
Baqarah: 185).
Maksudnya, bila Anda telah menunaikan apa yang diperintahkan Allah, taat
kepada-Nya dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan
segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasan (hukum)-Nya, maka
hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya. ')" (Tafsir
Ibnu Karsir, 1/218)
Lalu Allah berfirman :
"Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah)
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a
apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab Turunnya ayat :
Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah
Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik atau jauh sehingga kita berteriak
(memanggil-Nya ketika berdo'a)?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya
terdiam, sampai Allah menurunkan ayat di atas. ' (Tafsir Ibnu Katsir;
I/219.)
Tafsiran ayat:
Allah menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia mengabulkan do'a
orang-orang yang memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang yang meminta.
Tidak ada tirai pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang hamba-Nya.
Karena itu, seyogyanya mereka menghadap hanya kepada-Nya dalam berdo'a dan
merendahkan diri, lurus dan memurnikan ketaatan pada-Nya semata. (Tafsir
Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini yang memotivasi memperbanyak
do'a berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan kepada
kesungguhan dalam berdo'a, ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan
setiap kali berbuka.
Anjuran dan Keutamaan Do'a:
Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk berdo'a, menerangkan fadhilah
(keutamaan)nya dan mendorong agar suka melakukannya. Di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah memerintahkan berdo'a dan Dia
menjamin akan mengabulkannya.
2. Firman Allah Ta'ala :
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. "
(Al-A'raaf: 55).
Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan menghinakan diri dan secara
rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan diri. "Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas." Yakni tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau lainnya, orang-orang yang
melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk melampaui batas dalam berdo'a
adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak sesuai untuk dirinya
atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata: "Orang-orang meninggikan
suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak berdo'a
kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a
pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala : "Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang
yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan
kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang yang kesulitan, yang
diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit mendapatkan apa yang ia
minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari keadaan yang
mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan
keburukan (malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata,
hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Asb-Shamit radhiallahu 'anhu ia berkata, sesungguhnya
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu
permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya
keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan
kerabat. " Maka berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita
memperbanyak (do'a). "
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah memberikan
kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang kalian minta" (HR. At-Tirmidzi, ia
berkata, hadits hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus Shaalihiin, hlm. 612
dan 622)
Lalu Allah Ta'ala berfirman :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahrvasanya kamu tidak dapat menahan
nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan cavilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah
untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam
masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa."
(Al-Baqarah:187)
Sebab turunnya ayat :
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin 'Azib, bahwasanya ia berkata
:
"Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, jika seseorang
(dari mereka) berpuasa, dan telah datang (waktu) berbuka, tetapi ia tidur
sebelum berbuka, ia tidak makan pada malam dan siang harinya hingga sore.
Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan puasa, sedang pada
siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka, ia
mendatangi isterinya seraya berkata padanya: "Apakah engkau memiliki makanan
?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan untukmu." Padahal
siang harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah
isterinya. Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu."
Ketika sampai tengah hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu
diberitahukan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah
ayat ini :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isterimu. "
Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min Asbaabin Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran ayat :
Allah Ta'ala berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya sekaligus untuk
membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan isterinya pada
malam-malam bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula ketika malam
hari makan dan minum :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa melakukam "rafats" dengan
isteri- isterimu."
Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya. Dahulu,
mereka dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari), tetapi kemudian
Allah membolehkan mereka makan minum dan melampiaskan kebutuhan biologis,
dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri mereka. Hal itu untuk
menampakkan anugerah dan rahmat Allah pada mereka.
Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi badan. Maka ia adalah
penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya, begitupun sebaliknya.
Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya para isteri itu merupakan ketenangan bagimu
dan kamu pun merupakan ketenangan bagi mereka."
Dan Allah membolehkan menggauli para isteri hingga terbit fajar. Lalu Dia
mengecualikan keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam hari bulan
puasa) pada saat i'tikaf. Karena ia adalah waktu meninggalkan segala urusan
dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah menutup
ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan agar mereka tidak melanggar
perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang diharamkan serta berbagai
maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia
jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat berpegang
teguh dengan syari'at Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang
bertaqwa. (Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.


BAB 15
PELAJARAN DARI AYAT-AYAT TENTANG PUASA
======================================
Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala perintah-Nya dan
menjauhi semua larangan-Nya.
Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan musafir. Keduanya wajib
mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka, pada hari-hari lain.
Firman Allah Ta 'ala :
"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-haui lain, "adalah dalil wajibnya mengqadha' bagi orang yang
berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik sebulan penuh atau kurang,
juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti hari-hari yang panjang dan
panas dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau sebaliknya.
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa Ramadhan, karena
Allah Ta 'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain, " tanpa mensyaratkan puasa
secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa secara berturut-turut atau
secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih memudahkan manusia.
Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan
sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya memberi makan
satu orang miskin.
Firman Allah Ta 'ala :"Dan berpuasa lebih baik bagimu"
menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh berbuka adalah lebih
utama, selama tidak memberatkan dirinya.
Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah mengistimewakannya dengan
menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai petunjuk bagi segenap
hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena itu Allah
membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani seseorang di
luar kemampuannya.
Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri. Firman Allah Ta
'ala :
"Dan hendaklah kama mengagungkan Allah (mengumandangkan takbir) atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. "
Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan taufik-Nya, sehingga
bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul Karim, dan hal itu
dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan menjamin akan
mengabulkannya.
Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa dikabulkannya do'a,
dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan tunduk
mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.
Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri pada malam-malan
bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya pada siang hari.
Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua, hingga terbenamnya
matahari.
Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di masjid untuk melakukan
ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya. Ia tidak sah,
kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ diselenggarakan shalat lima
waktu.
Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu isterinya. Bersenggama
merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.
Wajib konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah dan
larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan
Allah maka kamujangan mendekatinya."
Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa setelah mengetahui
dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).
Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah terbitnya fajar atau
belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam masih
berlangsung.
Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan mengakhirkan waktunya.
Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan membiasakan jiwa berlaku
sabar. (Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil, oleh As-Suyuthi, hlm.
24-28; dan Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di, hlm. 56-58.)


BAB 16
MANFAAT PUASA
=============
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan, sosial dan
kesehatan, di antaranya:
Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran,
menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta
mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan
hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta 'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. " (Al-Baqarah:
183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para saudaraku kaum muslimin
yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa mereka bisa
meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya
terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk jenis
keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur'anul Karim. Barangsiapa
meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan
yang lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu
yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun
kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat berlaku
disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan
kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat
kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah
membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh
dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak
di perut.
Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, balk
dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong nafsu
berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan kelengahan.
Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan
berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa
mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk
berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika
perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan
lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk
berdzikir dan berfikir.
Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah
mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang
miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula
menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada
saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu
akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat
menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya
berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada
saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan
jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui
jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan,
kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat
nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan
berpuasa ( Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163)
sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)


BAB 17
BERPUASA TAPI MENINGGALKAN SHALAT
=================================
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun
terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak
bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang
agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat
hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa
meninggalkannya maka dia telah kafir. " (HR. Ahmad dan Para penulis kitab
Sunan dari hadits Buraidah radhiallahu 'anhu) At-Tirmidzi berkata : Hadits
hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR.
Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah berfirman :
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal
itu (bagaikan) debu yang beterbangan. "(Al-Furqaan: 23).
Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak karena
Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu
yang beterbangan.
Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah atau mengakhirkan
shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan dikenai
ancaman yang keras. Allah Ta'ala berfirman:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengizinkan shalat di rumah kepada orang
buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid, bagaimana pula
halnya dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki
udzur.?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah merupakan
pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati perintah
Tuhannya.Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama
(shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang
tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Catatan Penting:
Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak
karena riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar orang), ikut-ikutan
orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi,
yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa
Allah mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di
sisi Allah dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib
menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab
lain. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat
malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada
malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Muttafaq 'Alaih).
Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan
(keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar
kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang
sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya, Ctetapi)
barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha' puasanya. " (HR.Imam
Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul Ushuul, 6/29 berkata :
"Hadits ini shahih.")
Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats
besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan
wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan
tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia
tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib
mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh
berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi
hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit
matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan
shalat jamaah.
Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan darah,
(Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu anggota
tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi jika
memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik
dan selamat, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu.
" (HR. An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda :
"Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka sungguh dia telah
berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." ( Muttafaq 'Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan,
sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush
Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu
sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.


BAB 18
PUASA YANG SEMPURNA
===================
Saudaraku kaum muslimin, agar sempurna puasamu, sesuai dengan tujuannya,
ikutilah langkah-langkah berikut ini :
Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan fisikmu selama berpuasa;
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah. "
HR.'Al-Bukhari dan Muslim)
"Bantulah (kekuatan fisikmu) untuk berpuasa di siang hari dengan makan
sahur, dan untuk shalat malam dengan tidur siang " (HR. Ibnu Khuzaimah dalam
Shahihnya)
Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan waktunya, sehingga
mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati, untuk itu
hendaknya Anda telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit sebelum
terbit fajar, agar Anda tidak ragu-ragu.
Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka dan
mengakhirkan sahur . " (HR. Al-Bukhari, I\luslim dan At-Tirmidz)
Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit fajar, agar bisa melakukan
ibadah dalam keadaan suci.
Manfaatkan bulan Ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah diturunkan
didalamnya, yakni membaca Al-Qur'anul Karim. Sesungguhnya Jibril 'alaihis
salam pada setiap malam di bulan Ramadhan selalu menemui Nabi shallallahu
'alaihi wasallam untuk membacakan Al-Qur'an baginya. (HR. AL-Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu).Dan pada diri Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam ada teladan yang baik bagi kita.
Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok
serta perkataan mengada-ada. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa tidak meninggalkan pevkataan dan perbuatan dusta maka Allah
tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum." (HR. Al-Bukhari)
Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya cepat marah
dan emosi hanya karena sebab sepele, dengan dalih bahwa engkau sedang puasa.
Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak emosional. Dan jika
Anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, jangan Anda hadapi dia
dengan perbuatan serupa. Nasihati dan tolaklah dengan cara yang lebih baik.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang dari kama beupuasa,
hendaknya ia tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang
menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku sedang
puasa" (HR. Al- Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan)
Ucapan itu dimaksudkanagar ia menahan diri dan tidak melayani orang yang
mengumpatnya Di samping, juga mengingatkan agar ia menolak melakukan
penghinaan dan caci-maki.
Hendaknya Anda selesai dari puasa dengan membawa taqwa kepada Allah, takut
dan bersyukur pada-Nya, serta senantiasa istiqamah dalam agama-Nya.
Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi Anda sepanjang tahun. Dan buah
paling utama dari puasa adalah taqwa, sebab Allah berfirman : "Agar kamu
bertaqwa. "(Al-Baqarah: 183)
Jagalah dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun halal
bagimu. Hal itu agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu dari
keinginan. Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu berkata :
"Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu
dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan
hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari kama beupuasa jangan
pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa."
Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang haram
pada selain bulan Ramadhan maka pada bulan Ramadhan lebih utama. Dan tidak
ada gunanya engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu berbuka dengan yang
haram.
Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu lebih baik
dan lebih banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu dibanding pada selain
bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang
paring dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika bulan Ramadhan.
Ucapkanlah bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a :"Ya Allah,
karena-Mu aku berpuasa, dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah
daripadaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "(44)
(Lihat Mulhaq (bonus) Majalah Al WaLul Islami bulan Ramadhan, 1390
H.hlm.38-40.)


BAB 19
TUJUAN PUASA
============
Tujuan ibadah puasa adalah untuk menahan nafsu dari berbagai syahwat,
sehingga ia siap mencari sesuatu yang menjadi puncak kebahagiaannya;
menerima sesuatu yang menyucikannya, yang di dalamnya terdapat kehidupannya
yang abadi, mematahkan permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga serta
mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang menderita kelaparan di
antara orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada diri hamba dengan
menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman; puasa adalah untuk Tuhan
semesta alam, tidak seperti amalan-amalan yang lain, ia berarti meninggalkan
segala yang dicintai karena kecintaannya kepada Allah Ta 'ala; ia merupakan
rahasia antara hamba dengan Tuhannya, sebab para hamba mungkin bisa
diketahui bahwa ia meninggalkan hai-hal yang membatalkan puasa secara nyata,
tetapi keberadaan dia meninggalkan hal-hal tersebut karena Sembahannya, maka
tak seorangpun manusiayang mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa


BAB 20
PETUNJUK NABI DALAM BERPUASA
============================
Petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'ala ihi wasallam adalah petunjuk yang
paling sempurna, paling mengena dalam mencapai maksud, serta paling mudah
penerapannya bagi segenap jiwa.
Di antara petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan
Ramadhan adalah :
Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis salam
senantiasa membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan;
beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim,
shalat, dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam
ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan
lain.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyegerakan berbuka dan menganjurkan
demikian, beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta menganjurkan dan
memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang sama. Beliau menghimbau
agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya maka dengan air.
Nabi'shallallahu 'alaihi wasallam melarang orang yang berpuasa dari ucapan
keji dan caci-maki. Sebaliknya beliau memerintahkan agar ia mengatakan
kepada orang yang mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang puasa."
Jika beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang beliau
meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para
sahabatnya memilih antara berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan. Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapatkan fajar dalam keadaan junub
sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi setelah terbit fajar
dan tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah membebaskan dari
qadha' puasa bagi orang yang makan atau minum karena lupa, dan bahwasanya
Allahlah yang memberinya makan dan minum.
Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam keadaan
puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa. Beliau juga
melakukan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam
keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq
secara berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad,
I/320-338 )


BAB 21
PUASA YANG DISYARI'ATKAN
========================
Puasa yang disyari'atkan adalah puasanya anggota badan dari dosa-dosa, dan
puasanya perut dari makan dan mimum. Sebagaimana makan dan minum membatalkan
dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan dosa-dosa, ia memangkas
pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga memposisikannya pada kedudukan
orang yang tidak berpuasa.
Karena itu, orang yang benar-benar berpuasa adalah orang yang puasa segenap
anggota badannya dari melakukan dosa-dosa; lisannya berpuasa dari dusta,
kekejian dan mengada-ada; perutnya berpuasa dari makan dan minum;
kemaluannya berpuasa dari bersenggama.
Bila berbicara, ia tidak berbicara dengan sesuatu yang menodai puasanya,
bila melakukan suatu pekerjaan ia tidak melakukan sesuatu yang merusak
puasanya. Ucapan yang keluar darinya selalu bermanfaat dan baik, demikian
pula dengan amal perbuatannya. Ia laksana wangi minyak kesturi, yang tercium
oleh orang yang bergaul dengan pembawa minyak tersebut. Itulah metafor
(perumpamaan) bergaul dengan orang yang berpuasa, ia akan mengambil manfaat
dari bergaul dengannya, aman dari kepalsuan, dusta, kejahatan dan
kezhaliman.
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan :
"Dan sesungguhnya ban (mulut) orang puasa itu lebih harum di sisi AIlah
daripada aroma minyak kesturi. "(HR. At-Tirmidzi dan ia berkata, hadits
hasan shahih gharib).
Inilah puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar nahan diri dari makan dan
minum. Dalam sebuah menahan diri dari makan dan minum".
Dalam hadits shahih disebutkan :
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta
kedunguan maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum
.(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya)
Dalam hadits lain dikatakan :
Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga. "
(HR. Ahmad, hadits hasan shahih) (Dan ia menshahihkan hadits ini.)


BAB 22
SEBAB-SEBAB AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN
=====================================
Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab turunnya ampunan. Di antara
sebab-sebab itu adalah :
Melakukan puasa di bulan ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya
ia diampuni dosanya yang telah lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih)
Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi ruasallam bersabda:
"Barang siapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih)
Melakukan shalat dan ibadah lain di malam Lailatul Qadar.
Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh
berkah, yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul Karim. Dan pada malam itu
pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar kavena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu .
(Hadits Muttafaq 'Alaih)
Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada orang
berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan dari dosa~osanya, dan
pembebasan dirinya dari api Neraka. " (HR. Ibnu Khuzaimah (dan ia
menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan puasa,
berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa adalah mustajab
(dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka Allah
memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya.
Allah berfirman :"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku
mengabulkannya untukmu . "(Ghaafir: 60),Dan dalam sebuah hadits disebutkan:
"Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do'anya. Di antaranya
disebutkan,"orang yang berpuasa hingga ia berbuka" (HR. Ahmad, At-Tirmidzi,
An-Nasaa'i dan Ibnu Majah). (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab
Shahih mereka masing-masing, dan At-Tirmidzi mengatakannya hadits shahih
hasan.)
Karena itu, hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a dan istighfar
di setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang berpuasa,
berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir malam. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tuhan kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap malam ke langit
dunia, (yaitu) ketika masih berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya
berfirman "Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuknya,
barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan barangsiapa
memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya. " (HR.Muslim).
Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para
malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti
disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian banyak, maka orang yang
tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang memiliki
seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak
diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya (permohonan) orang yang ditolak
pada saat Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang yang tidak menjadi baik pada
bulan Ramadhan ?
Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam senantiasa berdo'a :
"Ya Allah, bulan Ramadhan telah menaungi kami dan telah hadir maka
serahkanlah ia kepada kami dan serahkanlah kami kepadanya Karuniailah kami
kemampuan untuk berpuasa dan shalat di dalamnya, karuniailah kami di
dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan sikap rajin. Lain lindungilah
kami didalamnya dari berbagal fitnah '
Mereka berdo'.kepada Allah selama enam bulan agar bisa mendapatkan Ramadhan,
dan selama enam bulan (berikutnya) mereka berdo'a agar puasanya diterima. Di
antara, do'a mereka itu adalah :
"Ya Allah serahkanlah aku kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku,
dan Engkau menerimanya daripadaku dengan rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif,
oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)


BAB 23
ADAB PUASA
==========
Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-, bahwasanya puasa tidak sempurna
kecuali dengan merealisasikan enam perkara:
Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang
tercela dan dibenci.
Menjaga lisan dari berbicara tak karuan, menggunjing, mengadu domba dan
dusta.
Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela.
Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
Hendaknya tidak memperbanyak makan.
Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak
tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat
kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk orang-orang yang
dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan
ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min Ihyaa'i Uluumid Diin, hlm. 59-60.)
Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat Islam termasuk orang yang puasa
pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang mendapatkan Lailatul Qadar,
dan beruntung menerima hadiah dari Tuhan; wahai Dzat Yang Hidup Kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan
Kemuliaan. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada
Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.


BAB 24
TENTANG SEPULUH HARI AKHIR DI BULAN RAMADHAN
============================================
Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata :
"Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli
istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya . " Demikian
menurut lafazh Al-Bukhari.
Adapun lafazh Muslim berbunyi :
"Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh
serta mengencangkan kainnya.
Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh
(hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan
lainnya. "
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengkhususkan sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada
bulan-bulan yang lain, di antaranya:
Menghidupkan malam: Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan
seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar
daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata:
"Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat
malam hingga pagi. "
Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali :
"Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang
muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat pada sebagian
malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan
tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat
untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala
yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari
Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi. " Abu Ja 'far berkata: Hadiah yang
tidak serupa dengan hadiah-hadiah para penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya untuk
shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada malam-malam yang
lain tidak.
Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu disebutkan:
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam melakukan shalat bersama
mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25),
dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat)
keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja. "
Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan dalam membangunkan mereka
pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar di dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya
pada sepuluh akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap anak kecil maupun orang
tua yang mampu melakukan shalat. "
Dan dalam hadits shahih diriwayatkan :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetuk (pintu)
Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya berkata:
Tidakkah kalian bangun lalu mendirikan shalat ?" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada malam hari, bila
telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar salah seorang suami-isteri
membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta memercikkan air di
wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan
sanad shahih.)
Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad shahih, bahwasanya Umar
radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti yang dikehendaki Allah,
sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya
untuk shalat dan mengatakan kepada mereka: "Shalat! shalat!" Kemudian
membaca ayat ini :
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. " (Thaha: 132).
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya.
Maksudnya beliau menjauhkan diri dari menggauli isteri-isterinya.
Diriwayatkan bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat tidurnya sehingga
bulan Ramadhan berlalu.
Dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan :
"Dan beliau melipat tempat tidurnya dan menjauhi isteri-isterinya (tidak
menggauli mereka).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada malam sepuluh
terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan mendekati
(menggauli) isterinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'. Dan
"mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur.
Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas uadhiallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pada malam-malam sepuluh (akhir bulan Ramadhan)
menjadikan makan malam (berbuka)nya pada waktu sahur.Dalam hadits marfu'
dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Janganlah kalian menyambung (puasa). Jika salah seorang dari kamu ingin
menyambung (puasanya) maka hendaknya ia menyambung hingga waktu sahur
(saja). " Mereka bertanya: "Sesungguhnya engkau menyambungnya wahai
Rasulullah ? "Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian.
Sesungguhnya pada malam hari ada yang memberiku makan dan minum. "(HR.
Al-Bukhari)
Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau dalam puasanya dan
kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh sebab munajat dan dzikirnya yang lahir
dari kelembutan dan kesucian beliau. Karena itulah sehingga hatinya dipenuhi
Al-Ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan Al-Minnatur Rabbaniyah
(anugerah dari Tuhan) sehingga mengenyangkannya dan tak lagi memerlukan
makan dan minum.
Mandi antara Maghrib dan Isya'.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika bulan Ramadhan (seperti biasa)
tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau
mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli) isteri-isterinya,
serta mandi antara Maghrib dan Isya."
Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi pada setiap malam
dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan
menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan turun Lailatul
Qadar.
Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan di dalamnya turun
Lailatul Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian dan berhias
dengan mandi (sebelumnya), dan berpakaian bagus, seperti dianjurkannya hal
tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.
Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi dengan berhias
secara batin. Yakni dengan kembali (kepada Allah), taubat dan mensucikan
diri dari dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama sekali tidak
berguna, jika ternyata batinnya rusak.
Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia melihat kepada hati
dan amalmu. Karena itu, barangsiapa menghadap kepada Allah, hendaknya ia
berhias secara lahiriah dengan pakaian, sedang batinnya dengan taqwa. Allah
Ta'ala berfirman :
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah
yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26).
I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha :
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa beri'tikaf pada
sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan beliau. "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan i'tikaf pada sepuluh hari
terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk menghentikan berbagai
kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk mengasingkan diri demi
bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.
Adapun makna dan hakikat i'tikaf adalah:
Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk untuk menyambung penghambaan
kepada AI-Khaliq. Mengasingkan diri yang disyari'atkan kepada umat ini yaitu
dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya pada bulan Ramadhan, dan
lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sebagaimana
yang telah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat kepada Allah,
berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala hal
yang menyibukkan diri dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada
Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak
memiliki keinginanlain kecuali Allah dan ridha-Nya. Sembga Alllah memberikan
taufik dan inayah-Nya kepada kita. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh
Ibnu Rajab, him. 196-203)


BAB 25
'UMRAH DI BULAN RAMADHAN
========================
Umrah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar, bahkan sama dengan
pahala haji. Dalam Shahih nya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan, bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau bersabda, haji
bersamaku. "
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan berpahala menyamai
haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban haji bagi orang yang wajib
melakukannya.
Demikian pula halnya shalat di Masjidil Haram Makkah dan di Masjid Nabawi
Madinah pahalanya dilipatgandakan, sebagaimana disebutkan dalam hadits
shahih :
"Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di
masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram. "
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya ia lebih utama. " (HR, Al-
Bukhari, Muslim dan lainnya)


BAB 26
LAILATUL QADAR
==============
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul Qadar
(malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul
qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
"(Al-Qadr: 1-5),
Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul
Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta 'ala :
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah:
185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata :
"Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari
Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar.
Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan
keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan
ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah :
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. " (Ad-Dukhaan:
4).
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia
khususkan untuk menurunkan Al-Qur'anul Karim:
"Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?" ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir,
4/429.)
Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan
firman-Nya:
"Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan. "
Maksudnya, beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, membaca, dzikir
dan do'a sama dengan beribadah selama seribu bulan, pada bulan-bulan yang di
dalamnya tidak ada Lailatul Qadar. Dan seribu bulan sama dengan 83 tahun 4
bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang
melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril
'alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun
keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan
perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut
dengan firman-Nya :
"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak
sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu,
para malaikat -termasuk malaikat Jibril- mengucapkan salam kepada
orang-orang beriman.
Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan
keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda :
"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
(Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua
puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.
Adapun qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut dengan
tahajud, shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan
taubat kepada Allah Ta 'ala.
Aisyah radhiallahu 'anha berkata, aku bertanya:
"Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar, apa
yang harus aku ucapkan di dalamnya?" Beliau menjawab, katakanlah :
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau mencintai Pengampunan
maka ampunilah aku. " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih).
Pelajaran dari surat Al-Qadr :
Keutamaan Al-Qur'anul Karim serta ketinggian nilainya, dan bahwa ia
diturunkan pada saat Lailatul Qadar.
Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai seribu bulan
yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.
Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti malam yang mulia
ini dengan berbagai amal shalih.
Jika Anda telah mengetahui keutamaan-keutamaan malam yang agung ini, dan ia
terbatas pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan maka seyogyanya Anda
bersemangat dan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari malam-malam
tersebut, dengan shalat, dzikir, do'a, taubat dan istighfar. Mudah-mudahan
dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul Qadar, sehingga Anda berbahagia
dengan kebahagiaan yang kekal yang tiada penderitaan lagi setelahnya Di
malam-malam tersebut, hendaknya Anda berdo'a dengan do'a-do'a bagi kebaikan
dunia-akhirat, di antaranya :
"Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan penjaga urusanku, dan
perbaikilah untukku duniaku yang di dalamnya adalah kehidupanku, dan
perbaikilah untukku akhiratku yang kepadanya aku kembali, dan jadikanlah
kehidupan (ini) menambah untukku dalam setiap kebaikan, dan kematian
menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya Allah bebaskanlah aku dari (siksa)
api Neraka, dan lapangkanlah untukku ritki yang halal, dan palingkanlah
daripadaku kefasikan jin dan manusia, wahai Dzat Yang Hidup dan terus
menerus mengurus (makhluk-Nya)"
"Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan jagalah kami dari siksa Neraka. Wahai Dzat Yang Hidup lagi terus
menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan
Kemulyaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon hal-hal yang menyebabkan (turunnya)
rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu, keteguhan dalam kebenaran dan mendapatkan
segala kebaiikan, selamat dari segala dosa, kemenangan dengan (mendapat)
Surga serta selamat dari Neraka. Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan terus
menerus mengurusi makhluk-Nya, Wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan
Kemuliaan. "
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu pintu-pintu kebajikan, kesudahan (hidup)
dengannya serta segala yang menghimpunnya, secara lahir-batin, di awal
maupun di akhirnya, secara terang- terangan maupun rahasia. YaAllah,
kasihilah keterasinganku di dunia dan kasihilah kengerianku di dalam kubur
serta kasihilah berdiriku di hadapanmu kelak di akhirat. Wahai Dzat Yang
Mahahidup, yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, 'afaaf
(pemeliharaan dari segala yang tidak baik) serta kecukupan. "
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai pengampunan maka
ampunilah aku. "
"Ya Allah, aku mengharap rahmat-Mu maka janganlah Engkau pikulkan (bebanku)
kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata, dan perbaikilah keadaanku
seluruhnya, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. "
"Ya Allah, jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari semua urusan kami, dan
selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksa akhirat. "
"Ya Tuhan kami, terimalah (permohonan) kami, sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang memiliki
keagungan dan kemuliaan."
"Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap
keluarga dan para sahabatnya. "


BAB 27
TAUBAT DAN ISTIGHFAR
====================
A. Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri,
kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. "(An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. "(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang mengevjakan kejahatan kemudian bertaubat sesudah itu dan
beriman, sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman
itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "(Al-A'raaf: 153),
"Dan bertaubatlah Kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung. "(An- Nuur: 31).
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Al-lah dan memohon ampun
kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah: 104).
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan
taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kama ke dalam Surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. (At-Tahriim:8).
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman,
beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. (Thaaha: 82).
'Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain
daripada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Mereka itu Balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan Surga yang
mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan
itulah sebaik-baik pahala orang-orangyang beramal. "(Ali Imraan: 135-136).
Firman Allah Ta 'ala:'Mereka ingatAllah, maksudnya mereka ingat keagungan
Allah, ingat akan perintah dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya, pahala
dan siksa-Nya sehingga mereka segera memohon ampun kepada Allah dan mereka
mengetahui bahwasanya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain
daripada Allah.
Dan firman Allah Ta'ala:"Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu."
Yakni mereka tidak tetap melakukannya padahal mereka mengetahui hal itu
dilarang dan bahwa ampunan Allah bagi orang yang bertaubat daripadanya.
Dalam hadits disebutkan :
"Tidaklah (dianggap) melanjutkan (perbuatan keji) orang yang memohon ampun,
meskipun dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali. " (HR. Abu Ya'la
Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam Musnadnya, Ibnu
Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir, 1/408).
B. Hadits-hadits tentang taubat :
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah ampun
kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak 100 kali " (HR.
Muslim).
Demikianlah keadaan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, padahal beliau telah
diampuni dosa-dosanya, baik yang lain maupun yang akan datang. Tetapi Rasul
shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba yang pandai bersyukur, pendidik
yang bijaksana, pengasih dan penyayang. Semoga shalawat dan salam yang
sempurna dilimpahkan Allah kepada beliau.
Abu Musa radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam :
"Sesungguhnya Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari agar beutaubat
orang yang berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan Tangan-Nya pada
siang hari agar bertaubat orang yang berbuat jahat di malam hari, sehingga
matahari terbit dari Barat (Kiamat). "(HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalkam bersabda:
"Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, niscaya Allah
menerima taubatnya. " (HR.Muslim)
Sebab jika matahari telah terbit dari Barat maka pintu taubat serta merta
ditutup.
Demikian pula tidak ada gunanya taubat seseorang ketika dia hendak meninggal
dunia. Allah berfirman :
"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengeriakan
kejahatan (yang) hingga apabila datang ajar kepada seseorang di antara
mereka, (barulah) ia mengatakan: 'Sesungguhnya aku bertaubat sekarang .'
(An- Nisaa': 18)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (nyawanya) belum
sampai di kerongkongan. " (HR• At-Tirmidzi, dan ia menghasan-kannya).
Karena itu setiap muslim wajib bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan
maksiat di setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal mendadak menjemputnya
sehingga ia tak lagi memiliki kesempatan, lalu baru menyesal, meratapi atas
kelengahannya. Dan sungguh, tak seorang pun meninggal kecuali ia menyesal.
Jika dia orang baik, maka ia menyesal mengapa dia tidak memperbanyak
kebaikannya, dan jika ia orang jahat maka ia menyesal mengapa ia tidak
bertaubat, memohon ampun dan kembali kepada Allah.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa senantiasa beristighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap
kesedihannya kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan keluar, dan
akan diberi-Nya rezki dari arah yang tiada disangka-sangka. " (HR. Abu Daud)
(Lihat kitab Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178 )
Imam Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana cara beristighfar? Beliau menjawab:
"Hendaknya mengatakan : "Astaghfirullah, astaghfirullah. " Artinya, aku
memohon ampunan kepada Allah.
Anas radhiallahu 'anhu meriwayatkan, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, Allah berfirman :
"Allah Ta'ala berfirman:"Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memohon
dan mengharap kepadaKu, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu yang lalu dan Aku
tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai ke awan langit,
kemudian engkau memohon ampun kepadaku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku
tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepadaku
dengan dosa-dosa sepenuh bumi dan kamu menemuiKu dalam keadaan tidak
menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku datangkan untukmu ampunan
sepenuh bumi (pula). " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan),
Dalam hadits di atas disebutkan tiga sebab mendapatkan ampunan :
Berdo'a dengan penuh harap.
Beristighfar, yaitumemohon ampu"an kepadaAllah.
Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari berbagai bentuk syirik, bid'ah
dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan luasnya rahmat Allah,
ampunan, kebaikan dan anugerah-Nya yang banyak.


BAB 28
SYARAT-SYARAT TAUBAT
====================
Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu terjadi
antara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak manusia maka ada tiga
syarat taubat :
Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
Menyesali perbuatannya.
Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu
diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keempat
hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan.
Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.
Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had
itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya.
Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa. Jika ia bertaubat dari
sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah, dan dosa-dosanya yang
lain masih tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur'an, Sunnah dan
Ijma' yang menunjukkan wajibnya melakukan taubat. Dalil-dalil yang dimaksud
telah kita uraikan di muka. Allah menyeru kita untuk bertaubat dan
ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima taubat kita,
merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta mengampuni dosa-dosa
kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad,
keluarga dan para sahabatnya. Amin.


BAB 29
BERPISAH DENGAN RAMADHAN
========================
Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari
(Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya)
yang Kemudian. "
"Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan
mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu,
dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun
yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya
(ketentuan -ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka
dihapus dosanya yang telah lalu. "
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti
melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang haram.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada
dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya Nabi
shallallahu 'alihi wasallam bersabda:
"Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan
sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara
waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua konotasi :
Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan syarat menghindari
dan menjauhi dosa-dosa besar.
Kedua : Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut hanya
menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa hal itu
harus disertai dengan taubat nashuha (taubat yang semurni-murninya).
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini yakni puasa,
shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada malam Lailatul Qadar,
masing-masing dapat menghapus dosa yang telah lampau, dengan syarat
meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu di dunia atau
ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri, minum arak, melakukan
praktek riba, durhaka terhadap orang tua, memutuskan tali keluarga dan
memakan harta anak yatim secara zhalim dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang menjauhi dosa
besar akan diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu)
dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga). "(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya secara sempurna,
maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa yang curang dalam
pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas untuknya. Jika Neraka Wail
diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di dunia, bagaimana halnya
dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat bersungguh-sungguh dalam
mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas memperhatikan dan mementingkan
diterimanya amal tersebut dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah
orang-orang yang diganjar sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan hatinya
selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada bentuk amal itu
sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa.
" (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah) selama 6 (enam) bulan
agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian berdo'a lagi selama 6
(enam) bulan berikutnya agar semua amalnya diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan Ramadhan oleh karena
itu barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan tersebut, maka sangatlah
merugi. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang mendapati bulan
Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka ia masuk
Neraka serta dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata
lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan
shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul Qadar, bersedekah, membaca
Al-Qur'an, banyak berdzikir dan berdo'a serta mohon ampunan dalam bulan
mulia ini merupakan sebab diberikannya ampunan, jika tidak ada sesuatu yang
menjadi penghalang, seperti meninggalkan kewajiban ataupun melanggar sesuatu
yang diharamkan. Apabila seorang muslim melakukan berbagai faktor yang
membuatnya mendapat ampunan dan tiada sesuatu pun yang menjadi penghalang
baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah Ta 'ala berfirman
:
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan
beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. " (Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatnya ampunan hingga
dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shalih yang dilakukan semata-mata
karena Allah, sesuai dengan tuntunan As-Sunnah dan senantiasa dalam keadaan
demikian hingga mati. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)."
(AI-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan seorang mukmin
selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu tergantung kepada
puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di kala hari raya
tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala
nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan dalam
pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam larinya, pertolongan-Nya terhadap
mereka dalam nelaksanakan puasa tersebut, ampunan atas segala dosa dan
pembebasan dari api Neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka untuk
memperbanyak dzikir, takbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu ,
bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman
:
"Dan hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur.
"(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa –demikian halnya kita semua, janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah, karena perbuatan-perbuatan jelekmu. Alangkah banyak orang
sepertimu yangdibebaskan dari Neraka dalam bulan ini, berprasangka baiklah
terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala dosamu, karena sesungguhnya
Allah tidak akan membinasakan seseorang pun melainkan karena ia membinasakan
dirinya sendiri. Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun
lagri Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan ampun),
karena istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan; seperti shalat,
haji dan shalat malam. Demikian pula dengan majlis-majlis, sebaiknya ditutup
dengannya. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir maka istighfar
adalah pengukuh baginya, namun jika majlis tersebut tempat permainan maka
istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa. (Lihat kitab
Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu Rajab, hlm. 220-228)


BAB 30
PERINGATAN
==========
Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka bertaubat, mendirikan
shalat dan melaksanakan badah puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka
kembali meninggalkan shalat dan melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah
seburuk-buruk manusia, karena mereka tidak mengenal Allah kecuali di bulan
Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa pemilik bulan-bulan itu adalah
Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan Allah
Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan saja. Maka
sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan
berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak
mengulanginya di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan
diampuni segala dosanya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman
supaya kamu beruntung. (An-Nuur: 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman :
" Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai " (At-Tahrim:8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada Allah dengan lisannya, namun hatinya tetap
terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad untuk kembali melakukannya selepas
Ramadhan, lalu dia benar-benar melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya
tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, Dzat yang tiada Tuhan
yang haq kecuali Dia, Yang Maha hidup dan Berdiri Sendiri. Tuhanku,
ampunilah dosaku dan terimalah taubatku karena sesungguhnya hanya Engkaulah
Yang Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah aku telah berbuat
banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan tiada yang dapat mengampuni
dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan
rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap
keluarga dan para sahabat beliau.


BAB 31
CATATAN PENTING
===============
1. Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat berbagai variasi
pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu diperbolehkan, tetapi
tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan melampaui batas. Justeru
seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta 'ala
berfirman :
"Makan dan minumlah dan janganlah kalian berbuat israf (berlebih-lebihan),
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf. "
(Al-A'raaf: 31),
Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf berkomentar:
"Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya dalam setengah
ayat," lantas membacakan ayat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang merupakan penopang utama bagi
kelangsungan hidup seseorang, kemudian melarang berlebih-lebihan dalam hal
tersebut karena dapat membahayakan tubuh. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa disertai dengan
berlebih-lebihan dan kesombongan. " (HR. Abu Daud dan Ahmad, Al-Bukhari
meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi :
'Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam daripada perutnya,
cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat menopang tulang punggungnya
(penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka masing-masing
sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya. " (HR. Ahmad,
An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits ini
Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu
kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu berkata: "Tidak pantas bagi seorang mukmin
menjadikan perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu syahwat mengendalikan
dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika Anda menghendaki badan sehat
dan tidur sedikit, maka makanlah sedikit saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah
nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat
menyesatkan hawa nafsu. " (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan akibat berlebih-lebihan dalam makan dan
minum adalah banyak tidur dan malas melaksanakan shalat tarawih serta
membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam atau di siang hari. Barangsiapa yang
banyak makan dan minumnya, maka akan banyak tidurnya sehingga tidak sedikit
kerugian yang menimpanya.
Karena ia telah menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan yang mulia dan sangat
berharga yang tidak dapat digantikan dengan waktu lain serta tidak ada yang
menyamainya. Ketahuilah bahwa waktumu terbatas dan detak nafasmu
terkalkulasi rapi, sedangkan dirimu nanti akan dimintai pertanggungjawaban
atas waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan yang kamu lakukan di
dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu menyia-nyiakannya tanpa amal
perbuatan dan jangan kamu biarkan umurmu pergi percuma, terutama pada bulan
dan musim yang mulia dan agung ini.
2. Jika diperhatikan, banyak manusia yang menghabiskan siang hari di bulan
Ramadhan hanya untuk tidur mendengkur, sementara malamnya mereka habiskan
untuk mengobrol dan bermain-main, sehingga mereka tidak merasakan puasa
sedikit pun bahkan tidak sedikit yang meninggalkan shalat berjamaah -semoga
Allah menunjukinya. Hal ini mengandung bahaya dan kerugian yang sangat besar
bagi mereka, karena Ramadhan adalah musim segala ibadah seperti melaksanakan
shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir, berdo'a dan mohon ampunan.
Ramadhan merupakan bilangan hari, yang berlalu dengan cepat dan menjadi
saksi ketaatan bagi orang-orang yang taat, sekaligus sebagai saksi bagi para
tukang maksiat atas semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu memanfaatkan waktunya dalam hal-hal yang
berguna, janganlah memperbanyak makan di malam hari dan tidur di slang hari,
jangan pula menyia-nyiakan sedikit pun waktunya tanpa berbuat amal shalih
atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwasanya ia berkata:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan bulan Ramadhan sebagai saat untuk
berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan bersaing dalam melakukan amal
shalih. Maka satu kaum mendahului lainnya dan mereka menang, sedangkan yang
lain terlambat dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan malam hari itu merupakan gudang bagi manusia yang
sarat dengan simpanan amal baik atau buruknya. Kelak pada hari Kiamat akan
dibuka gudang ini untuk (diperlihatkan dan diserahkan kepada) pemiliknya.
Orang-orang yang bertakwa akan mendapati simpanan mereka berupa penghargaan
dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa yang menyia-nyiakan waktunya
akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.
3. Sebagian orang malah begadang sepanjang malam, yang hal tersebut hanya
membawa dampak negatif, baik berupa obrolan kosong, permainan yang tidak ada
manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan.
Mereka makan sahur di pertengahan malam dan tertidur sehingga tidak
melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam hal inl banyak hal-hal yang
dilarang, di antaranya adalah:
Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat
membenci tidur sebelum shalat Isya' dan berbicara sesudahnya, kecuali dalam
hal-hal yang baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan bercakap-cakap di malam hari kecuali bagi orang yang
sedang mengerjakan shalat atau sedang bepergian. " (HR. Ahmad, As-Suyuti
menandainya sebagai hadits hasan).
Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan Ramadhan dengan percuma,
padahal manusia akan merugi sekali dari setiap waktunya yang berlalu tanpa
diisi dengan dzikir sedikit pun kepada Allah.
Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan dan disunnahkan yakni di
akhir malam sebelum fajar.
Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga meninggalkan shalat Shubuh
tepat pada waktunya dengan berjamaah, padahal pahalanya sebanding dengan
melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam suntuk, sebagaimana
disebutkan dalam hadits riwayat Utsman radhiallahu 'anhu bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendirikan shalat Isya' dengan berjamaah; maka ia bagaikan
melaksanakan shalat separuh malam; dan barangsiapa shalat shubuh berjamaah
maka ia bagaikan shalat semalam suntuk. " (HR. Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang selalu mengakhirkan shalat dan bermalas-malasan
dalam melaksanakannya serta menghalangi dirinya sendiri dari keutamaan dan
pahala shalat berjamaah yang agung berarti memiliki sifat-sifat orang
munafik.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas
tipuan mereka; Dan apabila mereka mendirikan shalat mereka mendirikannya
dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya shalat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah shalat
Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui pahalanya, niscaya mereka
mendatanginya kendatipun dengan merangkak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di bulan Ramadhan- setiap muslim segera
tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, dan secepatnya bangun di akhir
malam, kemudian shalat malam dan menyibukkan diri dengan dzikir, do'a,
istighfar dan taubat sebelum dan seusai sahur hingga shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia habiskan malam harinya dengan membaca dan
mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi shallallahu
a'alaihi wasallam bersama Jibril 'alaihis salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang yang memohon ampunan di akhir
malam, sebagaimana dalam firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan di akhir-akhir malam mereka
memohon ampunan kepada Allah). " (Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah Ta'ala turun ke langit dunia setiap malam sewaktu malam tinggal
sepertiga bagian akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa berdo'a akan Aku
kabulkan. Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan. Barangsiapa minta
ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga terbit fajar. " (HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang selalu berharap rahmat
Tuhannya dan takut terhadap siksaNya- memanfaatkan kesempatan penting ini,
dengan berdo'a dan mohon ampun kepada Allah untuk dirinya, kedua orang
tuanya, anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para penguasanya. Memohon
ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam bulan Ramadhan dan di
setiap saat dari umurnya yang terbatas sebelum maut menjemput, amal
perbuatan terputus dan penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beuiman supaya kalian
beruntung." (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan
Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke haribaan Nabi Muhammad,
segenap keluarga dan para sahabatnya.


BAB 32
FATWA-FATWA PENTING
===================
A. FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA:
Seorang sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya lupa
sehingga makan dan minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab :
"Allah telah memberimu makan dan minum" (HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat
Ad-Daruquthni dengan sanad shahih disebutkan
"Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib mengqadhanya, sesungguhnya Allah
telah memberimu makan dan minum" peristiwa itu terjadi pada hari pertama di
bulan Ramadhan.
Pernah juga beliau ditanya tentang benang putih dan hitam, jawab beliau :
"Yaitu terangnya siang dan gelapnya malam." (HR. An-Nasa 'i).
"Seorang sahabat bertanya: "Saya mendapati shalat shubuh dalam keadaan
junub, lain saya berpuasa -bagaimana hukumnya-? Jawab beliau :
"Aku juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan junub, lantas aku berpuasa.
"Ia berkata: "Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah, karena Allah telah
mengampuni semua dosamu baik yang lalu ataupun yang belakangan. Nabi
shallallahu halaihi wasallam menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap
agar aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan paling tahu akan
sesuatu yang bisa dijadikan alat bertakwa. "(HR. Muslim).
Beliau pernah ditanya tentang puasa di perjalanan, maka beliau menjawab :
"Terserah Kamu, boleh berpuasa boleh pula berbuka "(HR. Muslim).
Hamzah bin 'Amr pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, saya mampu berpuasa
dalam perjalanan, apakah saya berdosa?" Beliau menjawab :
"Ia adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barangsiapa mengambilnya baik
baginya dan barangsiapa lebih suka berpuasa maka ia tidak berdosa. " (HR.
Muslim).
Sewaktu ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak berturut-turut,
beliau menjawab :
"Hal itu kembali kepada dirimu (tergantung kemampuanmu), bagaimana
pendapatmu jika salah seorang di antara kamu mempunyai tanggungan hutang
lalu mencicilnya dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu merupakan
bentuk pelunasan? Allah Maha Pemaaf dan Pengampun. " (HR. Ad-DaYuquthni,
isnadnya hasan).
Ketika ditanya oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah
meninggal sedangkan ia berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa
untuknya? Beliau menjawab :
"Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lantas kamu
lunasi, bukankah itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.' Hadits
Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil 'Aalamiin, oleh
Ibnul Qayyim, 4/266-267)

B. SEBAGIAN FATWA IBNU TAIMIYAH
Beliau ditanya tentang hukum berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung
(istinsyaq), bersiwak, mencicipi makanan, muntah, keluar darah meminyaki
rambut dan memakai celak bagi seseorang yang sedang berpuasa;
Jawaban beliau : "Adapun berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung adalah
disyari'atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya juga melakukan hal itu,
tetapi beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah :
"Berlebih-lebihanlah kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali jika kamu
sedang berpuasa. " (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Maajah
serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang istinsyaq bagi orang yang
berpuasa, tetapi hanya melarang berlebih-lebihan dalam pelaksanaannya saja.
Sedangkan bersiwak adalah boleh, tetapi setelah zawal (matahari condong ke
barat) kadar makruhnya diperselisihkan, ada dua pendapat dalam masalah ini
dan keduanya diriwayatkan dari Imam Ahmad, namun belum ada dalil syar'i yang
menunjukkan makruhnya, yang dapat menggugurkan keumuman dalil bolehnya
bersiwak.
Mencicipi makanan hukumnya makruh jika tanpa keperluan yang memaksa, tapi
tidak membatalkan puasa. Adapun jika memang sangat perlu, maka hal itu
bagaikan berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun mengenai hukum muntah-muntah, jika memang disengaja dan dibikin-bikin
maka batal puasanya, tetapi jika datang dengan sendirinya tidak membatalkan.
Sedangkan memakai minyak rambut jelas tidak membatalkan puasa.
Mengenai hukum keluar darah yang tak dapat dihindari seperti darah
istihadhah, luka-luka, mimisan (keluar darah dari hidung) dan lain
sebagainya adalah tidak membatalkan puasa, tetapi keluarnya darah haid dan
nifas membatalkan puasa sesuai dengan kesepakatan para ulama.
Adapun mengenakan celak (sipat mata) yang tembus sampai ke otak, maka Imam
Ahmad dan Malik berpendapat: Hal itu membatalkan puasa, tetapi Imam Abu
Hanifah dan Syafi'i berpendapat: hal itu tidak membatalkan. (Lihat Majmu'
Fataawaa, oleh Ibnu Taimiyah, 25/266-267. Wallahu A 'lam.
Ibnu Taimiyah menambahkan dalam "Al-Ikhtiyaaraat": "Puasa seseorang tidak
batal sebab mengenakan celak, injeksi (suntik), zat cair yang diteteskan di
saluran air kencing, mengobati luka-luka yang tembus sampai ke otak dan luka
tikaman yang tembus ke dalam rongga tubuh. Ini adalah pendapat sebagian
ulama. (Lihat Al Ikhtiyaraatul Fiqhiyah, hlm. 108) Wallahu A 'lam ':

C. SEBAGIAN FATWA SYAIKH ABDURRAHIMAN NASIR ASSA'DI
Beliau ditanya tentang orang yang meninggal sebelum melunasi puasa wajibnya,
bagaimana hukumnya?
Jawaban beliau: "Jika ia meninggal sebelum membayar puasa wajibnya, seperti
orang yang meninggal dalam keadaan berhutang puasa Ramadhan, kemudian
diberikan kepadanya kesehatan, namun dia belum sempat menunaikannya, maka
waijb baginya memberi makan kepada satu orang miskin setiap hari sesuai
dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan. Menurut Ibnu Taimiyah, jika puasanya
diwakili maka sah hukumnya, hal ini kuat sumber hukumnya.
Kondisi kedua: Ia meninggal sebelum dapat nenunaikan tanggungan hutangnya
seperti sakit di bulan Ramadhan dan mati di pertengahannya, sedangkan ia
tidak berpuasa karena sakit tersebut atau bahkan sakitnya berlangsung terus
hingga ajalnya tiba. Hal ini tidak menjadikannya wajib membayar kaffarah
meskipun kematiannya setelah rentang waktu yang cukup lama, karena ia tidak
gegabah dan melalaikannya, demikian pula ia tidak meninggalkannya kecuali
adanya udzur syar'i. (Lihat Al Irsyaadu Ilaa Ma'rifatil Ahkaam, hlm. 85-86.)
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa meninggal dunia sedangkan in punya ranggungan puasa, maka
walinya boleh berpuasa menggantikannya. "(Muttafaq 'Alaih).
Hadits ini menunjukkan anjuran berpuasa kepada orang yang masih hidup untuk
si mayit, dan bahwasanya jika seseorang meninggal dalam keadaan memiliki
hutang puasa, maka boleh digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi berkomentar: "Para ulama berbeda pendapat tentang mayit yang
memiliki tanggungan puasa wajib; seperti puasa Ramadhan, qadha' dan nadzar
ataupun yang lain. Apakah wajib diqadha untuknya?
Dalam masalah ini Imam Syafi'i memiliki dua pendapat, yang terpopuler
adalah, Tidak wajib diganti puasanya, sebab puasa pengganti untuk si mayit
pada asalnya tidak sah. Adapun pendapat kedua, 'Disunnahkan bagi walinya
untuk berpuasa sebagai pengganti bagi si mayit, hingga si mayit terbebas
dari tanggungannya dan tidak usah membayar kaffarah (memberi makan orang
miskin sesuai dengan bilangan puasa yang ditinggalkannya). Pendapat inilah
yang benar dan terbaik menurut keyakinan kami. Dan pendapat inipun
dibenarkan oleh para penelaah madzhab kami -yang menghimpun dan menyatukan
disiplin ilmu fiqh dan hadits- berdasarkan hadits-hadits shahih diatas.
(Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 158.) Wallahu A 'lam. "

D. BEBERAPA FATWA ULAMA NEJED (ARAB SAUDI)
Syaikh Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai mulai kapan seorang
anak yang menginjak dewasa diperintah melakukan ibadah puasa?
Beliau menjawab: "Anak yang belum dewasa jika ia mampu berpuasa maka pantas
diperintah melaksanakannya, dan bila meninggalkannya diberi hukuman.
Syaikh Hamd bin Atiq ditanya tentang seorang wanita yang mendapati darah
sebelum terbenam matahari, apakah puasanya dinyatakan sah?
Beliau menj awab : "Puasanya tidak sempurna pada hari itu."
Syaikh Abdulah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai orang yang makan
(berbuka) di bulan Ramadhan, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Orang yang makan di siang hari bulan Ramadhan atau minum
harus diberi pelajaran (dengan hukuman) supaya jera."
Syaikh Abdullah Ababathin ditanya tentang orang yang berpuasa mendapatkan
aroma sesuatu, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Semua aroma yang tercium oleh orang yang sedang
menunaikan ibadah puasa tidak membatalkan puasanya kecuali bau rokok, jika
ia menciumnya dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok masuk ke hidungnya tanpa disengaja tidak membatalkan,
sebab amat sulit untuk menghindarinya. Wallahu A'lam"
Semoga sbalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, segenap keluarga dan sababatnya, amin.


BAB 33
ZAKAT FITRAH
============
Diantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah :
1. Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
2. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia
berkata :
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi
orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang
dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut)
ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya) " (Muttafaq
'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam
tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg) dari bahan makanan yang berlaku
umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa
makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam.
Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi
fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum shalat 'Id,
boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan
mengeluaran zakat fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu Abbas radhiallahu
'anhu :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah
sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan
sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya
diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka ia
adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria
Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya(*),(*)'''
Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan bahwa zakat fithrah
adalah dari limajenis makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan inilah pendapat
jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud
adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang melarang
mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi
shallallahu alaihi wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya
dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai
makanan tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan
zakat fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok manusia) memberikan jatah
seseorang, demikian pula seseorang boleh memberikan jatah orang banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin atau
wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya matahari pada malam
'Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat kesulitan (tidak memiliki sisa
makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka
dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia mengalaminya seusai
terbenam matahari, maka ia wajib membayarkannya (sebab ia belum terlepas
dari tanggungan membayar fitrah).


BAB 34
HIKMAH DISYARI'ATKANNYA ZAKAT FITRAH
====================================
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang
baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-l\lya.
b. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik
kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk
beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah
nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa
kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil
Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
d. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang
melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula sebagai
salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya Allah terimalah shalat• kami, zakat dan puasa kami serta segala bentuk
ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi Muhammad, segenap
keluarga dan sahabatnya. Amin.


BAB 35
HARI RAYA
=========
Hari raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan
kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila
mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya
dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan
anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan. " (Yunus: 58).
Sebagian orang bijak berujar: "Tiada seorang pun yang bergembira dengan
selain Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang
lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang
yang berakal merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum Anshar
memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik,
(yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i dengan sanad
hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari Raya adalah
sunnah dan disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas hari Raya tersebut
secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak
diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi
tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya dengan
berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan adalah
tidak dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai dengan yang disyari'atkan bagi
mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan
hiburan, permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi hari Raya adalah
untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya
Allah gantikan bagi umat ini dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan
dan permainan dengan dua buah Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan
ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang selalu
datang setiap minggu dan dua hari Raya yang masing-masing datang sekali
dalam setiap tahun.
Adapun hari Raya yang selalu datang tiap minggu adalah hari Jum'at, ia
merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai pelengkap (penyempurna)
bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama agama islam setelah
dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu setahun kecuali
sekali adalah:
1. 'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini terselenggara sebagai
pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas Islam keempat.
Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka berhak
mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka, sebab puasa
Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada akhirnya terbebas
dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan berbagai dosanya ia
semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan bagi mereka hari Raya
setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir dan
bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan sedekah pada hari
Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang yang berpuasa
diberi ganjaran
puasanya, dan setelah hari Raya tersebut mereka mendapatkan ampunan.
2. 'Idul Adha Oiari Raya Kurban), ia lebih agung dan utama daripada 'Idul
Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna ibadah haji yang
merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan ibadah
hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan
saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi,
di saat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya berupa ganjaran
dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 255-258)


BAB 36
PETUNJUK NABI DI HARI RAYA
==========================
Pada saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil tiga,
lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi pada 'Idul
Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu
baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki
kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan
shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang
kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman :
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah terbit matahari, dan
dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id terlebihdahulu baru
berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at• Pada rakaat pertama beliau
bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti
sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu
yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiallahu
'anhu, ia berkata: "Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala serta
membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap
bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat
Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama serta surat "Al-Qamar" di raka'at
kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat "Al-A'la" pada raka'at pertama dan
"Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku'
dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah dan
surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap
duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi
wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal sangat
bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan pulang (dari
shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya
dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari
berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua
raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya.
" (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at, demikian pula
mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum
atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga
selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan
segenap sahabatnya.

BAB 37
KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
=========================================
Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan
(puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa
selama satu tahun . (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu
'alaihi wasalllam bersabda:
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan,
sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan
(puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh."
Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan
Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar)
(Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan
Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap hasanah
(tebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung
dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya :
1. Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan
penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi
sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti
perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan
perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu
yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan,
maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan,
karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia
menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang
bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah kebaikan yang ada
sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian
melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas
terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu
diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang
pertama.
4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka- dapat mendatangkan
maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan
mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari
pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan
bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih
agung dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas
pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan
berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan
perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan
dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali
melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang
yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah
Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya
yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl: 92)
5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang
dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan
Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih
hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali
dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah
lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan
berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa
Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali
melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa
setelah 'Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia
tidak merasa bosam dan berat apalagi benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam
ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak
bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di
bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan
sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai
membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses pembebasan
dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam hari
puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan puasa Ramadhan dan
mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut
menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) "
(Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah
yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala
pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu
mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap dari
kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah satu faktor yang
mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya
doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya
pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga
tercurahkan selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.

BAB 38
RAHASIA PUASA
=============
Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia
pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak,
dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan kita
peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa
sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima
rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan
kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.
a.Menguatkan Jiwa.
Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi oleh hawa
nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang menjadi keinginannya
meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta
merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk memerangi
hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh
nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang
bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan,
malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan
hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt sebagai
Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada
kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam
firman-Nya yang artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya
yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan
memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini
akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala
do’anya dikabulkan oleh Allah Swt, Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang yang berpuasa
hingga berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi (HR.
Tirmidzi).
b.Mendidik Kemauan.
Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam
kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai
kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan
keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar.
Karena itu, Rasulullah Saw menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran.
Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim
semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang tidak akan
lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang
sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak
akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat sulit.
c.Menyehatkan Badan.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar juga akan
memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya
dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para
dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu
meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut
memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk
sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi
perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan,
sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.
d.. Mengenal Nilai Kenikmatan.
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang Allah
berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai
mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua, dapat
dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah seterusnya.
Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang diperolehnya
sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang yang
memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang
kita peroleh.
Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi
tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi juga disuruh merasakan
langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita. Hal
ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah terasa
betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita berbuka puasa, terasa
betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau
seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik kita
untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah berikan agar kita
selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti
kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil.
Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi
jumlah atau paling tidak dari segi rasanya, Allah berfirman yang artinya:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS 14:7).
e.Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain.
Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana
beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan
haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam,
sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini,
semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita
kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini
masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau
Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang terjadi di
berbagai belahan dunia lainnya seperti di Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina
dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan
berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian
setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang
menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin
dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan
demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti
gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui (QS 9:103).

BAB 39
SAMBUT DENGAN GEMBIRA
=====================
Karena rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat penting bagi kita, maka
sudah sepantasnyalah kalau kita harus menyambut kedatangan Ramadhan tahun
ini dengan penuh rasa gembira sehingga kegembiraan kita ini akan membuat
kita bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan ringan meskipun
sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.
Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan Ramadhan harus kita tunjukkan
dengan berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan Ramadhan tahun sebagai
momentum untuk mentarbiyyah (mendidik) diri, keluarga dan masyarakat kearah
pengokohan atau pemantapan taqwa kepada Allah Swt, sesuatu yang memang amat
kita perlukan bagi upaya meraih keberkahan dari Allah Swt bagi bangsa kita
yang hingga kini masih menghadapi berbagai macam persoalan besar. Kita tentu
harus prihatin akan kondisi bangsa kita yang sedang mengalami krisis, krisis
yang seharusnya diatasi dengan memantapkan iman dan taqwa, tapi
malah dengan menggunakan cara sendiri-sendiri yang akhirnya malah memicu
pertentangan dan perpecahan yang justeru menjauhkan kita dari rahmat dan
keberkahan dari Allah Swt.

Thanks for reading & sharing Sidikalang Sidiangkat

Previous
« Prev Post

0 Comments:

Post a Comment

Slide Rekomendasi Artike Blogger

Facebook

FOLLOW US @ INSTAGRAM

 Mengenang Pejuang Vetran Sumut Alm Kapten Basir Angkat
Rajbani Fundation. Powered by Blogger.

Tags

Contact Form

Name

Email *

Message *

Followers

About

Valid XHTML 1.0 Transitional

< Text Back Links Exchange
Free Apple TM ani MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com

Recent Posts