Dimedia waspada hari ini memuat tajuk yang sangat mengiris hati,Plt. Gubernur Sumatera utara menandatangani otonomi daerah dengan terpaksa menandatangani otonomi daerah, yakni Propinsi Sumatera Selatan, Propinsi Nias, Dan Yang kontraversi dan memalukan POrTap selanjutnya nasution menulis dalam artikelnya Sang PLt mengucurkan air mata saat menandatangani Otonomisasi tersebut. Sangat-sangat di sayangkan seorang gatot Pujonegoro melaksanakan tugas negara dengan label ada unsur terpaksa dan air mata buaya. bahwa sesungguhnya Otonomisasi adalah sebuah strategi kristenisasi untuk menggolkan keterwakilan mereka untuk mengusung capres RI 1 dimasa depan . Dengan perhitungan statistik per wilayah maka dengan otonomi jelas ada perubahan sinifikan pertumbuhan mereka yang tadinya minoritas menjadi mayoritas bila propinsi propinsi baru terbentuk. perlu diperdebatkan lagi. Kemudian adalah suatu kezoliman bila kecendrungan otomomi yang merugikan dan menimbulkan kemudratan terus dipaksakan dengan ambisi-ambisi politik sesaat, padahal sby menyatakan adanya kajian ulang atas otonomisasi tersebut, namun kenyataannya tidak demikian. bagaimana komenetar anda tentang permasalahan tersebut?
Marhaban Ya Ramadhan
May 14, 2011
New Google SEO
Bandung, Indonesia
Diantara sekian banyak ulama-ulama pengarang kitab kuning, ada beberapa ulama yang berasal dari luar jazirah Arab.
Syeh Nawawi merupakan salah satu contohnya. Walaupun beliau merupakan orang Jawa, tetapi itu bukan merupakan halangan baginya untuk berkarya mengarang kitab. Di pesantren-pesantren Indonesia banyak kitab-kitab Syeh Nawawi yang dijadikan kurikulum pelajaran.
Produktivitas Syeh Nawawi ini membuktikan bahwa beliau adalah sosok yang memiliki keilmuan yang tinggi, yang sangat disegani di masanya. Bagaimana tidak, seorang ’ajam (sebutan bagi orang non arab) mampu tampil sebagai pengajar di Masjidil Haram Makkah. Kealiman Syeh Nawawi terkenal sampai Mesir dan Syiria.
Syeh Nawawi yang lahir pada tahun 1813 M. di Banten, hidup pada masa-masa keruntuhan kesultanan Banten. Meskipun beliau memiliki darah bangsawan dan silsilahnya sampai ke sunan gunung jati, tetapi itu tidak menghalangi keinginannya menimba ilmu-ilmu agama. Dengan alasan tersebut, Nawawi kecil sudah berani memburu ilmu ke pesantren-pesantren di Jawa Barat. Karena situasi pada waktu itu tidak kondusif, Nawawi muda memilih berangkat ke Mekkah untuk belajar sekaligus menunaikan rukun islam yang kelima.
Di Mekkah beliau belajar pada ulama di masjidil haram selama kurang lebih tiga tahun, setelah itu kembali lagi ke tanah air pada tahun 1830 M. Kepulangannya ini dengan tujuan menyebarkan pengetahuan Islam yang diperoleh dari tanah suci. Bertahun-tahun beliau berdakwah melalui pesantren peninggalan ayahnya. Pada tahun 1855 M. Syeh Nawawi memutuskan kembali lagi ke Mekkah karena tidak puas berdamai dengan imperalis Belanda yang selalu menekannya.
Pada periode keduanya belajar di Mekkah, mula-mula beliau belajar pada ulama-ulama asal Indonesia yang ada di Mekkah. Seperti Syeh Khotib Sambas asal Sambas Kalimantan Barat dan Syeh Abdul Ghoni asal Bima. Setelah mendapat bimbingan dari para seniornya, beliau berguru kepada ulama-ulama besar di Makkah pada waktu itu. Tercatat guru-guru beliau diantaranya; Ahmad Zaini Dahlan yang menjadi Syeh Masjidil Haram, Ahmad Dimyati Yusuf Sumbu Laweri, Abdul Hamid al Daghotani dan Nahrowi dari Mesir. Beliau juga belajar pada Muhammad Khotib Hambali, seorang ulama Madinah.
Setelah berguru pada ulama-ulama Hijaz, beliau mulai aktif mengajar di Masjidil Haram. Selama mengajar beliau dikenal sebagai seorang guru yang simpatis-komunikatif, mudah dipahami penjelasannya. Banyak murid-murid beliau di tahun-tahun berikutnya yang berasal dari Indonesia yang berguru padanya. Syeh Nawawi dan Syeh Ahmad Khotib Minangkabau merupakan ulama-ulama populer pada masa itu, tercatat dari mereka berdualah lahir generasi-generasi cendekiawan pemimpin gerakan Islam pada awal abad 20. Seperti; KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU), KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Thohir Jamaluddin (tokoh gerakan Islam di Semenanjung dan Singapura), Abdul Karim Amrullah (tokoh pemimpin pemberontakan di Cilegon pada tahun 1888 M.), KH. Kholil (Bangkalan Madura), KH. Asy’ari (Bawean Jatim) yang kemudian dinikahkan dengan putri Syeh Nawawi yang bernama Maryam, KH. Tb. Asnawi (Caringin Banten), KH. Ilyas (Kragean Baten), KH. Najihun (Tanggerang) dan masih banyak lagi murid beliau yang berasal dari Indonesia.
Tidak saja mengajar, beliau juga produktif mengarang kitab di berbagai bidang ilmu. Ada sekitar sembilan puluh sembilan kitab karya Syeh Nawawi, bahkan ada yang mengatakan berjumlah 115 judul. Di antaranya adalah Tausyeh Ibnu Qosim, Nihayah Zein, Tafsir Munir, dan karya-karya yang lain. Sampai-sampai pada akhir hayatnya beliau sedang dalam proses penyelesaian penulisan kitab Syarah Minhaju al tholibin karya Yahya Bin Syaraf al Nawawi.
Melalui karya-karyanya ini, beliau banyak mendapatkan ragam penghormatan, misalnya Sayyid Ulama al Hijaz, Imam Ulama al Haromain, fuqoha, Hukama al Mutaakhirin dan namanya masyhur sampai ke Syiria dan Mesir. Sehingga beliau termasuk ulama besar abad XIV H/XIX M. Kealiman dan kebesaran Syeh Nawawi tercium oleh universitas al Azhar Mesir. Beliau diundang ke al Azhar untuk menghadiri sebuah diskusi panel dan kuliah pada sarjana-sarjana al Azhar.
Diantara karya beliau adalah kitab tafsir Marah al Labid atau lebih dikenal dengan Tafsir Munir. Pada zamannya, hanya ada dua ahli tafsir. Selain beliau, mufassir lainnya adalah Muhammad Abduh (w.1905 M.) seorang tokoh pembaharu Islam di Mesir. Berbeda dengan Abduh yang lebih banyak mengadopsi pemikiran-pemikiran Mu’tazilah, Syeh Nawawi lebih diwarnai pemikiran ulama sunni pada abad pertengahan seperti Ibnu Umar Katsir al Durair (lahir 1300 M.), Jalaluddin Mahali (w. 856/1460 M.), Jalaluddin al Suyuthi (w.911 H/1505 M.).
Perbedaan yang paling urgen adalah Abduh lebih mengembangkan kekuatan analisisnya. Sedangkan Syeh Nawawi lebih bersandar pada al Quran, Hadis, pendapat para sahabat dan ulama salaf. Kalau diibaratkan, Syeh Nawawi adalah al Ghozalinya tanah Jawa. Sedangkan Abduh ibarat Ibnu Rusydi yang lebih mengedepankan akal dari pada wahyu.
Di dalam bermadzhab beliau adalah Syafi’iyyah tulen, terbukti dengan karangan-karangannya dibidang fiqih yang rata-rata merupakan komentar atau ulasan kitab-kitab ulama Syafi’iyyah. Sedangkan dalam bidang teologi, Syeh Nawawi memilih ajaran Ahlussunnah wal jamaah sebagai landasan pemikirannya. Lalu dalam bidang akhlaq beliau merupakan penganut sufisme al Ghazali.
Syeh Nawawi termasuk salah satu tokoh Indonesia yang diabadikan dalam kamus Munjid bersama Soekarno. Intelektualitasnya yang bertaraf internasional, konon membuatnya sampai ”dideportase” dari tanah Haromain karena kecemburuan ulama setempat atas prestasi dan karir akademisnya sebagai pengajar di Masjidil Haram.
Kepulangan beliau ke tanah Jawa, ternyata kondisi pendidikan di Haromain (Makkah-Madinah) membuat resah penguasa (imam) yang saat itu dipegang Syeh ‘Ainurrofiq. Atas desakan para pelajar di Haromain yang menghendaki Syeh Nawawi diperbolehkan mengajar kembali, sang imampun memanggil kembali Syeh Nawawi dengan syarat dia mampu menjawab pertanyaan yang dirumuskan para ulama Haromain.
Menurut cerita Syeh Muslih al Maradi, murid Syeh Yasin al Fadani bahwa Syeh Nawawi harus menjawab pertanyaan seputar gramatikal dan leksikal dari kata la siyama. Akhirnya pertanyaan tersebut dibalas oleh Syeh Nawawi dengan lima belas halaman untuk menjelaskannya. Sejak itu, beliau kembali mengajar di Masjidil Haram dalam kuliah madzhab Syafi’i dan mulai dari sini, kepopuleran Syeh Nawawi al Bantani semakin meroket. Beliau dianggap pionner madzhab Syafi’i yang disegani di dunia pada masa itu.
Syeh Nawawi al Bantani adalah contoh sekaligus bukti bahwa ulama Islam ’pinggiran’—seperti Indonesia—sebetulnya mampu dan tidak terlalu ketinggalan secara intelektual dari ulama-ulama negara Islam lainnya.
Aktifitasnya dibidang keilmuan dijalani hingga akhir hayatnya, tepatnya pada tanggal 25 Syawwal 1314 H./1897 M. di kampung Syi’ib Ali Makkah, Syeh Nawawi berpulang ke rahmatullah dan dikebumikan di Ma’la, berdekatan dengan maqbarah Ibnu Hajar dan Asma’ binti Abu Bakar Ra. Marhaban Ya Ramadhan May 12, 2011 New Google SEO Bandung, Indonesia
PENDIDIKAN DAN ILMU KEISLAMAN
I. Pendahuluan
Pendidikan sebagai sistim pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial, budaya agama dan politik. Pada arus global kita sementara berhadapan dengan globalisasi, peniadaan sekat-sekat idiologis politis, budaya dan sebagainya. Selain itu kita menyaksikan pesona peradaban yang disatukan oleh corak budaya yang sama, ekonomi yang sama, bahkan substansi kehidupan yang nyaris sama.
Perkembangan tekhnologi dan informasi diera globalisasi menjadikan belahan dunia semakin sempit akses dan limit waktu yang relative singkat itulah sebabnya tugas dan tanggung jawab kita adalah bagaimana dapat memecahkan berbagai masalah yang berkembang diera globalisasi ini melalui pendidikan.
Oleh karena itu kitapun memiliki agenda masa depan untuk membuat tatanan internal baru dalam tubuh bangsa Indonesia khususnya di kabupaten Dairi tercinta. Reformasi adalah suatu keharusan dalam memperbaiki apa yang sudah ada dalam memperbaiki kesalahan yang kita lakukan selama ini.
Pendidikan senantiasa diposisikan sebagai alat untuk memecahkan masalah bangsa selama ini sesungguhnya kita tidak terlalu banyak berbuat dan apa yang dihasilkan oleh pendidikan sebagai alat untuk mengatasinya, mengapa demikian? Sebab untuk mengarahkan pendidikan yang dapat mengatasi masalah bangsa selama ini maka diperlukan produk pendidikan yang bukan otoritarianisme, melainkan pendidikan yang dibangun pada budaya islami .
II. Pembahasan
Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan Islam, terlebih dahulu membahas apa itu pendidikan? Menurut M.J. Langeveld ; "Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan [Kartini Kartono, 1997:11]. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama [Ahmad D. Marimba, 1978:20]. Demikian dua pengertian pendidikan dari sekian banyak pengertian yang diketahui.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 2 Tahun 1989, "pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Sedangkan, "pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk mengalihkan [melimpahkan] pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah [Zuhairin, 1985:2].
Para ahli Filsafat Pendidikan, menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat, sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya, "apakah manusia dilihat sebagai kesatuan badan dan jasmani; badan, jiwa dan roh, atau jasmani dan rohani? Apakah manusia pada hakekatnya dianggap memiliki kemampuan bawaan [innate] yang menentukan perkembangannya dalam lingkungannya, atau lingkungannyalah yang menentukan [domain] dalam perkembangan manusia? Bagimanakah kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia? Apakah manusia dianggap hanya hidup sekali di dunia ini, ataukah hidup lagi di hari kemudian [akhirat]? Demikian beberapa pertanyaan filosofis" yang diajukan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, memerlukan jawaban yang menentukan pandangan terhadap hakekat dan tujuan pendidikan, dan dari sini juga sebagai pangkal perbedaan rumusan pendidikan atau timbulnya aliran-aliran pendidikan
seperti; pendidikan Islam, Liberal, progresif atau pragmatis, komunis, demokratis, dan lain-lain. Dengan demikian, terdapat keaneka ragaman pendangan tentang pendidikan. Tetapi, "dalam keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik persamaan tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu proses; karena dengan proses itu seseorang [dewasa] secara sengaja mengarahkan pertumbuhan atau perkembangan seseorang [yang belum dewasa]. Proses adalah kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Maka, dengan pengertian atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya berlaku pada manusia tidak pada hewan" [Anwar Jasin, 1985:2].
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam [Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986:2], atau menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah [Abdurrahman an-Nahlawi, 1995:26].
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transper of knowledge" ataupun "transper of training", ....tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan [Roihan Achwan, 1991:50]. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits [Anwar Jasin, 1985:2].
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata [pendidikan intelek, kecerdasan], melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. ...Maka,..pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan [eksistensi] manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif" [M.Rusli Karim, 1991:29-32].
Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain: Pertama, konsep Islam tentang manusia, khususunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30].
Selain itu, dalam al-Qur'an banyak dijumpai ayat-ayat yang menggambarkan sifat-sifat hakiki manusia yang mempunyai implikasi baik terhadap tujuan maupun cara pengarahan perkembangannya. Misalnya saja: tentang tanggung jawab, bahwa manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi juga potensi untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan sesuai dengan tingkat kemampuan daya pikul seseorang menurut kodrat atau fitrah-nya [pada al-Mu'minun:115 dan al-Baqrah:286]. Selain itu juga manusia pada hakekat dan menurut kejadiannya bersedia dan sanggup memikul amanah [pada al-Ahzab : 72]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu".
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarahkan dengan sengaja segala potensi yang ada pada seseorang seoptimal mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik. Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembangan. Potensi manusia yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik. Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak manusia haruslah secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan. Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungannya.
III. Penutup
Demikianlah pemaparan makalah singkat ini, Senantiasa kita bahu membahu dalam rangka mengembangkan dan memajukan pendidikan islam dimanapun kita berada khususnya bagi mahasiswa STAIS AD Dairi, harapan masyarakat akan pengabdiannya selama masa KKN dan setelah menyandang kesarjanaannya. (RAA) Marhaban Ya Ramadhan May 11, 2011 New Google SEO Bandung, Indonesia
I. Pendahuluan
Pendidikan sebagai sistim pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial, budaya agama dan politik. Pada arus global kita sementara berhadapan dengan globalisasi, peniadaan sekat-sekat idiologis politis, budaya dan sebagainya. Selain itu kita menyaksikan pesona peradaban yang disatukan oleh corak budaya yang sama, ekonomi yang sama, bahkan substansi kehidupan yang nyaris sama.
Perkembangan tekhnologi dan informasi diera globalisasi menjadikan belahan dunia semakin sempit akses dan limit waktu yang relative singkat itulah sebabnya tugas dan tanggung jawab kita adalah bagaimana dapat memecahkan berbagai masalah yang berkembang diera globalisasi ini melalui pendidikan.
Oleh karena itu kitapun memiliki agenda masa depan untuk membuat tatanan internal baru dalam tubuh bangsa Indonesia khususnya di kabupaten Dairi tercinta. Reformasi adalah suatu keharusan dalam memperbaiki apa yang sudah ada dalam memperbaiki kesalahan yang kita lakukan selama ini.
Pendidikan senantiasa diposisikan sebagai alat untuk memecahkan masalah bangsa selama ini sesungguhnya kita tidak terlalu banyak berbuat dan apa yang dihasilkan oleh pendidikan sebagai alat untuk mengatasinya, mengapa demikian? Sebab untuk mengarahkan pendidikan yang dapat mengatasi masalah bangsa selama ini maka diperlukan produk pendidikan yang bukan otoritarianisme, melainkan pendidikan yang dibangun pada budaya islami .
II. Pembahasan
Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan Islam, terlebih dahulu membahas apa itu pendidikan? Menurut M.J. Langeveld ; "Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan [Kartini Kartono, 1997:11]. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama [Ahmad D. Marimba, 1978:20]. Demikian dua pengertian pendidikan dari sekian banyak pengertian yang diketahui.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 2 Tahun 1989, "pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Sedangkan, "pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk mengalihkan [melimpahkan] pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah [Zuhairin, 1985:2].
Para ahli Filsafat Pendidikan, menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat, sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya, "apakah manusia dilihat sebagai kesatuan badan dan jasmani; badan, jiwa dan roh, atau jasmani dan rohani? Apakah manusia pada hakekatnya dianggap memiliki kemampuan bawaan [innate] yang menentukan perkembangannya dalam lingkungannya, atau lingkungannyalah yang menentukan [domain] dalam perkembangan manusia? Bagimanakah kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia? Apakah manusia dianggap hanya hidup sekali di dunia ini, ataukah hidup lagi di hari kemudian [akhirat]? Demikian beberapa pertanyaan filosofis" yang diajukan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, memerlukan jawaban yang menentukan pandangan terhadap hakekat dan tujuan pendidikan, dan dari sini juga sebagai pangkal perbedaan rumusan pendidikan atau timbulnya aliran-aliran pendidikan
seperti; pendidikan Islam, Liberal, progresif atau pragmatis, komunis, demokratis, dan lain-lain. Dengan demikian, terdapat keaneka ragaman pendangan tentang pendidikan. Tetapi, "dalam keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik persamaan tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu proses; karena dengan proses itu seseorang [dewasa] secara sengaja mengarahkan pertumbuhan atau perkembangan seseorang [yang belum dewasa]. Proses adalah kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Maka, dengan pengertian atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya berlaku pada manusia tidak pada hewan" [Anwar Jasin, 1985:2].
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam [Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986:2], atau menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah [Abdurrahman an-Nahlawi, 1995:26].
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transper of knowledge" ataupun "transper of training", ....tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan [Roihan Achwan, 1991:50]. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits [Anwar Jasin, 1985:2].
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata [pendidikan intelek, kecerdasan], melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. ...Maka,..pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan [eksistensi] manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif" [M.Rusli Karim, 1991:29-32].
Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain: Pertama, konsep Islam tentang manusia, khususunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30].
Selain itu, dalam al-Qur'an banyak dijumpai ayat-ayat yang menggambarkan sifat-sifat hakiki manusia yang mempunyai implikasi baik terhadap tujuan maupun cara pengarahan perkembangannya. Misalnya saja: tentang tanggung jawab, bahwa manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi juga potensi untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan sesuai dengan tingkat kemampuan daya pikul seseorang menurut kodrat atau fitrah-nya [pada al-Mu'minun:115 dan al-Baqrah:286]. Selain itu juga manusia pada hakekat dan menurut kejadiannya bersedia dan sanggup memikul amanah [pada al-Ahzab : 72]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu".
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarahkan dengan sengaja segala potensi yang ada pada seseorang seoptimal mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik. Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembangan. Potensi manusia yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik. Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak manusia haruslah secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan. Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungannya.
III. Penutup
Demikianlah pemaparan makalah singkat ini, Senantiasa kita bahu membahu dalam rangka mengembangkan dan memajukan pendidikan islam dimanapun kita berada khususnya bagi mahasiswa STAIS AD Dairi, harapan masyarakat akan pengabdiannya selama masa KKN dan setelah menyandang kesarjanaannya. (RAA) Marhaban Ya Ramadhan May 11, 2011 New Google SEO Bandung, Indonesia
PENDIDIKAN DAN ILMU KEISLAMAN
I. Pendahuluan
Pendidikan sebagai sistim pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial, budaya agama dan politik. Pada arus global kita sementara berhadapan dengan globalisasi, peniadaan sekat-sekat idiologis politis, budaya dan sebagainya. Selain itu kita menyaksikan pesona peradaban yang disatukan oleh corak budaya yang sama, ekonomi yang sama, bahkan substansi kehidupan yang nyaris sama.
Perkembangan tekhnologi dan informasi diera globalisasi menjadikan belahan dunia semakin sempit akses dan limit waktu yang relative singkat itulah sebabnya tugas dan tanggung jawab kita adalah bagaimana dapat memecahkan berbagai masalah yang berkembang diera globalisasi ini melalui pendidikan.
Oleh karena itu kitapun memiliki agenda masa depan untuk membuat tatanan internal baru dalam tubuh bangsa Indonesia khususnya di kabupaten Dairi tercinta. Reformasi adalah suatu keharusan dalam memperbaiki apa yang sudah ada dalam memperbaiki kesalahan yang kita lakukan selama ini.
Pendidikan senantiasa diposisikan sebagai alat untuk memecahkan masalah bangsa selama ini sesungguhnya kita tidak terlalu banyak berbuat dan apa yang dihasilkan oleh pendidikan sebagai alat untuk mengatasinya, mengapa demikian? Sebab untuk mengarahkan pendidikan yang dapat mengatasi masalah bangsa selama ini maka diperlukan produk pendidikan yang bukan otoritarianisme, melainkan pendidikan yang dibangun pada budaya islami .
II. Pembahasan
Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan Islam, terlebih dahulu membahas apa itu pendidikan? Menurut M.J. Langeveld ; "Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan [Kartini Kartono, 1997:11]. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama [Ahmad D. Marimba, 1978:20]. Demikian dua pengertian pendidikan dari sekian banyak pengertian yang diketahui.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 2 Tahun 1989, "pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Sedangkan, "pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk mengalihkan [melimpahkan] pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah [Zuhairin, 1985:2].
Para ahli Filsafat Pendidikan, menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat, sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya, "apakah manusia dilihat sebagai kesatuan badan dan jasmani; badan, jiwa dan roh, atau jasmani dan rohani? Apakah manusia pada hakekatnya dianggap memiliki kemampuan bawaan [innate] yang menentukan perkembangannya dalam lingkungannya, atau lingkungannyalah yang menentukan [domain] dalam perkembangan manusia? Bagimanakah kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia? Apakah manusia dianggap hanya hidup sekali di dunia ini, ataukah hidup lagi di hari kemudian [akhirat]? Demikian beberapa pertanyaan filosofis" yang diajukan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, memerlukan jawaban yang menentukan pandangan terhadap hakekat dan tujuan pendidikan, dan dari sini juga sebagai pangkal perbedaan rumusan pendidikan atau timbulnya aliran-aliran pendidikan
seperti; pendidikan Islam, Liberal, progresif atau pragmatis, komunis, demokratis, dan lain-lain. Dengan demikian, terdapat keaneka ragaman pendangan tentang pendidikan. Tetapi, "dalam keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik persamaan tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu proses; karena dengan proses itu seseorang [dewasa] secara sengaja mengarahkan pertumbuhan atau perkembangan seseorang [yang belum dewasa]. Proses adalah kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Maka, dengan pengertian atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya berlaku pada manusia tidak pada hewan" [Anwar Jasin, 1985:2].
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam [Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986:2], atau menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah [Abdurrahman an-Nahlawi, 1995:26].
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transper of knowledge" ataupun "transper of training", ....tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan [Roihan Achwan, 1991:50]. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits [Anwar Jasin, 1985:2].
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata [pendidikan intelek, kecerdasan], melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. ...Maka,..pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan [eksistensi] manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif" [M.Rusli Karim, 1991:29-32].
Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain: Pertama, konsep Islam tentang manusia, khususunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30].
Selain itu, dalam al-Qur'an banyak dijumpai ayat-ayat yang menggambarkan sifat-sifat hakiki manusia yang mempunyai implikasi baik terhadap tujuan maupun cara pengarahan perkembangannya. Misalnya saja: tentang tanggung jawab, bahwa manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi juga potensi untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan sesuai dengan tingkat kemampuan daya pikul seseorang menurut kodrat atau fitrah-nya [pada al-Mu'minun:115 dan al-Baqrah:286]. Selain itu juga manusia pada hakekat dan menurut kejadiannya bersedia dan sanggup memikul amanah [pada al-Ahzab : 72]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu".
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarahkan dengan sengaja segala potensi yang ada pada seseorang seoptimal mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik. Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembangan. Potensi manusia yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik. Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak manusia haruslah secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan. Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungannya.
III. Penutup
Demikianlah pemaparan makalah singkat ini, Senantiasa kita bahu membahu dalam rangka mengembangkan dan memajukan pendidikan islam dimanapun kita berada khususnya bagi mahasiswa STAIS AD Dairi, harapan masyarakat akan pengabdiannya selama masa KKN dan setelah menyandang kesarjanaannya. (RAA) Marhaban Ya Ramadhan May 11, 2011 New Google SEO Bandung, Indonesia
I. Pendahuluan
Pendidikan sebagai sistim pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial, budaya agama dan politik. Pada arus global kita sementara berhadapan dengan globalisasi, peniadaan sekat-sekat idiologis politis, budaya dan sebagainya. Selain itu kita menyaksikan pesona peradaban yang disatukan oleh corak budaya yang sama, ekonomi yang sama, bahkan substansi kehidupan yang nyaris sama.
Perkembangan tekhnologi dan informasi diera globalisasi menjadikan belahan dunia semakin sempit akses dan limit waktu yang relative singkat itulah sebabnya tugas dan tanggung jawab kita adalah bagaimana dapat memecahkan berbagai masalah yang berkembang diera globalisasi ini melalui pendidikan.
Oleh karena itu kitapun memiliki agenda masa depan untuk membuat tatanan internal baru dalam tubuh bangsa Indonesia khususnya di kabupaten Dairi tercinta. Reformasi adalah suatu keharusan dalam memperbaiki apa yang sudah ada dalam memperbaiki kesalahan yang kita lakukan selama ini.
Pendidikan senantiasa diposisikan sebagai alat untuk memecahkan masalah bangsa selama ini sesungguhnya kita tidak terlalu banyak berbuat dan apa yang dihasilkan oleh pendidikan sebagai alat untuk mengatasinya, mengapa demikian? Sebab untuk mengarahkan pendidikan yang dapat mengatasi masalah bangsa selama ini maka diperlukan produk pendidikan yang bukan otoritarianisme, melainkan pendidikan yang dibangun pada budaya islami .
II. Pembahasan
Sebelum membahas tentang pengertian pendidikan Islam, terlebih dahulu membahas apa itu pendidikan? Menurut M.J. Langeveld ; "Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan [Kartini Kartono, 1997:11]. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama [Ahmad D. Marimba, 1978:20]. Demikian dua pengertian pendidikan dari sekian banyak pengertian yang diketahui.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 2 Tahun 1989, "pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Sedangkan, "pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk mengalihkan [melimpahkan] pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah [Zuhairin, 1985:2].
Para ahli Filsafat Pendidikan, menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat, sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya, "apakah manusia dilihat sebagai kesatuan badan dan jasmani; badan, jiwa dan roh, atau jasmani dan rohani? Apakah manusia pada hakekatnya dianggap memiliki kemampuan bawaan [innate] yang menentukan perkembangannya dalam lingkungannya, atau lingkungannyalah yang menentukan [domain] dalam perkembangan manusia? Bagimanakah kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah tujuan hidup manusia? Apakah manusia dianggap hanya hidup sekali di dunia ini, ataukah hidup lagi di hari kemudian [akhirat]? Demikian beberapa pertanyaan filosofis" yang diajukan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, memerlukan jawaban yang menentukan pandangan terhadap hakekat dan tujuan pendidikan, dan dari sini juga sebagai pangkal perbedaan rumusan pendidikan atau timbulnya aliran-aliran pendidikan
seperti; pendidikan Islam, Liberal, progresif atau pragmatis, komunis, demokratis, dan lain-lain. Dengan demikian, terdapat keaneka ragaman pendangan tentang pendidikan. Tetapi, "dalam keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik persamaan tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu proses; karena dengan proses itu seseorang [dewasa] secara sengaja mengarahkan pertumbuhan atau perkembangan seseorang [yang belum dewasa]. Proses adalah kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Maka, dengan pengertian atau definisi itu, kegiatan atau proses pendidikan hanya berlaku pada manusia tidak pada hewan" [Anwar Jasin, 1985:2].
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam [Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, 1986:2], atau menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah [Abdurrahman an-Nahlawi, 1995:26].
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transper of knowledge" ataupun "transper of training", ....tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan [Roihan Achwan, 1991:50]. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits [Anwar Jasin, 1985:2].
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata [pendidikan intelek, kecerdasan], melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. ...Maka,..pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan [eksistensi] manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif" [M.Rusli Karim, 1991:29-32].
Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain: Pertama, konsep Islam tentang manusia, khususunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30].
Selain itu, dalam al-Qur'an banyak dijumpai ayat-ayat yang menggambarkan sifat-sifat hakiki manusia yang mempunyai implikasi baik terhadap tujuan maupun cara pengarahan perkembangannya. Misalnya saja: tentang tanggung jawab, bahwa manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi juga potensi untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan sesuai dengan tingkat kemampuan daya pikul seseorang menurut kodrat atau fitrah-nya [pada al-Mu'minun:115 dan al-Baqrah:286]. Selain itu juga manusia pada hakekat dan menurut kejadiannya bersedia dan sanggup memikul amanah [pada al-Ahzab : 72]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu".
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarahkan dengan sengaja segala potensi yang ada pada seseorang seoptimal mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik. Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembangan. Potensi manusia yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik. Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak manusia haruslah secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan. Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungannya.
III. Penutup
Demikianlah pemaparan makalah singkat ini, Senantiasa kita bahu membahu dalam rangka mengembangkan dan memajukan pendidikan islam dimanapun kita berada khususnya bagi mahasiswa STAIS AD Dairi, harapan masyarakat akan pengabdiannya selama masa KKN dan setelah menyandang kesarjanaannya. (RAA) Marhaban Ya Ramadhan May 11, 2011 New Google SEO Bandung, Indonesia
Sebuah catatan pemikiran dan penyemangat bagi kita untuk senantiasa membela mempertahankan eksistensi Keagungan Masjid yang disucikan umat islam. Tentunya semangat saja tidaklah cukup, oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah yang istiqomah serta merapatkan barisan terdepan untuk senantiasa menjaga mempertahankan AlAqsho dari Zionis Israel laknatullah
Aksi-aksi penentangan dengan seruan dan teriakan, makian bahkan kutukan tidaklah punya arti manakala keberutalan zionis secara terang-terangan meletihkan, melemahkan semangat juang pemuda-pemuda palestina tanpa ada dukungan yang berkelanjutan bagai gelombang ombak dilautan kita hanya bagai buihnya saja.
Bagaimana mendorong agar partisipasi dalam meyelesaikan masalah yang kian menjadi-jadi,semena-menanya Zionis Israel, selanjutnya bagaimana untuk menyatukan hati kaum muslimin dunia selanjutnya, strategi apa untuk dapat menggetarkan dengkul tentara jahudi yang biadab walau mereka menggunakan senjata canggihnya. Sejuta cara baik itu aksi maupun perundingan tidaklah membuat persoalan - persoalan menjadi tuntas. Bahkan justru Zionis show of force dengan kekuatan penuhnya.
Lantas bagaimana langkah-langkah OKI yang mandeg dan lamban menyelesaikan persoalan yang ada. Seolah-olah permasalahan hanya sebatas mengirimkan utusan dalam melakukan perundingan atau sebuah pernyatan dimulut.
Semestinya pembelaan menajadi garda depan dengan melakukan sikap sebagaimana dilakukan para pendahulu pendahulu kita ketika itu (Salahuddin al Ayyubi). Pengulangan dan penerapan suatu strategi senantiasa menjadi tolak ukur untuk melakukan strategi kedepan. Apakah kita mengabaikan peran OKI Bagaimana menggali kekuatan yang sangat potensial itu.
Semuanya tidak terlepas dari pemimpin masing-masing selagi pemimpin tersebut cinta akan dunia dan takut akan kesengsaraan maka perjuangan semua itu tidaklah bermakna.dibutuhan spirit baru islam dalam penerapan pengorbanan sehingga tiada kata untuk senatiasa risau akan kepntingan umat islam secara kaffah. Melindungi, mengayomi dan tentunya melaksanakan secara konsisten ajaran islam dan menjauhkan sifat-sifat kemunafikan.
Namun semua itu sangatlah dibutuhkan pemahaman dan kesadaran kita, umat islam dimana saja berada. Sesungguhnya bila kita renungkan salah satu asbab adalah dari cara dan perilaku kita sendiri. Belum maksimalnya kita menjadikan Masjid “sebagai Ruh Kesatuan Umat” yang kita Agungkan dan Muliakan sebagi simbol rumah Allah tempat kita Tudukan hati, dan Sujud sebagai penghamabaan kita kepada Allah Swt. Marilah kita meninggalkan, tanggalkan sifat-sifat yang sangat merugikan bagi kita sendiri dan umat islam secara keseluruhan.
Cita ideal bagaimana membangun sebuah peradaban yang beradab jangan sampai terulang lagi sebagaimana keprihatinan kita bersama di negeri kita masih ada berita penghancuran mesjid-masjid baik secara tiada nyata maupun tampak nyata dengan dalih-dalih. Bila kita renungkan mulai dari peraturan yang telah disepakati dilarangnya membangun Mal-mal di dekat Mesjid yang telah berdiri sampai adanya kejadian terakhir sebuah masjid di Medan dihancurkan dengan alasan bahwa tanah masjid tersebut itu tidak diwakafkan dan diberi konvensasi tertentu, jelas lah ini pelemahan terhadap kita sendiri. Begitulah kenyataannya bila di negeri sendiri, bagamana dengan perjuangan kita di negeri yang lain maka kita jauhkan sifat yang demikian demi cahaya islam menerangi keseluruh penjuru hati manusia didunia.
Dibutuhkan kemampuan managemen kepemimpinan yang lebih memprioritaskan kepentingan umat, bukan dengan materialistik buta, hedonis gila.Perjuangan itu memang suatu pekerjaan yang tidak mudah. Apalagi memperjuangkan Masjid-masjid. Padahal disitu awal turun nya Rahmat didunia ini.
Sebelum menutup tulisan ini marilah kita dan sepantasnya kita umat islam, memahami sepaham-pahamnya pertama adalah Mobilisasi bagi kaum Muslim untuk senantiasa memakmurkan masjid-masjid di seluruh dunia. Kedua Menerapkan islam secara Kaffah, ketiga melakukan penyelamatan dengan diplomasi yang jitu tanpa syarat, apapun resikonya siap menerima resiko bila ada kegagalan. Dan pengorbanan lahir dan bathin baik harta dan nyawa sekalipun untuk meneguhkan Kalimat La illa ha ilallah.
Akhirnya, bangunnya kepribadian seorang pemimpin dan para mujahid. Dengan motto sebelum orang lain berdisiplin maka ia mendisplinkan diri, ia menundukan dirinya sebelum menundukan musuhnya. Intinya kekuatan (Maha Baja) Iman yang kokoh dan tangguh dan Kesabaran yang konstan, maka diakhir tulisan ini diperlukan objektifitas kesolehan yang tertuang dikehidupan harian dengan amalan - amalan sebagaimana kita telah berikrar Rasulullah ikutan panutan kita.betapa saya menyadari sepenuh jiwa, Ya Rabb ternyata Hamba butuh pertolonganmu dari ke zoliman kaum kafir.
Jihad Adalah Jalan Yang Selamat
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Bersungguh-sungguh menegakkan agama Allah adalah satu keharusan mutlak. Itulah satu-satunya jalan hidup yang selamat. Tanpa perjuangan yang sesungguhnya tanpa menegakkan agama Allah, da’wah kepada kebaikan, amar ma’ruf dan nahi munkar, tanpa itu semua maka hancurlah kehidupan manusia.
Mengapa jihad merupakan keharusan yang mutlak. Sebabnya adalah:
1. Allah menciptakan alam dengan hak, benar, adil, seimbang dan bijaksana, tidak cacat sedikitpun. Seperti firman Allah dalam (QS: 67 Al-Mulk: 3-4)
Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?. (Al-Mulk: 3)
Namun tidak semua manusia menyadari dan berpegang pada keadilan dan kemaslahatan itu, bahkan mereka membuat kerusakan dan kedhaliman, bahkan bila diingatkan mereka membantah:
Firman Allah (Al-Baqarah: 11-12)
Artinya: Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (Al-Baqarah: 11-12)
2. Allah menurunkan syariat Islam kepada para rasulNya, namun Allah juga meluluskan permintaan syetan untuk terus menggelar operasinya bersama bala tentara kuffar, yang terus menentang dan memusuhi orang mukmin, muslim karena kebusukan hati kaum kuffar. Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang artinya:
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan penolong. (QS Al-Furqan 25: 31)
“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas”. (QS Al-Hijr 15: 39-40)
Namun bagi umat Islam kaum beriman yang mukhlisin, Allah melindungi dan menjaga dari gangguan dan godaan mereka.
3. Allah menciptakan manusia dengan dua potensi, setiap kita dibekali potensi fujur (berbuat jahat) dan potensi taqwa (berbuat ta’at). Dalam firman Allah (QS Asy- Syams 91: 8)
Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”.
Maka perjuangan dan pengorbanan untuk terus membersih-kan hati atau jiwa mutlak diperlukan demi keberuntungan dan keselamatan kita. Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan (QS As-Syams 91: 9-10)
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
4. Qadrat dan Tabiat insan yang lemah, sebagaimana kenyataan firman Allah (QS An-Nisaa’ 4: 28)
Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keluh kesah, padahal tugasnya adalah berat sebagai khalifah di bumi dan sebagai pengemban amanah/syariat Allah. Maka berjuang, berkorban dan jihad adalah mutlak suatu keharusan, guna melatih diri dan menepis kelemahan itu.
5. Rahmat Allah dan FadhilahNya bagi umat Islam dalam firmanNya (QS: 10 Yunus: 57-58)
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
6. Allah Subhannahu wa Ta'ala akan menguji keseriusan dan kesungguhan kaum mukminin sebagai umat yang betul betul menegakan kebenaran Al-Haq dengan sesungguhnya sabar. (QS: 3 Ali-‘Imran: 142)
Artinya: Apakah kamu mengira akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Sebab generasi ini harus di tempa dengan ujian demi ujian, perjuangan dan pengorbanan sehingga membentuk diri, mendidik diri dan kesiapan serta keteguhan hidup seperti pengalaman dan mental serta keteguhan hidup para generasi pendahulunya, yaitu Rasulullah dan para shahabatnya:
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala (QS:2 Al-Baqarah: 214)
Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah ?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
Jadi alasan dan penyebab kita harus berjuang dan berjihad adalah kerena kedhaliman orang kafir, syetan dan bala tentaranya, tabiat manusia yang jahat, qudrot yang lemah dan Allah akan menguji kesungguhan orang beriman yang menghendaki kemuliaan dan mewaspadai rongrongan Yahudi dan kaum kuffar.
ب
Bagaimana kita melaksanakan jihad:
Pertama: Jihad terhadap diri sendiri; dengan cara:
1. Mencari ilmu syar’i, sebab ilmu ini adalah petunjuk dan arah kebenaran kita.
2. Jihad mengamalkan ilmu tersebut, menegakkan tauhid dengan amal shalih.
3. Jihad menyampaikan ilmu dengan berda’wah (amar ma’ruf nahi munkar)
4. Jihad dengan bersabar menanggung resiko da’wah dengan menekan hawa nafsu sendiri.
Kedua: Jihad terhadap syetan, yaitu dengan:
1. Memerangi subhat dan keragu-raguan Iman yang dipicu dan didorong oleh syetan.
2. Memerangi tipu daya syetan yang mengobarkan nafsu maksiat dan membangkang karena godaan syetan itu. Dalam Surat Faathir ayat 6 disebutkan:
Artinya: Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Faathir: 6)
Ketiga: Jihad mengubah kedhaliman, bid’ah dan kemungkaran bersama pihak yang bertanggung jawab di dalam keluarga, masyarakat maupun bangsa sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ اَضْعَفُ الإِيْمَانِ (رواه مسلم)
Artinya: “Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, dan jika tidak mampu maka hendaklah merubahnya dengan lisannya, dan jika tidak mampu (juga), maka hendaklah ia merubahnya dengan hatinya(membencinya), dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
Hadirin rahimakumullah!
Barsegeralah dalam beramal ma’ruf nahi munkar, sebab kejahatan itu cepat menjalar. Allah berfirman dalam (QS: Al-Anfaal: 25)
Artinya: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfaal: 25)
Keempat: Jihad mempertahankan umat Islam dari serangan orang kafir dan munafiq dengan :
1. Hati yang berlepas diri, tidak mencintai dan tidak membantu kekufuran mereka.
2. Jihad dengan lisan dan tulisan, untuk menyeru mereka kepada keselamatan di dunia dan akhirat.
3. Jihad dengan harta, membantu persiapan dan kelancaran menegakkan kalimat Allah yaitu Agama Islam.
4. Jihad dengan jiwa di saat musuh telah membahayakan kesela-matan umat Islam demi tetap tegaknya dienul Islam.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam (surat Al-Hajj: 78).
Artinya: Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah degnan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” (Al-Hajj: 78).
Semoga Allah mengkaruniai kita kekuatan dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarkan kesejahteraan bagi segenap ummat manusia. Amin. Marhaban Ya Ramadhan May 11, 2011 New Google SEO Bandung, Indonesia
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Bersungguh-sungguh menegakkan agama Allah adalah satu keharusan mutlak. Itulah satu-satunya jalan hidup yang selamat. Tanpa perjuangan yang sesungguhnya tanpa menegakkan agama Allah, da’wah kepada kebaikan, amar ma’ruf dan nahi munkar, tanpa itu semua maka hancurlah kehidupan manusia.
Mengapa jihad merupakan keharusan yang mutlak. Sebabnya adalah:
1. Allah menciptakan alam dengan hak, benar, adil, seimbang dan bijaksana, tidak cacat sedikitpun. Seperti firman Allah dalam (QS: 67 Al-Mulk: 3-4)
Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?. (Al-Mulk: 3)
Namun tidak semua manusia menyadari dan berpegang pada keadilan dan kemaslahatan itu, bahkan mereka membuat kerusakan dan kedhaliman, bahkan bila diingatkan mereka membantah:
Firman Allah (Al-Baqarah: 11-12)
Artinya: Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (Al-Baqarah: 11-12)
2. Allah menurunkan syariat Islam kepada para rasulNya, namun Allah juga meluluskan permintaan syetan untuk terus menggelar operasinya bersama bala tentara kuffar, yang terus menentang dan memusuhi orang mukmin, muslim karena kebusukan hati kaum kuffar. Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang artinya:
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan penolong. (QS Al-Furqan 25: 31)
“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas”. (QS Al-Hijr 15: 39-40)
Namun bagi umat Islam kaum beriman yang mukhlisin, Allah melindungi dan menjaga dari gangguan dan godaan mereka.
3. Allah menciptakan manusia dengan dua potensi, setiap kita dibekali potensi fujur (berbuat jahat) dan potensi taqwa (berbuat ta’at). Dalam firman Allah (QS Asy- Syams 91: 8)
Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”.
Maka perjuangan dan pengorbanan untuk terus membersih-kan hati atau jiwa mutlak diperlukan demi keberuntungan dan keselamatan kita. Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan (QS As-Syams 91: 9-10)
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
4. Qadrat dan Tabiat insan yang lemah, sebagaimana kenyataan firman Allah (QS An-Nisaa’ 4: 28)
Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keluh kesah, padahal tugasnya adalah berat sebagai khalifah di bumi dan sebagai pengemban amanah/syariat Allah. Maka berjuang, berkorban dan jihad adalah mutlak suatu keharusan, guna melatih diri dan menepis kelemahan itu.
5. Rahmat Allah dan FadhilahNya bagi umat Islam dalam firmanNya (QS: 10 Yunus: 57-58)
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
6. Allah Subhannahu wa Ta'ala akan menguji keseriusan dan kesungguhan kaum mukminin sebagai umat yang betul betul menegakan kebenaran Al-Haq dengan sesungguhnya sabar. (QS: 3 Ali-‘Imran: 142)
Artinya: Apakah kamu mengira akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Sebab generasi ini harus di tempa dengan ujian demi ujian, perjuangan dan pengorbanan sehingga membentuk diri, mendidik diri dan kesiapan serta keteguhan hidup seperti pengalaman dan mental serta keteguhan hidup para generasi pendahulunya, yaitu Rasulullah dan para shahabatnya:
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala (QS:2 Al-Baqarah: 214)
Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah ?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
Jadi alasan dan penyebab kita harus berjuang dan berjihad adalah kerena kedhaliman orang kafir, syetan dan bala tentaranya, tabiat manusia yang jahat, qudrot yang lemah dan Allah akan menguji kesungguhan orang beriman yang menghendaki kemuliaan dan mewaspadai rongrongan Yahudi dan kaum kuffar.
ب
Bagaimana kita melaksanakan jihad:
Pertama: Jihad terhadap diri sendiri; dengan cara:
1. Mencari ilmu syar’i, sebab ilmu ini adalah petunjuk dan arah kebenaran kita.
2. Jihad mengamalkan ilmu tersebut, menegakkan tauhid dengan amal shalih.
3. Jihad menyampaikan ilmu dengan berda’wah (amar ma’ruf nahi munkar)
4. Jihad dengan bersabar menanggung resiko da’wah dengan menekan hawa nafsu sendiri.
Kedua: Jihad terhadap syetan, yaitu dengan:
1. Memerangi subhat dan keragu-raguan Iman yang dipicu dan didorong oleh syetan.
2. Memerangi tipu daya syetan yang mengobarkan nafsu maksiat dan membangkang karena godaan syetan itu. Dalam Surat Faathir ayat 6 disebutkan:
Artinya: Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Faathir: 6)
Ketiga: Jihad mengubah kedhaliman, bid’ah dan kemungkaran bersama pihak yang bertanggung jawab di dalam keluarga, masyarakat maupun bangsa sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ اَضْعَفُ الإِيْمَانِ (رواه مسلم)
Artinya: “Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, dan jika tidak mampu maka hendaklah merubahnya dengan lisannya, dan jika tidak mampu (juga), maka hendaklah ia merubahnya dengan hatinya(membencinya), dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
Hadirin rahimakumullah!
Barsegeralah dalam beramal ma’ruf nahi munkar, sebab kejahatan itu cepat menjalar. Allah berfirman dalam (QS: Al-Anfaal: 25)
Artinya: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfaal: 25)
Keempat: Jihad mempertahankan umat Islam dari serangan orang kafir dan munafiq dengan :
1. Hati yang berlepas diri, tidak mencintai dan tidak membantu kekufuran mereka.
2. Jihad dengan lisan dan tulisan, untuk menyeru mereka kepada keselamatan di dunia dan akhirat.
3. Jihad dengan harta, membantu persiapan dan kelancaran menegakkan kalimat Allah yaitu Agama Islam.
4. Jihad dengan jiwa di saat musuh telah membahayakan kesela-matan umat Islam demi tetap tegaknya dienul Islam.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam (surat Al-Hajj: 78).
Artinya: Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah degnan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” (Al-Hajj: 78).
Semoga Allah mengkaruniai kita kekuatan dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarkan kesejahteraan bagi segenap ummat manusia. Amin. Marhaban Ya Ramadhan May 11, 2011 New Google SEO Bandung, Indonesia
Marhaban Ya Ramadhan
May 11, 2011
New Google SEO
Bandung, Indonesia
Membuat Meta di Blog anda ; kode html di bawah ini
meta name="description" content="ISIKAN-KETERANGAN-TENTANG-BLOG" />
Shoutbox (http://shoutbox.widget.me)
Shoutmix (www.shoutmix.com)
Cbox (www.cbox.ws)
99 chat (www.99chats.com)
Meebo (www.meebome.com)
Widgetbox (www.widgetbox.com)
Plugo (http://www.plugoo.com)
Mabber (http://www.mabber.com)
Pladeo (http://www.pladeo.com)
User Plane (http://www.userplane.com)
Gabbly (http://www.gabbly.com)
Chatango (http://www.chatango.com)
Zoho Chat (http://chat.zoho.com)
Para Chat (http://www.parachat.com)
JWChat (http://blog.jwchat.org/jwchat)
Mibew Web Messenger (http://mibew.org)
AjaxChat for Wordpress (http://wordpress.org/extend/plugins/ajaxchat)
AjaxChat (https://blueimp.net/ajax)
Ajax IM (http://ajaxim.com)
php Free Chat (http://www.phpfreechat.net)
iJab (http://www.ijab.im)
Shoutmix (www.shoutmix.com)
Cbox (www.cbox.ws)
99 chat (www.99chats.com)
Meebo (www.meebome.com)
Widgetbox (www.widgetbox.com)
Plugo (http://www.plugoo.com)
Mabber (http://www.mabber.com)
Pladeo (http://www.pladeo.com)
User Plane (http://www.userplane.com)
Gabbly (http://www.gabbly.com)
Chatango (http://www.chatango.com)
Zoho Chat (http://chat.zoho.com)
Para Chat (http://www.parachat.com)
JWChat (http://blog.jwchat.org/jwchat)
Mibew Web Messenger (http://mibew.org)
AjaxChat for Wordpress (http://wordpress.org/extend/plugins/ajaxchat)
AjaxChat (https://blueimp.net/ajax)
Ajax IM (http://ajaxim.com)
php Free Chat (http://www.phpfreechat.net)
iJab (http://www.ijab.im)
Tujuan pemasangan Chatbox, Shoutbox, atau Tagboard chat widget! atau GuestBook adalah untuk menambah interaksi antara pemilik blog dengan dan antar pengunjung blog. Semua bisa menuliskan pesan singkat di Chatbox, Shoutbox, atau Tagboard chat widget! atau GuestBook tersebut.
Contohnya ada di samping kanan Blog Tutorial dengan title "GuestBook".
Tutorial pemasangan GuestBook, Chatbox, Shoutbox, Tagboard chat widget! dengan menggunakan "ShoutBox"
- Masuklah ke halaman website shoutbox.widget.me
- Kopi kode html (pada gambar ditandai warna biru)
Ini kode html-nya :
- Login ke blog
- Masuk ke Rancangan
- Add Gadget pada posisi yang diinginkan
- Terbuka jendela baru. Pilih "HTML/JavaScript Tambah"
- Pastekan kode html yang telah dikopi dari shoutbox.widget.me tadi
- Simpan
- Selesai
- Selamat.... kamu telah memiliki Chatbox, Shoutbox, atau Tagboard chat widget! atau GuestBook dan telah mengetahui Cara Memasang Chatbox, Shoutbox, Tagboard chat widget! atau GuestBook tersebut.
Internet Bandwith Speedtest, Menghitung Kecepatan Internet diperlukan untuk pengujian atas bandwith yang telah kita sewa. Terutama dibutuhkan di warnet agar dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pengguna warnet dengan memastikan kecepatan standar yang telah disewa tercapai dengan baik. Jika tidak tercapai, komplain dapat dilayangkan kepada perusahaan jasa penyedia/provider bandwith internet tersebut.
Kebanyakan perusahaan penyedia jasa bandwith internet (apalagi perusahaan di Indonesia) menggunakan mesin penghitungan dari Ookla Net Metrics (http://www.ookla.com/) yang kode php-nya disewa sekitar 400 dollar per tahun. Hasilnya cukup bagus dan mendekati kenyataan. Mungkin karena server penghitungnya berada didalam wilayah bandwith Indonesia, sehingga hasilnya bagus.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Salah satu tool Internet Bandwith Speedtest, Menghitung Kecepatan Internet yang digunakan :
Klik tool di bawah ini
atau bisa juga dengan mengunjungi penyedia jasa penghitungan kecepatan bandwith internet seperti :
http://speedtest.indosatm2.com/
http://www.speedtest.net/
http://www.speedtest.net/mini.php
http://www.bandwidthplace.com/
http://www.my-speedtest.com/
http://speedtest.biznetnetworks.com/
http://www.internetfrog.com/mypc/speedtest/
http://speedtest.telkomspeedy.com/
http://www.dslreports.com/speedtest?flash=1
Tapi aku suka pake alamat yang ini :
Kebanyakan perusahaan penyedia jasa bandwith internet (apalagi perusahaan di Indonesia) menggunakan mesin penghitungan dari Ookla Net Metrics (http://www.ookla.com/) yang kode php-nya disewa sekitar 400 dollar per tahun. Hasilnya cukup bagus dan mendekati kenyataan. Mungkin karena server penghitungnya berada didalam wilayah bandwith Indonesia, sehingga hasilnya bagus.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Salah satu tool Internet Bandwith Speedtest, Menghitung Kecepatan Internet yang digunakan :
Klik tool di bawah ini
atau bisa juga dengan mengunjungi penyedia jasa penghitungan kecepatan bandwith internet seperti :
http://speedtest.indosatm2.com/
http://www.speedtest.net/
http://www.speedtest.net/mini.php
http://www.bandwidthplace.com/
http://www.my-speedtest.com/
http://speedtest.biznetnetworks.com/
http://www.internetfrog.com/mypc/speedtest/
http://speedtest.telkomspeedy.com/
http://www.dslreports.com/speedtest?flash=1
Tapi aku suka pake alamat yang ini :
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cara Memasang Menampilkan Statistik Pengunjung dengan Histats
Cara Memasang Statistik Pengunjung dengan Histats merupakan salah satu cara dari banyak cara dalam merekam jejak pengunjung yang datang ke blog kita. Rekam jejak yang didata biasanya adalah jumlah kunjungan, jumlah klik atau jumlah halaman yang dibuka, sumber kedatangan pengunjung, kata kunci dari referral atau search engine, dan lain sebagainya.
Histats digunakan dengan berbagai keuntungan :
Histats digunakan dengan berbagai keuntungan :
- 100% gratis alias free alias gretongan
- real time stat
- perlindungan password
- satistik tanpa batas
- data yang relevan
- tampilan grafis yang bagus
- kontrol atas penampilan data kepada publik
- data di masukin ke cache memory
- loading web yang cepat
- memiliki lebih dari 800 jenis tampilan counter/penghitung
- memiliki hidden tracker
Memulai memasang Histats
Secara umum sangat sederhana, yaitu dengan 3 langkah mudah
Secara umum sangat sederhana, yaitu dengan 3 langkah mudah
- Register Your Website
- Pick a counter or hidden tracker
- Paste counter code in your website
Langkah rinci Cara Memasang Statistik Pengunjung dengan Histats :
1. Masuk ke website www.histats.com
- Pada bagian Register Your Website, masukin alamat URL blog kamu misalnya http://attayaya.blogspot.com
- Pilih bahasa tampilan : Inggris, Spanyol, French, Italia, Jerman (maaf bahasa Indonesia belum di dukung)
- Klik "Register"
2. Akan terbuka halaman baru "Create new account"
- Isikan "Mail" dan "Mail Confirm" (isikan nama email yang sama dengan "Mail")
- Isikan "Password" dan "Password Confirm" (isikan password yang sama dengan "Password")
- Klik "Continue"
- Tentukan waktu sekarang (Current Time)
- Tentukan Zona Waktu (Time Zone) pilihlah ASIA/JAKARTA untuk WIB. Zona Waktu Indonesia hanya tersedia Asia/Jakarta, Asia/Jayapura dan Asia/Pontianak.
- Isikan Captcha sesuai dengan gambar untuk verifikasi data.
- Centanglah "I have read and agree Publisher Agreement Terms" sebagai tanda bahwa kamu menyetujui segala aturan yang diterapkan Histats.
- Klik "Save"
- "REGISTRASION DONE! Please check your mailbox"
- Buka email sesuai dengan email mendaftar di hitstats tadi
5. Jika telah memverifikasi melalui email kamu, maka kamu bisa login ke histats.com dengan user sesuai alamat email dan password yang telah kamu tentukan sebelumnya. Jika login sukses, kamu akan masuk ke halaman "CONTROL PANEL" histats yang pertama kali. Klik "Add a Website".
6. Terbuka halaman baru "Create new website/blog". Isikan formulir sesuai data kamu.
- Site/url isi dengan alamat lengkap blog kamu dengan menggunakan http://
- Isikan Title/judul blog kamu
- Isikan Description atau penjelasan tentang blog kamu.
- Biarkan "Page views start value" dan "Visitors start value" dalam keadaan kosong. Jika blog kamu baru buat, jangan menipu dengan mengisi nilainya.
- Tentukan waktu dan zona wkatu (Time Zone)
- Isikan Type : Blog
- Category : Personal homepage
- Language biarkan English saja
- Isikan Captcha sesuai gambar
- Stat Visibility dapat dipilih "Site stats are visible to everyone" (Statistik blog kamu dapat dilihat oleh semua orang) atau "Site stats are visible only to you" (Statistik blog kamu hanya dapat dilihat oleh kamu sendiri)
- Klik "Continue"
Selamat......
Kamu telah berhasil mendaftar akun dan blog kamu ke histats.com
Selanjutnya adalah MENAMPILKAN STATISTIK PENGUNJUNG dengan histats di blog kamu.
1. Dari langkah sebelumnya (yang nomor 6 itu lho), akan kembali terbuka halaman "Control Panel" yang telah berisi alamat blog yang kamu daftarkan.
- Klik (bukan ketik) alamat url blog kamu tersebut misalnya http://beritanarablog.blogspot.com/
2. Akan terbuka halaman baru General Stats, Account Summary yang berisi data blog yang telah kamu daftarkan. Karena blog itu baru didaftarkan, maka isinya masih zero data alias masih kosong dengan grapik yang datar tanpa isi bagaikan gelas kosong yang siap diisi dengan minuman teh panas yang maknyuuuus. Minum teh panas sambil ngeblog tuh asiiiik banget lho.
Agar histats bisa mengidentifikasi dan mendapatkan data dari blog kamu tentang pengunjung dan data lainnya, maka kita perlu mencantumkan sebuah kode (code) agar terhubung dengan histats. Ikuti langkah selanjutnya.
3. Di bagian kanan yang berwarna kuning ato orange (hehehehe ada yang buta warna neh) bertuliskan "Counter Code".
- Kliklah tombol Counter Code itu.
4. Akan terbuka halaman baru "Add new counter"
- Klik tombol Add new counter
5. Akan terbuka halaman "Create new tracking counter"
- Langkah pertamanya adalah "Select a counter style" yang terdiri dari 1 line (1 baris), 2 line (2 baris), 3 line (3 baris), 4 line (baris), logo, animated, text, hidden (tidak ditampilkan di blog, tetapi tetap dicatat oleh histats), dan online vis yang menampilkan jumlah pengunjung yang online saja).
- Disarankan untuk mengambil jenis 4 line (4 baris) yang berisi Pages (jumlah halaman yang dibuka/diklik), Pages Today (jumlah halaman yang dibuka/diklik hari ini), Visits (jumlah kunjungan), Vis Today (jumlah kunjungan hari ini), Setiap 2 detik akan ditampilkan Online (jumlah pengunjung yang online saat ini).
- Kliklah salah satu gambar yang sesuai di hati mu. Jenisnya banyak lho...
6. Centanglah Visitor Today, Total Visitors, Pages View Today, Total Pages views, dan Online untuk memunculkan semua statistik.
- Klik "Save"
7. Terbuka halaman "Standard Counter"
- Klik nomor pada "Counter id"
- Perhatikan kode HTML dibawah tulisan "Paste this code in your HTML editor where you would like to display the counter, at the bottom of the page, in a table, div or under a menu."
- Block kode html tersebut, lalu Copy dengan menekan tombol di keyboard CTRL+V atau klik kanan pilih "Copy"
Ini contoh kode html punya ku
Mari kita lanjutkan MEMASANG KODE HTML HISTATS STATISTIK PENGUNJUNG AGAR TAMPIL DI BLOG KAMU
8. Buka blog kamu
9. Masuk ke "Rancangan" atau "Design Layout"
10. Pada bagian "Elemen Halaman" atau "Page element" perhatikan sidebar di kiri atau kanan, klik "add widget" atau "Tambah Gadget".
11. Akan terbuka jendela baru untuk memilih Gadget
12. Pilih "HTML/JavaScript"
13. Isikan judul misalnya "Statistik blog gue"
14. Pastekan kode html yang telah di-copy dari histats tadi.
15. Klik simpan.
..
Kamu telah berhasil mendaftar akun di histats, mendaftar blog di histats, mengambil/meng-copy kode html di histats, dan memasangnya kode statistik histats di blog kamu.
Suatu kemajuan besar bagi blogger pemula.
Sekali lagi...
SELAMAT
Agresi Perbankan dalam produk Syariah
Kita melihat betapa percepatan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia begitu signifikan, kenyataan ini kita seharusnya senantiasa bersyukur dan terus menjaga agar pertubuhan itu menjadi kekuatan bagi bangsa Indonesia.
Namun semua itu tidaklah semestinya kita berpuas diri, masih banyak umat islam yang belum paham sistim perbankan syari’ah kita butuh kerja keras lagi sebagaimana ketika melihat petapa pangeran inggris putra charles berkunjung justru lebih apresiatif dan mengapresiasi masalah Perbankan syari’ah.
Begitu antusiasnya sehingga mereka mempromosikan sistim syariah di inggris cukup diterima di Negara Ratu Elishabeth tersebut. Lantas bagaimana dengan kita yang masih setengah hati dalm mengimplementasikan sistim syari’ah diIndonesia. Tegok saja artikel dibawah ini. Satu dari Bank BUMN
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah menargetkan pembiayaan sebesar Rp 7 triliun atau naik 133 persen pada 2010. Hingga 2009, BRI Syariah telah mengucurkan pembiayaan outstanding sekitar Rp 3 triliun.
"Tahun ini pembiayaan kami bisa naik menjadi Rp 7 triliun. Selain karena ekonomi sedang membaik, pasar perbankan syariah masih luas," kata Direktur Utama BRI Syariah, Ventje Rahardjo, dalam pers rilis yang diterima Republika, Selasa (2/3).Kendati banyak unit usaha syariah (UUS) yang akan spin-off menjadi bank umum syariah (BUS) tahun ini, Ventje menilai peluang untuk bersaing dengan bank syariah lain masih terbuka lebar. "Selain jumlah BUS yang akan bertambah, bank syariah juga harus terus memperbaiki kualitasnya," ujar dia.
Perbaikan kualitas itu dinilainya harus difokuskan pada pelayanan, produk yang setara dengan produk bank konvensional, dan peningkatan jumlah sumber daya manusia (SDM). Namun, ia tak setuju jika perpindahan SDM disebut aksi "bajak-membajak". Menurutnya, perpindahan itu hal yang wajar. Menurutnya, hal itu juga sering terjadi di perbankan konvensional.
Target agresif
Hingga kini, perseroan telah menghimpun dana pihak ketiga (DPK) hampir Rp 2 triliun. Ventje mengatakan, BRI Syariah menargetkan penambahan nasabah baru sekitar 50 ribu-100 ribu orang. Komposisi bisnis BRI Syariah merata di semua segmen, yaitu consumer banking, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan komersial. "Segmen komersial itu besarnya separuh dari corporate. Masing-masing segmen sama rata komposisinya, sekitar 25-30 persen," jelas dia.Segmen yang dibidik saat ini, yaitu kredit pemilikan rumah (KPR) masuk dalam consumer banking sebesar 30 persen. Pada 2010, perseroan cukup agresif dalam menargetkan pembiayaan KPR, yaitu tumbuh 400 persen atau Rp 1 triliun.
Tahun lalu, total KPR BRI
Syariah baru mencapai Rp 200 miliar. Pada 2010, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI) yang menaungi 19 Dewan Pembantu Daerah (DPD) dan 1.300 pengembang di seluruh Indonesia, berusaha menyediakan perumahan murah. Menurut data Kementerian Perumahan Rakyat dan Bappenas RI tahun 2010, kebutuhan perumahan dan backlog perumahan sekitar 7,3 juta buah.
"Perbankan sangat dibutuhkan peran sertanya untuk memfasilitasi kebutuhan ini. Kami memberikan pagu pembiayaan sekitar Rp 25 juta hingga Rp 3,5 miliar," jelas Ventje.Untuk menggenjot target tinggi ini, BRI Syariah meluncurkan fasilitas e-KOS untuk mengurangi waktu proses pengajuan dan pencairan kredit. Sistem ini dapat disinergikan dengan program-program pemerintah yang lain untuk pembiayaan perumahan pegawai negeri sipil (PNS).
Selain karena ekonomi sedang membaik, pasar perbankan syariah masih luas," kata Direktur Utama BRI Syariah, Ventje Rahardjo, dalam pers rilis yang diterima Republika, Selasa (2/3).Kendati banyak unit usaha syariah (UUS) yang akan spin-off menjadi bank umum syariah (BUS) tahun ini, Ventje menilai peluang untuk bersaing dengan bank syariah lain masih terbuka lebar. Kami memberikan pagu pembiayaan sekitar Rp 25 juta hingga Rp 3,5 miliar," jelas Ventje.Untuk menggenjot target tinggi ini, BRI Syariah meluncurkan fasilitas e-KOS untuk mengurangi waktu proses pengajuan dan pencairan kredit..
Dengan penjelasan Dirut tersebut nyatalah genderang persaingan yang sehat diIndonesia dimulai, namun sedikit sekali apresiasi dari Wakil Presiden kita tentang Perbankan Syariah padahal kita tahu wapres adalah mantan Gubernur Bank Indonesia seharusnya dan semestinya sang Wapres memberikan pemikirannya agar pertumbuhan perbankan Sistim Syari’ah di Indonesia lebih maju dimasa-masa akan datang.
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله حمداً كثيراً طيباً مباركاً فيه، عرض الأمانة على السماوات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وحملها الإنسان إنه كان ظلوماً جهولا، حملها الإنسان بما أعطاه الله من العقل وبما أرسل إليه من الرسل، فمن الناس من قام بهذا على الوجه المطلوب منه ومن الناس من أضاعها فنزل إلى أسفل السافلين.
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، إله الأولين والآخرين، خلق فأتقن وشرع فأحكم وهو أحكم الحاكمين، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله الذي بلغ رسالة ربه وأدى أمانته على الوجه الأكمل وعبد ربه حتى أتاه اليقين، فصلوات الله وسلامه عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين .
أما بعد
فيا أيها الناس اتقوا الله تعالى وأدوا ما حملتموه من الأمانة فإن الله عز وجل يقول: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ). لا تخونوا أيها المسلمون أماناتكم بإفراط أو تفريط بزيادة أو نقص فإن الخيانة نقص في الإيمان وسبب للخسران والحرمان.
وفي الحديث عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال:(لا إيمان لمن لا أمانة له) وقال صلى الله عليه وسلم:(آية المنافق ثلاث) آي علامة المنافق التي يتميز بها وخلقه الذي يتخلق به ثلاث (إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا أؤتمن خان وإن صلى وصام وزعم أنه مسلم).
وقال صلى الله عليه وسلم:(إذا جمع الله الأولين والآخرين يوم القيامة يرفع لكل غادر لواء فيقال هذه غدرة فلان بن فلان) يرفع له هذا اللواء فضيحة له بين الخلائق وخذياً وعاراً عليه.
أيها المسلمون المؤمنون بالله، إن الأمانة في إن الأمانة تكون في العبادات وتكون في المعاملات، فالأمانة في العبادات أن تقوم بطاعة الله مخلصاً له متبعاً لرسوله صلى الله عليه وسلم، تمتثل أوامره وتجتنب نواهيه، تخشى الله في السر والعلانية، تخشاه حيث يراك الناس وحيث لا يرونك. لا تكن من من يخشى الله في العلانية ويعصيه في السر فإن هذا هو الرياء هو الرياء المحبط للأعمال.
ألم تعلم أن الله يعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور. ألم تعلم أن الله أنكر على من هذه حاله بقوله: (أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ) (أو لا يعلمون أن الله يعلم ما يسرون وما يعلنون يستخفون من الناس ولا يستخفون من الله وهو معهم إذ يبيتون ما لا يرضى من القول وكان الله بما يعملون محيطا)
أيها المسلم، أيها المؤمن بالله ورسوله اتقي الله حيثما كنت اتقي الله و أعبده كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك. أيها المؤمن بالله ورسوله صحح نيتك في قلبك أخلص العبادة لربك أخلص الأتباع لرسول الله صلى الله عليه وسلم. إياك أن تراقب الناس في عباداتك فإن العبادات حق خاص لله عز وجل لا يجوز أن يشرك الإنسان فيه أحداً من خلق الله. إن الخلق لا ينفعونك إلا حيث ينفعك الله ولن يضروك إلا حيث يريد الله أن يضروك. فاتق الله أيها المؤمن لا تتعبد للعباد فإنهم لا ينفعوك ولن يضروك إلا بأذن الله عز وجل.
أما الأمانة في المعاملات فإن ضابطها وقاعدتها أن تعامل الناس بما تحب أن يعاملوك به. خذ هذه القاعدة اعتمد عليها في معاملة الخلق عامل الناس بما تحب أن يعاملوك به من النصح والبيان. أحفظ حقوقهم المالية وغير المالية من كل ما استأمنوك عليه لفظاً أو عرفا.
إن الأمانة أيها المؤمنون لها مواضع متعددة تكون الأمانة بين الرجل وزوجته فيجب على كل من الزوجين أن يحفظ الآخر في ماله وسره فلا يحدث أحداً بذلك. فقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال:(إن من شر الناس منزلة عند الله يوم القيامة الرجل يفضي إلى امرأته وتفضي إليه ثم ينشر أحدهما سر صاحبه).
وتكون الأمانة بين الرجل ورفيقه يحدثه بحديث سر يعلم أنه لا يحب أن يطلع عليه أحد ثم يفشي سره ويحدث به الناس وفي الحديث: (إذا حدث الرجل رجل بحديث ثم ألتفت فإنه أمانة) لأن التفاته دليل على أنه لا يحب أن يسمعه أحد.
وتكون الأمانة في البيع والشراء والإجارة والاستئجار والرهن والارتهان فلا يجوز للبائع أن يخون المشتري بنقص في الكيل أو الوزن أو زيادة الثمن أو كتمان العيب أو تدليس في الصفة ولا يجوز للمشترى أن يخون البائع بنقص في الثمن أو إنكار أو مماطلة مع القدرة على الوفاء ولا يجوز للمؤجر أن يخون المستأجر بنقص شئ من مواصفات الأجرة أو غير ذلك ولا يجوز للمستأجر أن يخون المؤجر بنقص الأجرة أو إنكارها أو تصرف فيما استأجره على وجه يضر به من دار أو دكان أو آلة أو مركوب.
ويجب على الراهن والمرتهن أن يؤدي كل منهما الأمانة فلا يجوز للراهن أن يخون المرتهن بأن يبيع شيئاً من ما هو مرهون إلا بأذن من كان مرتهناً له.
وتكون الأمانة في الوكالات والولايات فيجب على الوكيل أن يتصرف بما هو أحسن للموكل ولا يجوز أن يخونه فيبيع السلعة من وكل في بيعها بأقل من قيمتها محاباة للمشتري أو يشتري السلعة الموكل في شرائها بأكثر من قيمتها محاباة للبائع.
وفي الولايات يجب على من كان والياً على شيء خاص أو عام أن يؤدي الأمانة فيه. فالقاضي أمين والأمير أمين ورؤساء الدوائر ومديروها أمناء يجب عليهم أن يتصرفوا فيما يتعلق بولايتهم بالتي هي أحسن في الولاية وفيما ولوا عليه حسبما يستطيعون. وأولياء اليتامى وناظر الأوقاف وأوصياء الوصايا كل هؤلاء أمناء يجب عليهم أن يقوموا بالأمانة بالتي هي أحسن. فإن لم يفعلوا فإنهم مسئولون عن ذلك يوم القيامة وسيجعل لكل غادر لواء يحمله يوم القيامة أمام الناس ويقال هذه غدرة فلان بن فلان.
فاتقوا الله أيها المسلمون وفكروا في الأمانات التي بأيديكم، فكروا فيما جعلتم وكلاء عليه أو أولياء أو نظراء، فكروا في هذا كله وأدوا الأمانة حيث أمركم الله بذلك ( إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها)
ألا وإن من الأمانة بل هو من أعظم الأمانات ما يتصل بالثقافة والإرشاد والتعليم، فعلى القائمين على ذلك من مخططي المناهج ومديري الأقسام والمشرفين عليها أن يراعوا الأمانة في ذلك باختيار المناهج الصالحة والمدرسين الصالحين المصلحين، وتثقيف الطلبة علمياً وعمليا دين ودنيا عبادة وخلقا، وعلى الذين يدرسون هذه المواد أن يتفطنون لما فيها من خلل أو مخالفة لأنها لا تخلوا من مخالفات قد تكون مخالفات شديدة جداً وقد تكون مخالفات دون ذلك، وهم أمناء في هذا فعلى من رأى في كتاب المقرر شيئاً يخالف الدين الإسلامي أو العقيدة الإسلامية، عليه أن يبين ذلك للمدير المباشر له وعلى المدير المباشر أن يرفع ذلك للجهات المسئولة حتى نكون أمة واحدة متعاونين على البر والتقوى.
أيها الأخوة إن في المقررات أشياء منكرة أشياء منكرة في العقيدة وأشياء منكرة في الخلق فعلينا علينا أن نبحث عن ذلك بحثاً عميقا بحيث نرفع الأمر إلى من يتولون ويستطيعون أن يغيروه. ولكن ليس قولي هذا شاملاً لكل المقررات ولكن أغلب ما يكون في المواد الإنجليزية وفي الأدب وفي العلوم أيضا فإنه يحصل فيها أشياء مخالفة للعقيدة وأشياء هادمة للأخلاق، نقرأ فيها أدب أمة لا تدين بالإسلام فعلينا أن نلاحظ هذا ملاحظة تامة.
وإن من الأمانة في ذلك حفظ الاختبار من التلاعب والتهاون حفظه في وضع الأسئلة بحيث تكون في مستوى الطلبة عقلياً وفكرياً وعلمياً لأنها إن كانت فوق مستواهم أضرت بهم وحطمتهم وأضاعت كل عامهم الدراسي، وإن كانت الأسئلة دون مستواهم أضرت بمستوى الثقافة العامة في هذه البلاد، وحفظ الاختبار وقت الإجابة وقت الإجابة على الأسئلة بحيث يكون المراقب فطناً حازما، لا يدع فرصة للتلاعب ولا يحادد من لقريب ولا لصديق لأن الطلاب هنا على درجة واحدة، كلهم في ذمة المراقب وعهدته سواء، وحفظ الاختبار وقت تصحيح الأجوبة بحيث يكون التصحيح دقيقاً لا يتجاوز فيه ما يسمح به النظام حتى لا يظلم أحد على حساب أحد ولا ينزل طالب إلا في منزلته التي يستحقها.
إننا إذا حافظنا على هذه الأمانة قمنا ببراءة ذمتنا ونزاهة مجتمعنا وقوة مستواه الثقافي ودرجته العلمية. إن حفظ الامانة في الاختبار في مواضعه الثلاثة في وضع الأسئلة وفي المراقبة وفي التصحيح هو من مصلحة الأمة كلها ومن مصلحة العلم فهو من مصلحة القائمين على الاختبارات بأداء الواجب عليهم وإبراء ذممهم ومن مصلحة الطلبة حيث يحصلون على مستوى علمي رفيع ولا يكون حظهم من العلم بطاقة يحملونها أو لقباً لا يستحقون معناه وهو من مصلحة العلم حيث يقوى ويزداد حقيقة ولا يهمنا عند ضبط الاختبار أن يكون الناجحون قليلاً لأن العبرة بالكيفية لا بالكمية، وإذا كانوا قليل في عام كانوا كثيراً في العام الذي يليه حيث يعتادون على الجد ويستعدون له.
أيها المسلمون أيها المؤمنون بالله ورسوله احرصوا على أداء الأمانة وأسالوا الله الثبات على ذلك. اللهم إنا نسألك أن ترزقنا القيام بأداء الأمانة على الوجه الذي يرضيك عنا. اللهم إنا نعوذ بك من إضاعتها ومن التساهل فيها انك جواد كريم اللهم صلى وسلم على عبدك ورسولك محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين ...
الحمد لله كما أمر وأشكره وقد تأذن بالزيادة لمن شكر وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ولو كره ذلك من أشرك به وكفر وأشهد أن محمداً عبده ورسوله سيد البشر الشافع المشفع في المحشر صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان ما بدأ الفجر وأنور وسلم تسليماً كثيرا .
أما بعد
أيها الناس فإنكم تشاهدون التلاميذ في هذه الأيام حريصين على أداء الاختبار على الوجه الذي ينجحون فيه وهم لا يلامون على هذا لأن هذا من طبيعة البشر، كل إنسان يحب أن يتقدم فيما ينفعه وهذا أمر مجبون عليه الناس ولكننا نذكر التلاميذ ونذكركم أيضا بالاستعداد للاختبار العظيم الذي تختبرون به بعد موتكم.
أيها المسلمون إن الإنسان إذا وضع في قبره وتولوا عنه حتى إنه ليسمع قرع نعالهم أتاه ملكان فيجلسانه فيسألنه عن ربه ودينه ونبيه. فأما المؤمن وأسال الله إن يجعلني منهم، أما المؤمن فإنه يقول ربي الله ونبي محمد وديني الإسلام اللهم ثبتنا على ذلك يا رب العالمين. وأما المنافق فيقول - والعياذ بالله - يقول هاه هاه لا أدري سمعت الناس يقولون شيئاً فقلته فيضرب بمرزبة وهي شئ يشبه المطرقة بمرزبة من حديد لو اجتمع عليها أهل منى ما اقلوها يضرب بها ضربة فيصيح صيحة يسمعها كل شئ إلا الإنس والجن.
أيها المسلمون استعدوا لهذا الاختبار واستعدوا للاختبار الآخر الذي يكون يوم القيامة:(وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ) (وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ). استعدوا لهذا الاختبار الثاني الذي يكون يوم القيامة في اليوم الموعود في اليوم الذي يكون فيه الشاهد والمشهود.
اللهم إنا نسألك أن ترزقنا الاستعداد لهذا ولهذا وأن توفقنا لما فيه صلاحنا وفلاحنا في ديننا ودنيانا.
أيها المسلمون إن الاستعداد لهذا الاختبار العظيم في القبر وفي يوم القيامة يكون بأداء الأمانة التي أوجب الله علينا بأن نقوم بطاعة ربنا وأن نقوم بما يجب علينا من حقوق عباد الله حتى نلقى الله عز وجل ونحن على أحسن ما يكون إذا فعلنا ما يرضي ربنا (لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ)
أيها المسلمون إن الإنسان إذا قام بدين الله على ما يرضي الله عز وجل فإنه يحيا حياة طيبة لا حياة أطيب منها. ولهذا قال بعض السلف لو يعلم الملوك وأبناء الملوك ما نحن فيه لجالدونا عليه بالسيوف، لأن ما هم فيه انشراح صدر وطمأنينة قلب ونور في القلب ونور في الوجه وبصيرة في العلم: (وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدىً وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ)
أيها المسلمون أيها المؤمنون بالله ورسوله أقيموا شعائر الله وقوموا بما أوجب الله عليكم حتى تفلحوا وتسعدوا في الدنيا والآخرة. (مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ)
أيها المؤمنون لقد تأخرت الأمطار عنكم في هذا العام وما ذلك إلا بسبب الذنوب لأن الله تعالى لا يؤاخذ الناس إلا بسبب ذنوبهم كما قال الله عز وجل: (ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ). وقال تعالى:(وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ). وقال الله تعالى مخاطباً خير القرون في هذه الأمة: (أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ) إن انحباس المطر عنا إلى هذه المدة إنما هو بسبب الذنوب المعاصي فنستغفر الله ونتوب إليه.
أيها المسلمون أكثروا من الاستغفار والرجوع إلى الله فإن نوحاً قال لقومه:(فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً) (يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَاراً) (وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَاراً) وأكثروا من سؤال الله تعالى أن يغيثكم أكثروا من ذلك في صلواتكم وفي خلواتكم وفي كل مناسبة.
ولكن بلغني أن بعض الناس يقنتوا في الفجر ليستغيث وهذا من البدعة لأن النبي صلى الله عليه وسلم لم يكن يقنت ليستغيث ولكنه يستغيث بصلاة الاستسقاء المعروفة وربما يستغيث في خطبة الجمعة على المنبر وربما يستغيث في أماكن أخرى، لكننا لا نعلم أن النبي صلى الله عليه وسلم قنت ليستغيث في أي صلاة. لكن لو فرض أن الإنسان قنت قنوتاً مشروعاً في محله وجعل من ضمن دعاءه أن يستغيث الله عز وجل بنزول المطر فإن هذا لا بأس به لأنه يثبت للتابع ما يثبت للمتبوع بخلاف الشيء الذي يفعله الإنسان استغلالا فإنه يحتاج إلى سنة بينة
أيها المؤمنون أكثروا من الدعاء أكثروا من دعاء الله أن يغيث قلوبكم ويغيث بلادكم وأني سأدعو الله عز وجل الآن وأسال الله أن يتقبل: اللهم أغثنا اللهم أغثنا اللهم أغثنا اللهم أغثنا غيثاً مغيثا هنيئاً مريئا غدقاً مجللا. اللهم اسقنا الغيث والرحمة ولا تجعلنا من القانطين. اللهم اسقنا الغيث والرحمة ولا تجعلنا من القانطين. اللهم اسقنا الغيث والرحمة ولا تجعلنا من القانطين. اللهم أنت الغني ونحن الفقراء اللهم أنت الغني ونحن الفقراء اللهم أنت الغني ونحن الفقراء أنزل علينا الغيث وأجعله غيثاً مباركاً مغيثاً يا رب العالمين. اللهم لا تمنعنا فضلك بسوء أفعالنا فأنت أهل العفو والمغفرة ونحن أهل الإساءة والعصيان. اللهم فاعفوا عنا وأغفر لنا وارحمنا ولا تؤاخذنا بما فعلنا يا جواد يا كريم يا حي يا قيوم يا منان يا بديع السماوات والأرض. اللهم أغثنا اللهم أغثنا اللهم أغثنا.
اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.
Marhaban Ya Ramadhan
May 09, 2011
New Google SEO
Bandung, Indonesiaالحمد لله حمداً كثيراً طيباً مباركاً فيه، عرض الأمانة على السماوات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وحملها الإنسان إنه كان ظلوماً جهولا، حملها الإنسان بما أعطاه الله من العقل وبما أرسل إليه من الرسل، فمن الناس من قام بهذا على الوجه المطلوب منه ومن الناس من أضاعها فنزل إلى أسفل السافلين.
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، إله الأولين والآخرين، خلق فأتقن وشرع فأحكم وهو أحكم الحاكمين، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله الذي بلغ رسالة ربه وأدى أمانته على الوجه الأكمل وعبد ربه حتى أتاه اليقين، فصلوات الله وسلامه عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين .
أما بعد
فيا أيها الناس اتقوا الله تعالى وأدوا ما حملتموه من الأمانة فإن الله عز وجل يقول: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ). لا تخونوا أيها المسلمون أماناتكم بإفراط أو تفريط بزيادة أو نقص فإن الخيانة نقص في الإيمان وسبب للخسران والحرمان.
وفي الحديث عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال:(لا إيمان لمن لا أمانة له) وقال صلى الله عليه وسلم:(آية المنافق ثلاث) آي علامة المنافق التي يتميز بها وخلقه الذي يتخلق به ثلاث (إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا أؤتمن خان وإن صلى وصام وزعم أنه مسلم).
وقال صلى الله عليه وسلم:(إذا جمع الله الأولين والآخرين يوم القيامة يرفع لكل غادر لواء فيقال هذه غدرة فلان بن فلان) يرفع له هذا اللواء فضيحة له بين الخلائق وخذياً وعاراً عليه.
أيها المسلمون المؤمنون بالله، إن الأمانة في إن الأمانة تكون في العبادات وتكون في المعاملات، فالأمانة في العبادات أن تقوم بطاعة الله مخلصاً له متبعاً لرسوله صلى الله عليه وسلم، تمتثل أوامره وتجتنب نواهيه، تخشى الله في السر والعلانية، تخشاه حيث يراك الناس وحيث لا يرونك. لا تكن من من يخشى الله في العلانية ويعصيه في السر فإن هذا هو الرياء هو الرياء المحبط للأعمال.
ألم تعلم أن الله يعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور. ألم تعلم أن الله أنكر على من هذه حاله بقوله: (أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ) (أو لا يعلمون أن الله يعلم ما يسرون وما يعلنون يستخفون من الناس ولا يستخفون من الله وهو معهم إذ يبيتون ما لا يرضى من القول وكان الله بما يعملون محيطا)
أيها المسلم، أيها المؤمن بالله ورسوله اتقي الله حيثما كنت اتقي الله و أعبده كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك. أيها المؤمن بالله ورسوله صحح نيتك في قلبك أخلص العبادة لربك أخلص الأتباع لرسول الله صلى الله عليه وسلم. إياك أن تراقب الناس في عباداتك فإن العبادات حق خاص لله عز وجل لا يجوز أن يشرك الإنسان فيه أحداً من خلق الله. إن الخلق لا ينفعونك إلا حيث ينفعك الله ولن يضروك إلا حيث يريد الله أن يضروك. فاتق الله أيها المؤمن لا تتعبد للعباد فإنهم لا ينفعوك ولن يضروك إلا بأذن الله عز وجل.
أما الأمانة في المعاملات فإن ضابطها وقاعدتها أن تعامل الناس بما تحب أن يعاملوك به. خذ هذه القاعدة اعتمد عليها في معاملة الخلق عامل الناس بما تحب أن يعاملوك به من النصح والبيان. أحفظ حقوقهم المالية وغير المالية من كل ما استأمنوك عليه لفظاً أو عرفا.
إن الأمانة أيها المؤمنون لها مواضع متعددة تكون الأمانة بين الرجل وزوجته فيجب على كل من الزوجين أن يحفظ الآخر في ماله وسره فلا يحدث أحداً بذلك. فقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال:(إن من شر الناس منزلة عند الله يوم القيامة الرجل يفضي إلى امرأته وتفضي إليه ثم ينشر أحدهما سر صاحبه).
وتكون الأمانة بين الرجل ورفيقه يحدثه بحديث سر يعلم أنه لا يحب أن يطلع عليه أحد ثم يفشي سره ويحدث به الناس وفي الحديث: (إذا حدث الرجل رجل بحديث ثم ألتفت فإنه أمانة) لأن التفاته دليل على أنه لا يحب أن يسمعه أحد.
وتكون الأمانة في البيع والشراء والإجارة والاستئجار والرهن والارتهان فلا يجوز للبائع أن يخون المشتري بنقص في الكيل أو الوزن أو زيادة الثمن أو كتمان العيب أو تدليس في الصفة ولا يجوز للمشترى أن يخون البائع بنقص في الثمن أو إنكار أو مماطلة مع القدرة على الوفاء ولا يجوز للمؤجر أن يخون المستأجر بنقص شئ من مواصفات الأجرة أو غير ذلك ولا يجوز للمستأجر أن يخون المؤجر بنقص الأجرة أو إنكارها أو تصرف فيما استأجره على وجه يضر به من دار أو دكان أو آلة أو مركوب.
ويجب على الراهن والمرتهن أن يؤدي كل منهما الأمانة فلا يجوز للراهن أن يخون المرتهن بأن يبيع شيئاً من ما هو مرهون إلا بأذن من كان مرتهناً له.
وتكون الأمانة في الوكالات والولايات فيجب على الوكيل أن يتصرف بما هو أحسن للموكل ولا يجوز أن يخونه فيبيع السلعة من وكل في بيعها بأقل من قيمتها محاباة للمشتري أو يشتري السلعة الموكل في شرائها بأكثر من قيمتها محاباة للبائع.
وفي الولايات يجب على من كان والياً على شيء خاص أو عام أن يؤدي الأمانة فيه. فالقاضي أمين والأمير أمين ورؤساء الدوائر ومديروها أمناء يجب عليهم أن يتصرفوا فيما يتعلق بولايتهم بالتي هي أحسن في الولاية وفيما ولوا عليه حسبما يستطيعون. وأولياء اليتامى وناظر الأوقاف وأوصياء الوصايا كل هؤلاء أمناء يجب عليهم أن يقوموا بالأمانة بالتي هي أحسن. فإن لم يفعلوا فإنهم مسئولون عن ذلك يوم القيامة وسيجعل لكل غادر لواء يحمله يوم القيامة أمام الناس ويقال هذه غدرة فلان بن فلان.
فاتقوا الله أيها المسلمون وفكروا في الأمانات التي بأيديكم، فكروا فيما جعلتم وكلاء عليه أو أولياء أو نظراء، فكروا في هذا كله وأدوا الأمانة حيث أمركم الله بذلك ( إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها)
ألا وإن من الأمانة بل هو من أعظم الأمانات ما يتصل بالثقافة والإرشاد والتعليم، فعلى القائمين على ذلك من مخططي المناهج ومديري الأقسام والمشرفين عليها أن يراعوا الأمانة في ذلك باختيار المناهج الصالحة والمدرسين الصالحين المصلحين، وتثقيف الطلبة علمياً وعمليا دين ودنيا عبادة وخلقا، وعلى الذين يدرسون هذه المواد أن يتفطنون لما فيها من خلل أو مخالفة لأنها لا تخلوا من مخالفات قد تكون مخالفات شديدة جداً وقد تكون مخالفات دون ذلك، وهم أمناء في هذا فعلى من رأى في كتاب المقرر شيئاً يخالف الدين الإسلامي أو العقيدة الإسلامية، عليه أن يبين ذلك للمدير المباشر له وعلى المدير المباشر أن يرفع ذلك للجهات المسئولة حتى نكون أمة واحدة متعاونين على البر والتقوى.
أيها الأخوة إن في المقررات أشياء منكرة أشياء منكرة في العقيدة وأشياء منكرة في الخلق فعلينا علينا أن نبحث عن ذلك بحثاً عميقا بحيث نرفع الأمر إلى من يتولون ويستطيعون أن يغيروه. ولكن ليس قولي هذا شاملاً لكل المقررات ولكن أغلب ما يكون في المواد الإنجليزية وفي الأدب وفي العلوم أيضا فإنه يحصل فيها أشياء مخالفة للعقيدة وأشياء هادمة للأخلاق، نقرأ فيها أدب أمة لا تدين بالإسلام فعلينا أن نلاحظ هذا ملاحظة تامة.
وإن من الأمانة في ذلك حفظ الاختبار من التلاعب والتهاون حفظه في وضع الأسئلة بحيث تكون في مستوى الطلبة عقلياً وفكرياً وعلمياً لأنها إن كانت فوق مستواهم أضرت بهم وحطمتهم وأضاعت كل عامهم الدراسي، وإن كانت الأسئلة دون مستواهم أضرت بمستوى الثقافة العامة في هذه البلاد، وحفظ الاختبار وقت الإجابة وقت الإجابة على الأسئلة بحيث يكون المراقب فطناً حازما، لا يدع فرصة للتلاعب ولا يحادد من لقريب ولا لصديق لأن الطلاب هنا على درجة واحدة، كلهم في ذمة المراقب وعهدته سواء، وحفظ الاختبار وقت تصحيح الأجوبة بحيث يكون التصحيح دقيقاً لا يتجاوز فيه ما يسمح به النظام حتى لا يظلم أحد على حساب أحد ولا ينزل طالب إلا في منزلته التي يستحقها.
إننا إذا حافظنا على هذه الأمانة قمنا ببراءة ذمتنا ونزاهة مجتمعنا وقوة مستواه الثقافي ودرجته العلمية. إن حفظ الامانة في الاختبار في مواضعه الثلاثة في وضع الأسئلة وفي المراقبة وفي التصحيح هو من مصلحة الأمة كلها ومن مصلحة العلم فهو من مصلحة القائمين على الاختبارات بأداء الواجب عليهم وإبراء ذممهم ومن مصلحة الطلبة حيث يحصلون على مستوى علمي رفيع ولا يكون حظهم من العلم بطاقة يحملونها أو لقباً لا يستحقون معناه وهو من مصلحة العلم حيث يقوى ويزداد حقيقة ولا يهمنا عند ضبط الاختبار أن يكون الناجحون قليلاً لأن العبرة بالكيفية لا بالكمية، وإذا كانوا قليل في عام كانوا كثيراً في العام الذي يليه حيث يعتادون على الجد ويستعدون له.
أيها المسلمون أيها المؤمنون بالله ورسوله احرصوا على أداء الأمانة وأسالوا الله الثبات على ذلك. اللهم إنا نسألك أن ترزقنا القيام بأداء الأمانة على الوجه الذي يرضيك عنا. اللهم إنا نعوذ بك من إضاعتها ومن التساهل فيها انك جواد كريم اللهم صلى وسلم على عبدك ورسولك محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين ...
الحمد لله كما أمر وأشكره وقد تأذن بالزيادة لمن شكر وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ولو كره ذلك من أشرك به وكفر وأشهد أن محمداً عبده ورسوله سيد البشر الشافع المشفع في المحشر صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان ما بدأ الفجر وأنور وسلم تسليماً كثيرا .
أما بعد
أيها الناس فإنكم تشاهدون التلاميذ في هذه الأيام حريصين على أداء الاختبار على الوجه الذي ينجحون فيه وهم لا يلامون على هذا لأن هذا من طبيعة البشر، كل إنسان يحب أن يتقدم فيما ينفعه وهذا أمر مجبون عليه الناس ولكننا نذكر التلاميذ ونذكركم أيضا بالاستعداد للاختبار العظيم الذي تختبرون به بعد موتكم.
أيها المسلمون إن الإنسان إذا وضع في قبره وتولوا عنه حتى إنه ليسمع قرع نعالهم أتاه ملكان فيجلسانه فيسألنه عن ربه ودينه ونبيه. فأما المؤمن وأسال الله إن يجعلني منهم، أما المؤمن فإنه يقول ربي الله ونبي محمد وديني الإسلام اللهم ثبتنا على ذلك يا رب العالمين. وأما المنافق فيقول - والعياذ بالله - يقول هاه هاه لا أدري سمعت الناس يقولون شيئاً فقلته فيضرب بمرزبة وهي شئ يشبه المطرقة بمرزبة من حديد لو اجتمع عليها أهل منى ما اقلوها يضرب بها ضربة فيصيح صيحة يسمعها كل شئ إلا الإنس والجن.
أيها المسلمون استعدوا لهذا الاختبار واستعدوا للاختبار الآخر الذي يكون يوم القيامة:(وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ) (وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ). استعدوا لهذا الاختبار الثاني الذي يكون يوم القيامة في اليوم الموعود في اليوم الذي يكون فيه الشاهد والمشهود.
اللهم إنا نسألك أن ترزقنا الاستعداد لهذا ولهذا وأن توفقنا لما فيه صلاحنا وفلاحنا في ديننا ودنيانا.
أيها المسلمون إن الاستعداد لهذا الاختبار العظيم في القبر وفي يوم القيامة يكون بأداء الأمانة التي أوجب الله علينا بأن نقوم بطاعة ربنا وأن نقوم بما يجب علينا من حقوق عباد الله حتى نلقى الله عز وجل ونحن على أحسن ما يكون إذا فعلنا ما يرضي ربنا (لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ)
أيها المسلمون إن الإنسان إذا قام بدين الله على ما يرضي الله عز وجل فإنه يحيا حياة طيبة لا حياة أطيب منها. ولهذا قال بعض السلف لو يعلم الملوك وأبناء الملوك ما نحن فيه لجالدونا عليه بالسيوف، لأن ما هم فيه انشراح صدر وطمأنينة قلب ونور في القلب ونور في الوجه وبصيرة في العلم: (وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدىً وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ)
أيها المسلمون أيها المؤمنون بالله ورسوله أقيموا شعائر الله وقوموا بما أوجب الله عليكم حتى تفلحوا وتسعدوا في الدنيا والآخرة. (مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ)
أيها المؤمنون لقد تأخرت الأمطار عنكم في هذا العام وما ذلك إلا بسبب الذنوب لأن الله تعالى لا يؤاخذ الناس إلا بسبب ذنوبهم كما قال الله عز وجل: (ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ). وقال تعالى:(وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ). وقال الله تعالى مخاطباً خير القرون في هذه الأمة: (أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ) إن انحباس المطر عنا إلى هذه المدة إنما هو بسبب الذنوب المعاصي فنستغفر الله ونتوب إليه.
أيها المسلمون أكثروا من الاستغفار والرجوع إلى الله فإن نوحاً قال لقومه:(فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً) (يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَاراً) (وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَاراً) وأكثروا من سؤال الله تعالى أن يغيثكم أكثروا من ذلك في صلواتكم وفي خلواتكم وفي كل مناسبة.
ولكن بلغني أن بعض الناس يقنتوا في الفجر ليستغيث وهذا من البدعة لأن النبي صلى الله عليه وسلم لم يكن يقنت ليستغيث ولكنه يستغيث بصلاة الاستسقاء المعروفة وربما يستغيث في خطبة الجمعة على المنبر وربما يستغيث في أماكن أخرى، لكننا لا نعلم أن النبي صلى الله عليه وسلم قنت ليستغيث في أي صلاة. لكن لو فرض أن الإنسان قنت قنوتاً مشروعاً في محله وجعل من ضمن دعاءه أن يستغيث الله عز وجل بنزول المطر فإن هذا لا بأس به لأنه يثبت للتابع ما يثبت للمتبوع بخلاف الشيء الذي يفعله الإنسان استغلالا فإنه يحتاج إلى سنة بينة
أيها المؤمنون أكثروا من الدعاء أكثروا من دعاء الله أن يغيث قلوبكم ويغيث بلادكم وأني سأدعو الله عز وجل الآن وأسال الله أن يتقبل: اللهم أغثنا اللهم أغثنا اللهم أغثنا اللهم أغثنا غيثاً مغيثا هنيئاً مريئا غدقاً مجللا. اللهم اسقنا الغيث والرحمة ولا تجعلنا من القانطين. اللهم اسقنا الغيث والرحمة ولا تجعلنا من القانطين. اللهم اسقنا الغيث والرحمة ولا تجعلنا من القانطين. اللهم أنت الغني ونحن الفقراء اللهم أنت الغني ونحن الفقراء اللهم أنت الغني ونحن الفقراء أنزل علينا الغيث وأجعله غيثاً مباركاً مغيثاً يا رب العالمين. اللهم لا تمنعنا فضلك بسوء أفعالنا فأنت أهل العفو والمغفرة ونحن أهل الإساءة والعصيان. اللهم فاعفوا عنا وأغفر لنا وارحمنا ولا تؤاخذنا بما فعلنا يا جواد يا كريم يا حي يا قيوم يا منان يا بديع السماوات والأرض. اللهم أغثنا اللهم أغثنا اللهم أغثنا.
اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.
Kitab Kuning buku yang diajarkan dipondok pesantren
( Kitab Kuning: Books in Arabic Script Used in the Pesantren )
A research project on the Indonesian ulama gave me the opportunity to visit pesantren in various parts of the Archipelago and put together a sizeable collection of books used in and around the pesantren, the so-called kitab kuning. Taken together, this collection offers a clear overview of the texts used in Indonesian pesantren and madrasah, a century after L.W.C. van den Berg’s pioneering study of the Javanese (and Madurese) pesantren curriculum (1886). Van den Berg compiled, on the basis of interviews with kyais, a list of the major textbooks studied in the pesantren of his day. He mentioned fifty titles and gave on each some general information and short summaries of the more important ones. Most of these books are still being reprinted and used in Indonesia, Singapore and Malaysia, but many other works have come into use beside them. The present collection contains around nine hundred different titles, most of which are used as textbooks. I shall first make some general observations on these books and on the composition of the collection. In the second part of this article I shall discuss a list of ‘most popular kitab’ that I compiled from other sources. All of the books listed there are, however, part of the collection.[2]
Criteria and representativeness
In order to judge how representative this collection is, a few words on my method of collecting are necessary. I visited the major publishers and toko kitab (bookshops specializing in this type of religious literature) in Jakarta, Bogor, Bandung, Purwokerto, Semarang, Surabaya, Banda Aceh, Medan, Pontianak, Banjarmasin, Amuntai, Singapore, Kuala Lumpur, Georgetown (Penang), Kota Bharu and Patani (Southern Thailand), and bought there all available Islamic books in Arabic script printed in Southeast Asia. The last two criteria may at first sight seem rather arbitrary, but I found them to be sociologically significant besides being the most convenient ones. It is true, most toko kitab also sell limited numbers of Arabic books printed in Egypt and Lebanon (an agent representing the Lebanese publishing house Dar al-Fikr has special shops for these books in Jakarta and Surabaya), but the price differential between such books and Southeast Asian editions guarantees that they are bought by a relatively small minority only. They include works of reference for the advanced scholar and works by modern authors that have not yet been accepted by the mainstream of Indonesian Islam. Any book for which there is a sizeable demand will sooner or later be (re)printed by one of the regional publishers.[3]
Similarly, the script in which a book is printed carries symbolic meaning and differentiates rather neatly between two different types of reading public. Indonesian Muslims use even different words for books in romanized script (‘buku’) and those in Arabic script, irrespective of the language (‘kitab’). Up to the 1960’s a well-defined line divided the Muslim community in ‘traditionalists’ and ‘modernists’ (with as their major socio-religious organizations the Nahdlatul Ulama and the Muhammadiyah, respectively). The former used to study religion exclusively through kitab kuning (called kuning, ‘yellow,’ after the tinted paper of books brought from the Middle East in the early twentieth century), while the latter read only buku putih, ‘white’ books in romanized Indonesian. The authors of the latter usually rejected most of the scholastic tradition in favour of a return to, and in some cases new interpretation of, the original sources, the Qur’an and the hadith. This may have contributed to the negative attitude towards buku putih that long existed in the pesantren milieu. In a few old-fashioned pesantren such books are not allowed until this day. Traditionalist ulama writing books or brochures, whether in Arabic or in one of the vernacular languages, always used Arabic script, and many continue to do so. Nowadays, however, the dividing line between ‘modernists’ and ‘traditionalists’ is not so sharp and clear anymore, and many of the old antagonisms have worn off. The ‘modernists’ have generally become less radical in their rejection of tradition — significantly, there are now several Muhammadiyah pesantren offering a combination of the traditional curriculum (kitab kuning) and that of the modern school. Not only have most ‘traditionalist’ kyai, on the other hand, become more catholic in their reading, many of them write now in Indonesian as well as in Arabic, Malay or Javanese. The Arabic script, though still the most unambiguous symbol of a traditionalist orientation, is no longer a sine qua non for it. I have therefore not applied the criterion of script too rigidly, and have included in the present collection a number of works in (romanized) Indonesian, that logically belong to the kitab tradition: annotated translations of, or commentaries on, classical texts by ‘traditionalist’ ulama.
The criterion of Arabic script has excluded one category of texts otherwise quite similar to those collected. Ulama in South Sulawesi (the most prolific of whom are Yunus Maratan and Abdul Rahman Ambo Dalle) have written religious texts in Buginese for use in madrasah and schools, employing not, as earlier generations of scholars did, the Arabic but the Buginese alphabet. A good number of these works are already in the KITLV library, and several bibliographies exist (Departemen Agama 1981/1982, 1983/1984).
The collection could, for a number of reasons, not be complete. Most publishers have very limited storage facilities, and only a fraction of the books published by them are actually available at their sales departments. When a kitab is (re)printed, almost the entire edition is immediately sent off to toko kitab throughout the country. It is only through visiting many such shops and patiently combing the shelves that one can collect at least most of the important works from major publishers. Virtually all works mentioned in published sources or heard about have been collected, some even in several editions, in various translations or with different glosses. But some of the less important works were simply out of print and sold out in all shops visited.
Furthermore, there are numerous minor local publishers bringing out works of secondary importance, often by local ulama. There are not a few of such works in the collection, but it is likely that many others were overlooked. In spite of these limitations, however, the collection represents a fair cross-section of the study materials used in Indonesian (and Malaysian) pesantren and madrasah, as well as of the intellectual output of Indonesian ulama.
Statistics
Out of some nine hundred different works, almost five hundred, or just over half, were written or translated by Southeast Asian ulama. Many of these Indonesian ulama wrote in Arabic: almost 100 titles, or around 10%, are Arabic works by Southeast Asians (or Arabs resident in the region). Those in Indonesian languages were, of course, all written by Southeast Asians (including some of Arab descent). If we count translations as separate works, the approximate numbers of kitab in the various languages are as follows :
Criteria and representativeness
In order to judge how representative this collection is, a few words on my method of collecting are necessary. I visited the major publishers and toko kitab (bookshops specializing in this type of religious literature) in Jakarta, Bogor, Bandung, Purwokerto, Semarang, Surabaya, Banda Aceh, Medan, Pontianak, Banjarmasin, Amuntai, Singapore, Kuala Lumpur, Georgetown (Penang), Kota Bharu and Patani (Southern Thailand), and bought there all available Islamic books in Arabic script printed in Southeast Asia. The last two criteria may at first sight seem rather arbitrary, but I found them to be sociologically significant besides being the most convenient ones. It is true, most toko kitab also sell limited numbers of Arabic books printed in Egypt and Lebanon (an agent representing the Lebanese publishing house Dar al-Fikr has special shops for these books in Jakarta and Surabaya), but the price differential between such books and Southeast Asian editions guarantees that they are bought by a relatively small minority only. They include works of reference for the advanced scholar and works by modern authors that have not yet been accepted by the mainstream of Indonesian Islam. Any book for which there is a sizeable demand will sooner or later be (re)printed by one of the regional publishers.[3]
Similarly, the script in which a book is printed carries symbolic meaning and differentiates rather neatly between two different types of reading public. Indonesian Muslims use even different words for books in romanized script (‘buku’) and those in Arabic script, irrespective of the language (‘kitab’). Up to the 1960’s a well-defined line divided the Muslim community in ‘traditionalists’ and ‘modernists’ (with as their major socio-religious organizations the Nahdlatul Ulama and the Muhammadiyah, respectively). The former used to study religion exclusively through kitab kuning (called kuning, ‘yellow,’ after the tinted paper of books brought from the Middle East in the early twentieth century), while the latter read only buku putih, ‘white’ books in romanized Indonesian. The authors of the latter usually rejected most of the scholastic tradition in favour of a return to, and in some cases new interpretation of, the original sources, the Qur’an and the hadith. This may have contributed to the negative attitude towards buku putih that long existed in the pesantren milieu. In a few old-fashioned pesantren such books are not allowed until this day. Traditionalist ulama writing books or brochures, whether in Arabic or in one of the vernacular languages, always used Arabic script, and many continue to do so. Nowadays, however, the dividing line between ‘modernists’ and ‘traditionalists’ is not so sharp and clear anymore, and many of the old antagonisms have worn off. The ‘modernists’ have generally become less radical in their rejection of tradition — significantly, there are now several Muhammadiyah pesantren offering a combination of the traditional curriculum (kitab kuning) and that of the modern school. Not only have most ‘traditionalist’ kyai, on the other hand, become more catholic in their reading, many of them write now in Indonesian as well as in Arabic, Malay or Javanese. The Arabic script, though still the most unambiguous symbol of a traditionalist orientation, is no longer a sine qua non for it. I have therefore not applied the criterion of script too rigidly, and have included in the present collection a number of works in (romanized) Indonesian, that logically belong to the kitab tradition: annotated translations of, or commentaries on, classical texts by ‘traditionalist’ ulama.
The criterion of Arabic script has excluded one category of texts otherwise quite similar to those collected. Ulama in South Sulawesi (the most prolific of whom are Yunus Maratan and Abdul Rahman Ambo Dalle) have written religious texts in Buginese for use in madrasah and schools, employing not, as earlier generations of scholars did, the Arabic but the Buginese alphabet. A good number of these works are already in the KITLV library, and several bibliographies exist (Departemen Agama 1981/1982, 1983/1984).
The collection could, for a number of reasons, not be complete. Most publishers have very limited storage facilities, and only a fraction of the books published by them are actually available at their sales departments. When a kitab is (re)printed, almost the entire edition is immediately sent off to toko kitab throughout the country. It is only through visiting many such shops and patiently combing the shelves that one can collect at least most of the important works from major publishers. Virtually all works mentioned in published sources or heard about have been collected, some even in several editions, in various translations or with different glosses. But some of the less important works were simply out of print and sold out in all shops visited.
Furthermore, there are numerous minor local publishers bringing out works of secondary importance, often by local ulama. There are not a few of such works in the collection, but it is likely that many others were overlooked. In spite of these limitations, however, the collection represents a fair cross-section of the study materials used in Indonesian (and Malaysian) pesantren and madrasah, as well as of the intellectual output of Indonesian ulama.
Statistics
Out of some nine hundred different works, almost five hundred, or just over half, were written or translated by Southeast Asian ulama. Many of these Indonesian ulama wrote in Arabic: almost 100 titles, or around 10%, are Arabic works by Southeast Asians (or Arabs resident in the region). Those in Indonesian languages were, of course, all written by Southeast Asians (including some of Arab descent). If we count translations as separate works, the approximate numbers of kitab in the various languages are as follows :
Language | Approximate number of kitab | Percentage of total number |
Arabic | 500 | 55 % |
Malay | 200 | 22 % |
Javanese | 120 | 13 % |
Sundanese | 35 | 4 % |
Madurese | 25 | 2.5 % |
Acehnese | 5 | 0.5 % |
Indonesian | 20 | 2 % |
These works can be roughly classified according to subject matter. The largest categories are:
jurisprudence (fiqh) | 20 % |
doctrine (`aqida, usul al-din) | 17 % |
traditional Arabic grammar (nahw, sarf, balagha) | 12 % |
hadith collections | 8 % |
mysticism (tasawwuf, tariqa) | 7 % |
morality (akhlaq) | 6 % |
collections of prayers and invocations, Islamic magic (du`a, wird, mujarrabat) | 5 % |
texts in praise of the prophets and saints (qisas al-anbiya’, mawlid, manaqib, etc.) | 6 % |
A few important changes have taken place in the composition of the pesantren curriculum, and these are only partly reflected in the table above. A century ago, the Qur’an and the traditions were rarely studied directly but mainly in the ‘processed’ form of scholastic works on jurisprudence and doctrine. According to van den Berg, only one tafsir, the Jalalayn, was studied in the pesantren, and no hadith collections at all. In this respect, a significant change has taken place during the past century. There are no less than ten different Qur’anic commentaries (in Arabic, Malay, Javanese and Indonesian) in the collection beside straightforward translations (also called tafsir) into Javanese and Sundanese. The number of compilations of hadith is even more striking. There is almost no pesantren now where hadith is not taught as a separate subject. The major emphasis in instruction remains, however, on fiqh, the Islamic science par excellence. There have been no remarkable changes in the fiqh texts studied, but the discipline of usul al-fiqh (the foundations or bases of fiqh) has been added to the curriculum of many pesantren, allowing a more flexible and dynamic view of fiqh.
These and other categories of kitab kuning will be discussed in greater detail in the second part of this article, where the most popular of each are listed. But here are first some observations on kitab publishing and major authors.
The publishing of kitab kuning in the Archipelago
Printed books are a relative novelty in the pesantren. In van den Berg’s time, many of the kitab in the pesantren were still in manuscript, and were copied by the santri in longhand. But it was precisely in this period that printed books from the Middle East began entering Indonesia in significant numbers, one of the side effects of the increased participation in the haj (due in turn to the arrival of the steamship). There had, by then, been a century of bookprinting in the Middle East already, but of particular relevance for Indonesians was the establishment of a government press in Mecca in 1884, which printed not only books in Arabic but also in Malay. The latter part of its activities was placed under the supervision of the learned Ahmad b. Muhammad Zayn al-Patani, who is also the author of several treatises himself.[4] (the present collection contains seven of them in recent reprints). His selection of books was rather biased in favour of those by compatriots, and it is partly due to him that many works of Da’ud b. `Abdallah al-Patani and Muhammad b. Isma`il Da’ud al-Patani are still widely available, in reprints of his original editions. In these and other reprints, the imprint of the original publisher has been replaced, but many of the works published by Ahmad b. M. Zayn may still be recognized by the verses that he wrote as introductions and placed on the title pages.[5]
This was not the very first Malay press, although the first one of importance. Zayn al-Din al-Sumbawi, another Jawi scholar resident in Mecca, had a short treatise lithographed as early as 1876 (Snouck Hurgronje 1889: 385) and several of Da’ud b. `Abdallah al-Patani’s works were printed in Bombay before the 1880s too. Bombay was also the major source of printed (lithographed) Qur’ans entering Indonesia in the late 19th and early 20th centuries.[6] Publishers in Istanbul and Cairo soon followed the Meccan press in establishing Malay sections. It was especially Mustafa al-Babi al-Halabi of Cairo who, in the course of time, was to publish many a Malay kitab. Two studies by Mohd. Nor bin Ngah (1980, 1983) discuss a more or less representative sample of these Malay kitab and of the worldview that is reflected in them.
These publishing activities in the Middle East, as well as the example of British and Dutch lithograph presses, stimulated Islamic publishing efforts in the Archipelago too. The first presses there that printed in vernacular languages were operated by government and missionary organisations.[7] They were soon followed by the first enterprising Muslim publishers. One of the pioneers was Sayyid Usman of Batavia, that prolific ‘Arab ally of the Dutch Indies government,’ many of whose simple works are still in use, primarily among the Betawi and Sundanese. He had a first version of his Al-qawanin al-shar`iyya lithographed in 1881; by 1886, at least four other booklets of his hand were mentioned and many more were to follow.[8]
Even Sayyid Usman was not the first Islamic publisher in the Indies; that title probably belongs to Kemas Haji Muhammad Azhari of Palembang, who in 1854 made his first lithograph prints of the Qur’an, calligraphed by himself. He had bought a press in Singapore a few years earlier, on the return journey from the hajj, and taught himself to operate it. His Qur’ans — to which he had written a 14-page Malay introduction on pronunciation and style of reading — found ready buyers.[9] In Singapore too, there must have been lithograph presses occasionally printing in Malay by that time, but very little is known about them as yet. In the 1880s and 1890s, several presses published Malay newspapers and occasionally books, but it remains unclear whether these included more than one or two small religious tracts.[10]
In 1894, the junior ruler of Riau, Muhammad Yusuf, established a printing press, the Matba`at al-Ahmadiyya, on the island of Penyengat in 1894, which in the following years printed several religious treatises by the contemporary Naqshbandi shaykh Muhammad Salih al-Zawawi, the spiritual preceptor of Muhammad Yusuf and his relatives.[11]
These promising beginnings found little follow-up. Many books and journals were published in the Archipelago in the first half of the 20th century, but very few of them were kitab (in the wide sense defined above) and almost none were texts of the classical kind. West Sumatra was probably the only region where a significant number of kitab (written by local `ulama) were printed during the first decades of the century. Some of these were simple textbooks, in Malay and Arabic, for the then new madrasah, meant to replace the rather difficult classical works on Arabic grammar, doctrine and fiqh. Several of these books are still widely used.[12] Others were polemical writings, weapons in the religious debates between kaum muda and kaum tua then raging in West Sumatra.[13]
Here as elsewhere, most of the modernists, who were by far the more prolific writers and publishers, soon adopted the romanized script, which brought them closer to the secular nationalists but reinforced their social separation from the kaum tua. They did write religious textbooks, but in style and contents these differed rather much from traditional kitab.
It was only after Indonesia’s independence that kitab began to be printed on any serious scale there. As the present major publishers remember, before the Second World War there were only booksellers, no actual publishers of kitab in the Archipelago (the largest being Sulayman Mar`i in Singapore, `Abdullah bin `Afif in Cirebon, and Salim bin Sa`d Nabhan in Surabaya, all three of them Arabs).[14] They ordered virtually all books - including works in Malay - from Egypt, where book production was then considerably cheaper than in Indonesia. There was one exception, but it had only local significance: the (Malay-owned) Patani Press as well as Nahdi (Arab) in southern Thailand began printing Malay kitab in the late 1930s, for use in the pondok of Patani and the contiguous Malay states.
In the first half of the century, Indonesian demand was still low, and the only commercially interesting kitab was the Qur’an itself. Both Mar`i and bin `Afif made their first attempts to have it printed locally in the 1930s; they were later followed by Al-Ma`arif of Bandung, established late in 1948 by Muhammad bin `Umar Bahartha, a former employee of `Abdullah bin `Afif. By mid-century, Mar`i had several kitab kuning printed as well; one of the more conspicuous was `Abd al-Ra’uf al-Fansuri (al-Singkili)’s Malay adaptation of the tafsir Jalalayn, published in 1951. In the course of the 1950s, Al-Ma`arif followed suit with cheap prints of oft-used kitab, and so did `Abdullah bin `Afif and various relatives of Salim Nabhan. (Larger and therefore more expensive works, such as the four-volume I`anat al-talibin by Sayyid Bakri b. M. Shatta’, the latest great compendium of Shafi`i fiqh, were only published from the 1970s on, reflecting a growing affluence in santri circles). In the course of the 1960s Toha Putra of Semarang also ventured onto the kitab market. Still later, the publishing house Menara of Kudus joined the competition: the first non-Arab publisher of this type of literature in Indonesia. Both Toha Putra and Menara have published numerous classical texts together with Javanese or Indonesian translations, as well as original works by Javanese `ulama. In 1978, a former associate of Al-Ma`arif established the house Al-Haramayn in Singapore, which in a few years put out a wide range of classical Arabic texts, many Malay and even a few Sundanese works. Singapore was apparently no longer an advantageous location to serve the Southeast Asian kitab market from, for Al-Haramayn closed shop after a few years (although its books could still be found all over the Archipelago in 1987), and the owner established a new house in Surabaya, called Bungkul Indah.[15] In number of titles, al-Haramayn and its successor Bungkul Indah are the largest publishers of kitab; in sheer volume of sales, however, they lag far behind Al-Ma`arif. Another new publisher with a wide range of (exclusively Arabic) titles is Dar Ihya’ al-Kutub al-`Arabiyya in Surabaya.[16]
There are no signs yet of strong centralization in the publishing of kitab kuning. Surabaya boasts the largest number of publishers; the most conspicuous, beside those already mentioned, are the houses of Sa`d bin Nasir bin Nabhan and Ahmad bin Sa`d Nabhan (ten other members of the same family also publish kitab). On Java’s north coast we find further publishers (besides those mentioned) in Semarang (Al-Munawwara), Pekalongan (Raja Murah), Cirebon (Misriyya, the old establishment of `Abdallah bin `Afif) and Jakarta (Al-Shafi`iyya and Al-Tahiriyya, belonging to the large Betawi pesantrens of these names, and putting out textbooks used there besides simple books by authors beloved to the Betawi community). `Arafat in Bogor mainly produces works on Arabic grammar (over twenty titles); Toko Kairo in the small West Javanese town of Tasikmalaya publishes both Arabic classics and simple Sundanese kitab.
In Sumatra there are at present, surprisingly, no important publishers of kitab. The public there is served by publishers in Java, Singapore and Malaysia. Publishing in Singapore has, as said, declined; in Malaysia too, publishing of kitab is on the wane (in contrast to the publishing of modern books, in which the country’s output is above that of its ten times more populous southern neighbour). Georgetown (on the island of Penang) still has three active publishers, of which Dar al-Ma`arif and Nahdi are the most productive. In Kota Bharu (Kelantan), the Pustaka Aman Press is very active, but it publishes mostly modern Malay books, not classics.[17]
There are also several publishers in Patani (Southern Thailand), the eldest of which, Patani Press, began publishing the works of Patani `ulama in the late 1930s.[18] At present their books do not receive a wider distribution than Patani and the contiguous Malay states. One of the other publishers here, Nahdi, has moved most of its activities to Penang, where the political climate is more favourable to Islamic publishing, and whence the books receive a wider distribution. Besides these, there are a large number of small local publishers putting out religious tracts, brochures and books for strictly local markets.
A high proportion of the books printed by these Southeast Asian publishers are photomechanical reprints of works first published in Mecca or Cairo around the turn of the century. Many even still carry the imprint of the original publisher on the title page. In other cases, this imprint has been replaced by that of the new publisher. Borrowing continues freely meanwhile. Thus it can happen that a book originally published by Mustafa al-Babi al-Halabi of Cairo appears with the name of the most recent publisher, Bungkul Indah, on the jacket while the title page still bears the imprint of the previous publisher, Al-Ma`arif. Some cheap reprints of more recent Egyptian or Lebanese books are only distinguishable from the original by the quality of the paper and the binding: a nightmare for the bibliographer. Thus Bungkul Indah has recently brought out a series of modern works with the imprint of Beyrut publisher Dar al-Thaqafa still on the cover and title page.
region: | Sumatra | KalSel | JaBar | JaTeng | JaTim | total | |
number of pesantren | 4 | 3 | 9 | 12 | 18 | 46 | |
| | | | | | | level |
sarf | | | | | | | |
Kailani/Syarah Kailani | 2 | 1 | 7 | 0 | 4 | 14 | `ali |
Maqshud/Syarah Maqshud | 0 | 1 | 2 | 3 | 5 | 11 | |
Amtsilatut Tashrifiyah | 0 | 0 | 0 | 3 | 4 | 7 | tsanawi |
Bina’ | 1 | 0 | 4 | 1 | 0 | 6 | ibtida’i |
| | | | | | | |
nahw | | | | | | | |
Jurumiyah/Syarah Jurumiyah | 3 | 1 | 8 | 9 | 16 | 37 | tsanawi |
Imriti/Syarah Imriti | 0 | 0 | 3 | 6 | 12 | 21 | tsanawi |
Mutammimah | 0 | 1 | 5 | 0 | 7 | 13 | tsanawi |
Asymawi | 0 | 0 | 1 | 0 | 2 | 3 | |
Alfiyah | 0 | 0 | 8 | 11 | 11 | 30 | `ali |
Ibnu Aqil | 1 | 0 | 0 | 3 | 10 | 14 | `ali |
Dahlan Alfiyah | 0 | 0 | 1 | 0 | 3 | 4 | `ali |
Qathrun Nada | 3 | 1 | 0 | 0 | 0 | 4 | tsanawi |
Awamil | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 4 | ibtida’i/ tsanawi |
Qawaidul I`rab | 0 | 0 | 0 | 1 | 2 | 3 | tsanawi |
Nahwu Wadlih | 0 | 0 | 0 | 2 | 3 | 5 | tsanawi |
Qawaidul Lughat | 0 | 0 | 0 | 2 | 2 | 4 | |
| | | | | | | |
balagha | | | | | | | |
Jauharul Maknun | 2 | 0 | 4 | 5 | 7 | 18 | `ali |
Uqudul Juman | 0 | 0 | 3 | 0 | 4 | 7 | `ali |
| | | | | | | |
tajwid | | | | | | | |
Tuhfatul Athfal | 0 | 0 | 1 | 1 | 4 | 6 | tsanawi |
Hidayatus Shibyan | 0 | 0 | 0 | 1 | 4 | 5 | tsanawi |
| | | | | | | |
mantiq | | | | | | | |
Sullamul Munauraq | 1 | 0 | 3 | 1 | 5 | 10 | `ali |
Idlahul Mubham | 2 | 0 | 1 | 1 | 3 | 7 | `ali |