Home » » Menunggu Datangnya Pemimpin yang menjaga kepercayaan umat

Menunggu Datangnya Pemimpin yang menjaga kepercayaan umat

Menunggu datangnya Pemimpin yang menjaga kepercayan Ummat

Perhatikanlah..Di negeri ini pertarungan Islam dan Sekuler sudah berlangsung sangat lama, hampir seumur dengan Negeri tercinta ini. Sebelum Proklamasi Kemerdekaan, pertarungan antara kubu Nasionalis yang ingin mendirikan Negara Kebangsaan dengan kubu Islam yang ingin mendirikan Islam dengan Konstitusi yang ingin mencantumkan Islam sebagai Dasar Negara. Jadi keduanya dilihat dari prespektif sejarah, bukanlah ide liar, akan tetapi adalah ide formal yang ditempuh melalui usaha-usaha konstitusional. Persoalannya juga adalah soal kalahnya ide Negara Islam ini dalam perjuangkan di BPUPKI tidak menjadikan bahwa ide ini lantas dianggap sebagai ide liar, dan tidak Konstitusional.
Justru pencitraan ini dibangun oleh kekuatan Orde Baru dimana bangsa ini sudah bertekad memutus segala hubungan dengannya, termasuk stigmatisasi tentang liarnya ide Negara islam. Negara islam yang dimaksud oleh para pendiri Repoblik ini tidak lain adalah membangun Negara modern dengan dasar dasar Syariah Islam yang Mulia. Negara yang memperjuangkan keadilan sosial, persamaan antara sesama Warga Negara dan pengambilan keputusan berdasarkan Syura.
Konsep inilah yang sering di usung dan dipekikan oleh para pemikir Islam abad 20 lalu, semisal Iqbal, Al afghany, Abduh, Rasyid Ridho, Al Mawdudy, Sayyid Qutb, Al Banna, Muh Husien Haikal, Natsir, dan lainnya. Mereka tak pernah menginginkan konsep Negara Islam itu seperti yang dibayangkan oleh barat seperti sekarang ini. Oleh kekuatan musuh islam, stigma tentang islam dibalikan dengan menampilkannya sebgai kekerasan, pemaksaan kehendak dan diktatorisme.
Namun demikianlah memang jika kita telusuri sejarah masa lalu Barat pun tidak mau mendengarkan apa kata pemikir itu tentang Negara Islam. Mereka tetap pada pendirianya, bahwa islam adalah ancaman bagi barat yang harus disingkirkan. Bangsa-bangsa muslim harus taat sepenuhnya pada kehendak Barat. Karena mereka bangsa yang terbelakang, miskin, dan pemberontak.
Pemilu demi pemilu di Indonesia kekuatan politik Islam jatuh bangun tengok saja pada tahun 1955 partai-partai Islam mampu melesat diatas 50%, Masyumi pernah memimpin sebagai Perdana Menteri. Namun upaya untuk menggolkan Syariat Islam masih gagal, karena kekuatan Nasionalis Sekuler masih kuat di Parlemen. Modal perolehan total suara Partai Islam dan berbasis masa Islam pada pemilu 1999 juga Cuma 30% begitu juga pada 2004 yang lalu. Kekuatan itu juga mencerminkan kondisi ummat Islam di negeri ini. Apa mau dikata pukulan terhadap Islam itu sangat dahsyat bila kita lihat pada masa Suharto kedekatannya pada kaum Nasrani dan memberi tempat seluas-luasnya selama masa orde baru, kecuali pada babak akhir kekuasaannya.
Dalam Era reformasi ini pun peluang itu sebenarnya terbuka. Kekuatan yang berbasis Islam cukup diperhitungkan asal mereka mau mencabut atribut mereka masing-masing dan bersatu dalam cita cita yang Mulia yang sudah diletakkan asasnya oleh pendiri Repubik ini, paling tidak ketika mereka duduk di Panitia Kemerdekaan Indonesia dahulu. Disana ada wakil wakil Masyumi, NU, dan Muhamadiyah. Tetapi persoalan mereka lebih pada pemikiran kepentingan sempitnya Partai dan Berbasisi Masanya saja. Ketimbang perjuangan menegakkan Islam. Inilah yang membuat mereka tidak biasa bersatu Dalam Bahasa Alquranya “ Wa ghorothum al Hayat ad-Dunia.”( Dihanyutkan oleh godaan dunia) mereka merasa paling pintar dan kelompok lain harus bergabung dengan mereka.
Selanjutnya masing-masing tak mau kalah, karena masing masing mereka sudah besar. Dan disinilah faktor eksternal sangat kuat menepuki masing-masing mereka agar tetap bertahan pada egoismenya, andaikan boleh berandai-andai setelah menjelang pengumuman pemilu, kalau partai islam dan berbau islam itu mau maju dengan atributnya sendiri, kuat dugaan kekuatan ini akan menang
Tetapi apakah masing-masing mereka mau mengalah mempersilahkan saudaranya sebagaimana dulu Umar dan Abu Bakar saling mempersilahkan untuk jadi khalifah mengganti rasulullah Saw itulah yang tidak mereka miliki. Yang lebih senior akan mengatakan saya lebih senior dari anda, kamilah yang menjadi pelopor reformasi ini, karenanya sayalah yang harus tampil kedepan. Yang kekuatan Politiknya lebih besar mengatakan, kekuatan kami lebih besar dari angka perolehan suara. Kamilah yang pantas maju. Begitulah dengan yang lainnya, masing-masing menginginkan dirinya bukan saudaranya.
Tentu Umat mengira mereka serius untuk bersatu, rupanya mereka bercanda seolah-olah bersatu, untuk menaikkan harga, jadi langkah dan kebijakan mereka ini memang mencerminkan bahwa mereka murni Partai politik yang tidak pantas membawa embel-embel Islam, apalagi dawah. Kalau masih membawa nama islam, jelas mereka menjadi islam sebagai alat dan kekuasaan sebagai tujuan. Yang diketahui umat selama ini sesuai dengan ucapan mulut mereka, politik hanya sebagai alat dan islam sebagai tujuan.
Masih bisakah kita mempertahankan kepercayaan ummat ini? Atau umat masih menunggu partai lain lagi yang mampu istiqamah setelah bergugurannya banyak partai di jalan dawah. Meminjam istilah Fatih Yakan, mereka itu adalah” al mutasaqithun fi thariq ad Dawah” Idialisme runtuh, tujuan menjadi kabur, jalan yang ditempuh salah sasaran. Yang tertawa adalah kaum sekuler. Tapi Umat tak perlu Putus asa. Harapan Tetap ada. Walaupun ada yang mengatakan masa depan politik islam sudah habis, partai islam pun tak efektif lagi, jadi bubarkan saja partai islam. Percuma saja meskipun lambangnya bersymbol islami, semuanya pikiran pragmatis. Bahkan Ali Mochtar Ngabalin yakin tidak ada harapan lagi pada partai islam. Butuh 50 tahun lagi partai Islam betul-betul punya jati diri dan kaderisasi yang baik
Nah berangkat dari itu semua bagaimana sesungguhnya kita umat yang aspirasi dan suaranya diberikan ketika kita melihat kenyataan ini? Kepada siapa kita labuhkan leburkan suara kita nantinya di 2014 wahai Umat Islam?
Satu-satunya cara adalah mari kita mencoba renungkan apa kata Rasulullah karena Rasullah yang membentuk umat di dunia ini wal awal wal akhir yang terbaik umat di Jagad Raya Ini yaitu Para Sahabat-sahabatnya. Mereka adalah bagai bintang dilangit yang menerangi dikala gelapnya malam jika kita mengikuti sungguh kita akan selamat sebagaimana kita mengikuti Rasulullah. Persoalannya adalah kita sendiri umat belum mendapat pencerahan sejak dini mengenal karakter dan kita sejak kecil tidak bersahabat dengan sahabat Rasulullah, kita hanya sepotong-sepotong mengenalnya bahkan tidak mengenal sama sekali. Kita sejak dini tidak menguraikannya pada generasi muda sehingga kita terjerembab pada zeronya tokoh panutan, tokoh Hero, dan makna dari sebuah kekuatan yang hakiki Pada tingkat perkaderan di semua jenjang kita juga digilas habis oleh neolibs dan matrialisme yang merasuk sukma.Sehingga terputusnya Generasi Islam didambakan nantinya. Lalu Bagaimana Hizbu Tahrir mendengungkan Khilafah Islamiyah mengharapkan nantinya baik secara berlahan maupun cepat ditataran idalisme sehingga hanya kesadaran bagi ummat bukan pada tataran praskisnya.
Penulis Lebih melihat Persoalan umat sekarang adalah bagaimana membina seutuhnya penyelarasan ditingkat bawah dengan selalu membangun kembali semangat dari Sunnah Rassulullah dari mulai bangun sampai tidur kita kembali. Dari buain hingga liang lahat kita senantiasa melakukan, mengikuti, mencontoh menciplak prilaku Rasulullah Saw, hingga kita nantinya mengikuti sebagaimana sahabat lakukan dalam kehidupan disemua tingkatan, bermasyarakat maupun bernegara yang elegan dan memaknakan secara kaffah.dan ini lah politik islami karna salah satu krisis yang paling kursial adalah krisis pergerakan Islam dalam didunia politik kehidupan keseharian yang akhirnya hasil kedepan menjadi cerminan.
Nah sebagaimana Rrasulullah sabdakan barang siapa yang melewati satu malam, ia tidak memperhatikan masalah umat Islam, maka ia bukanlah bagian dari mereka. Jadi setiap muslim sebenarnya bertugas menjaga disalah satu parit yang memelihara islam, diwilayah keberadaanya jadi tanggung jawab itu adalah bersifat umum di semua level serta juga disetiap individu akan diminta pertanggung jawabanya nantinya” Dan setiap mereka akan berhadapan denganNya (Allah) di hari kiamat, sendiri-sendiri. Tanggung Jawab ini secara prinsip berlaku semua individu muslim, tak mungkin ada yang bisa lari darinya.
Diperlukannya oreantasi politik yang jelas di bumi persada ini dengan patokan syariah yang wajib dipegang teguh oleh para anggota parlemen dari gerakan islam lainnya maka politik itu intinya adalah memelihara urusan masyarakat dari bebagai sisinya dan di berbagai bidang.Politik adalah salah satu dari kenderaan dakwah. Politik tidak boleh menjadi sumber perbedaan pendapat, dan pertikaian dan pertikaian yang mungkin mucul dari kader-kader gerakan hendaknya sejalan dengan prinsip maupun patokan syariah yang digariskan. Politik juga tidak boleh menjadi tujuan, politik juga tidak boleh menjadi bencana ketimbang anugrah. Lantaran adanya praktek keliru yang dilakukan dan tidak selaras dengan kaidah yang seharusnya dipegang dalam amal politik. Dimana sebagian besar para politisi tidak memiliki padangan yang jelas antara mana Prinsip dan mana Praktik. Lalu ia menentukan kebijakan dari modal seperti itu, disitulah kesalahan besarnya. Karena ini bias menjadi celah bagi setan utuk memecah barisan pada dua bagian, memunculkan perselisihan hingga memunculkan dua front dari satu organisasi, hingga muncullah dampak lainnya yang membahayakan. Berarti permasalahanya ada pada politisinya kan bukan pada politiknya, nah bagaimana memperbaiki para politisi dan bukan menghapus politiknya. Kondisi seperti ini terjadi dalam tarbiyah dan dawah ketika para pelaku tarbiyah dan para dainya tidak baik dalam menyapaikan fungsi mereka, tidak membangun ketika disaat orang lain menghancurkan. Obat yang manjur dalam hal ini adalah kembali menyeimbangkan langkah pada prinsip dan landasan yang konstan. Menyeimbangkan antara hukum-hukum syariah dan kaidah agama dalam konteks tarbiyah dan dawah sebagaimana dalam konteks politik. Memang kita akui bahwa langkanya para Ulama di dalam gerakan islam walaupun ada, hanya stok lama. Jika hal ini berlanjut maka akan berbahaya karena bila tidak disertai para ulama dan fuqaha justru dawah yang mumpuni berarti kehilangan unsur kebaikannya. Harapan kita adalah bagaimana gerakan gerakan Islam segera mengevaluasi fenomena kosongnya para ulama di level kepemimpinan mereka. Termasuk menghargai Ulama adalah mereka yang berada dalam jabatan mengeluarkan kebijakan atau level kepemimpinan
Islam selalu menyerukan agar kita menempuh ragam sebab yang bias menghantarkan pada kesuksesan didunia dan diakhirat. Juga Pengembangan metode sesuai perubahan dan tempat. Para salafushalih telah melakukan ini sebagaimana kita ketahui dari riwayat para Imam dan Ulama. Mereka tidak menolak adanya perubahan dalam berijtihad karena perubahan jaman dan tempat mereka. Prinsip Tajdid ( Pembaharuan) yang sesuai dengan kaidah dasar dan prinsip yng disepakati para ulama, termasuk dalam poin Tsawabit (konstan) dalam ijtihad yang dilakukan oleh gerakan Islam.
Rasulullah Bersabda” Allah Swt mengutus setiap seratus tahun, seseorang bagi umat ini, yang akan memperbaharui agamanya.”
Pemimpin yang dirindukan ummat adalah juga pemimpin yang dirindukan Surga. Pemimpin dalam Pandang Alquran berpotensi menjadi penduduk Surga, kekasih Allah ahli bahagia dunia dan akhirat. Rasulullah bersabda Tujuh golongan yang di naungi Allah dengan naungan yang tidak ada naungan kecuali naunganNYa, Pertama imam yang adil. Dan penghormatan terhadap pemimpin ini termasuk pengagungan kepada Allah. Dalam Hadits sahih juga disebutkan”Termasuk pengagungan kepada Allah; menghormati orang tua yang beruban, penghapal AlQuran dn Pemimpin yang Adil (HR Abu Daud)
Dan Pemimpin juga punya potensi masuk neraka bahkan menjadi pelopor ahli neraka sebagaimana yang Allah katakan “ Dan kami jadikan merek Pemimpin yang mengajak ke neraka, dan pada hari kiamat mereka tidak ditolong” (QS al Qashash: 41) Pemimpin yang dirindukan surga adalah kenikmatan bagi yang dipimpin, sebagaimana bagi pemimpin itu sendiri. Dalam QS al Maidah Allah berfirman” Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada Kaumnya, wahai kaumku ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika menjadikan ditengah-tengah kalian para nabi dan para raja.” Pemimpin yang dirindukan surga adalah pemimpin yang menempatkan diri sebagai wakil Allah dalam menjalankan syariatNya. Sebagai implementasi Allah sebagai raja, Allah juga Berfirman” Wahai Daud sesungguhnya Kami menjadikan kamu sebagai Khalifah dibumi, maka hukumlah manusia dengan kebenaran, dan janganlah mengikuti hawa nafsu” (QS Shad: 26)
Menjalankan perintah Allah, menegakan syariah Allah, serta menjadikan Allah sebagai sumber hukum, menjadikan sunnah nabi menjadi rujukan dalam kehidupan, merupakan syarat mutlak seorang dicintai Allah, dan mengharapkan Rahmat Allah.
Sifat yang kedua Pemimpin yang dirindukan surga adalah memiliki integritas diri yang tinggi, menjalankan kebaikan, memberikan keteladanan dalam kebaikan menjalankan amar maruf nahi mungkar. Dan syarat mendapatkan sifat ini, ia berhasil menjadi pemimpin moralitas, iman, ilmu sebelum menjadi pemimpin politik. Pemimpin adalah pendidik yang melakukan amar makruf dan nahi mungkar.
Sifat ketiga Mereka menegakan Sholat sebagai isyarat bahwa mereka membawa semua rakyatnya beribadah kepada Allah, bukan untuk ruku dan sujud untuk dirinya mereka menjadi imam shalat di Masjid sebelum menjadi pemimpin rapat di istana dan komandan dilapangan. Sebagaimana perkataan para sahabat ketika menyebut Konsidran mereka dalam memilih Abu Bakat Ashiddiq, “ Apakah kita tidak meridhoinya sebagai pemimpin kita dalam dunia kita. sedang nabi telah meridhoinya sebagai pemimpin kita dalam addin kita.” Isyarat bahwa Abu bakar telah menjadi imam shalat jamaah ketika nabi sakit sebelum wafat.
Sifat pemimpin yang dirindukan surga adalah menunaikan zakat dan menegakan zakat, menegakan kesejahtraan sosial dan ekonomi Islam yang bahwa semua alam adalah milik Allah. Maka tidak boleh mengumpulkannya, memanfaatkannya, serta mendistribusikannya kecuali dengan aturan Allah Swt. (Dihimpun dr sabili 23 rajab 1430)
Sifat berikutnya amar maruf nahi mungkar, sebagaimana diterangkan Allah dalam al Quran surat Al haj ayat 40-41. Amar maruf nahi mungkar adalah tugas pokok para pemimpin, karena mereka mempunyai kekuasaan dan kekuatan untuk memerintah dan melarang.
Amar maruf yang paling tinggi adalah memerintahkan Tauhid dalam segala ruang lingkupnya, melarang syirik dan segala bentuknya, serta menghilangkan pemikiran pemikiran sesat ala liberalisme dan sekularisme. Termasuk disini menegakan Wala’ untuk Allah, RasulNya, kaum muslimin dan mukminin dan Baraah, berlepas diri dari thaghut dan segala bentuk kejahiliyahnya. Setelah itu menegakkan keadilan sebagai pelaksana ibadah, taabbudiyah. Termasuk nahi mungkar yang paling prioritas pada zaman ini adalah memerangi ekstrimisme pemikiran sehingga mudah menjatuhkan vonis kafir, bidah atau murtad kepada sesama muslim. Termasuk sifat yang dirindukan surga adalah seperti yang Allah sifatkan pada Rasulullah, yaitu sangat peduli pada umat dan sedih bila ada yang menyulitkan umat. Ia sangat mencintai rakyatnya. Pemimpin yang peduli rakyat sangat berhati-hati dalam mengelola harta rakyat.
Semoga Allah mengaruniai kita seorang pemimpin yang mampu menghantarkan rakyat kepada kebahagiaan dunia dan akhirat . Amin.

Thanks for reading & sharing Sidikalang Sidiangkat

Previous
« Prev Post

0 Comments:

Post a Comment

Slide Rekomendasi Artike Blogger

Facebook

FOLLOW US @ INSTAGRAM

 Mengenang Pejuang Vetran Sumut Alm Kapten Basir Angkat
Rajbani Fundation. Powered by Blogger.

Tags

Contact Form

Name

Email *

Message *

Followers

About

Valid XHTML 1.0 Transitional

< Text Back Links Exchange
Free Apple TM ani MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com

Recent Posts