Home » » Kepemimpinan Dalam Islam

Kepemimpinan Dalam Islam

Arabic script. Eghra, Read. The first Quoranic...
Arabic script. Eghra, Read. The first Quoranic word, in order of arrival. (Letter Qaf eight times, letter 'Alif sixteen times.) (Photo credit: Wikipedia)

Kepemimpinan itu wajib adanya, baik secara syar’i ataupun secara ‘aqli. Adapun secara syar’i misalnya tersirat dari firman Allah tentang doa orang-orang yang selamat  واجعلنا للمتقين إماما  “Dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertaqwa” [QS Al-Furqan : 74]. Demikian pula firman Allah  أطيعوا الله و أطيعوا الرسول و أولي الأمر منكم  “Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul dan para ulul amri diantara kalian” [QS An-Nisaa’ : 59]. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang sangat terkenal : حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya. (bukhari, muslim)

Terdapat pula sebuah hadits yang menyatakan wajibnya menunjuk seorang pemimpin perjalanan diantara tiga orang yang melakukan suatu perjalanan. Adapun secara ‘aqli, suatu tatanan tanpa kepemimpinan pasti akan rusak dan porak poranda.

Bagi kita umat Islam, konsep kepemimpinan ideal yang sesungguhnya adalah konsep kepemimpinan yang bersumber dari al-Qur’án dan Sunnah Nabi Muhammad. Islam memberikan dasar-dasar normatif dan filosofis tentang kepemimpinan yang bersifat komprehensif dan universal. Tidak hanya untuk umat Islam saja, tapi juga untuk seluruh umat manusia.

Ada beberapa prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Islam yang bersumber dari al-Qur’ân dan al-Sunnah, sebagai berikut;

Pertama
Hikmah. Allâh berfirman, “Ajaklah manusia ke jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan nasehat yang baik lagi bijaksana (QS. al-Nahl [16]: 125). 

Kedua
Diskusi dan bertukar pikiran secara terbuka. Dalam al-Qur’ân Allâh menganjurkan, jika ada perbedaan dan ketidaksamaan pandangan, maka seorang pemimpin harus menyelesaikannya dengan diskusi dan bertukar pikiran (QS. al-Nahl [16]: 125).[14] 

Ketiga,
Qudwah dan uswah. Kepemimpinan menjadi efektif apabila dilakukan tidak hanya dengan nasihat tapi juga dengan ketauladanan yang baik dan bijaksana (QS. al-Ahzâb [33]: 21). Pepatah mengatakan, satu ketauladanan yang baik lebih utama dari seribu satu nasehat. Memang kesan dari sebuah keteladanan lebih melekat dan membekas dibanding hanya sekedar nasehat seorang pemimpin. Bahkan dalam teori manajemen, keteladanan (example atau model) menjadi salah satu prinsip utama kepemimpinan. Bill Cosby pernah mengatakan, bahwa keteladanan bukanlah salah satu prinsip kepemimpinan, melainkan adalah satu-satunya. 

Keempat, 
Musyawarah. Musyawarah yang baik melibatkan seluruh komponen masyarakat secara proporsional dalam keikutsertaan untuk pengambilan sebuah keputusan atau kebijaksanaan (QS. Ali Imran [3-]: 159, QS. As-Syûra [42]: 38). Dengan musyawarah, maka tidak ada suatu permasalahan yang tak dapat diselesaikan. Tentu dengan prinsip-prinsip bilhikmah wamauidhatil khasanah yang harus dipegang teguh oleh setiap komponen organisasi. 
Kelima, 
Adil (‘adl). Adil adalah tidak memihak pada kepentingan kelompok atau individu tertentu dan senantiasa berfokus pada kepentingan semua kelompok dan golongan (QS.al-Nisâ’ [4]: 58 dan 135, al-Mâidah [5]: 8). Dalam memimpin, pegangannya hanya pada kebenaran. Timbangan dan ukurannya bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah. Kecintaannya hanya karena Allâh dan kebenciannya pun hanya karena Allâh. Hukum menjadi kuat tidak hanya saat berhadapan dengan orang lemah, tapi juga menjadi kuat saat berhadap-hadapan dengan orang kuat. 

Keenam
Kelembutan hati dan saling mendoakan. Kesuksesan dan keberhasilan Rasûlullâh dan para sahabat dalam memimpin umat, lebih banyak didukung oleh faktor performa pribadi Rasul dan para sahabat yang lembut hatinya, halus perangainya dan santun perkataannya. Maka Allâh Shubhanahu wa Ta’âla menempatkan Muhammad Rasûlullâh sebagai rujukan dalam pembinaan mental dan moral sebagaimana firmannya, Sungguh ada pada diri Rasul suri tauladan yang baik (QS. al-Ahzâb [33]: 21 dan al-Qalam [68]: 10). 

Ketujuh
Kebebasan berfikir, berkreativitas dan berijtihad. Sungguh amat luar biasa, sepeninggal Rasûlullâh para sahabat dapat menunjukkan diri sebagai sosok pemimpin yang mandiri, kuat, kreatif dan fleksibel. Kelembutan pribadi Abu Bakar tak menjadikan dirinya menjadi sosok pemimpin yang lemah, malah sebaliknya ia menjadi pemimpin yang kuat dan tangguh. Tak gentar menghadapi musuh-musuh Islam. Ketegasan beliau dibuktikan dengan kesungguhan memerangi para pemberontak, nabi palsu dan kaum yang tak mau membayar zakat. Kebalikannya ketegaran Khalifah Umar bin Khaththab akhirnya menjadi sosok yang lembut, sederhana dan bersahaja. Sekalipun ia seorang khalifah dan menyandang gelar amirul mu’minîn, tak menjadikan kehidupan diri dan keluarganya berubah drastis, bergelimang harta dan tahta atau menampilkan diri sebagai sosok pembesar yang suka ”petentang-petenteng” dan pamer kekuasaan. Yang terjadi justru sebaliknya, Umar bin Khaththab lebih menampakkan diri sebagai sosok yang low profile with high competency. Tak salah kiranya bila banyak rakyatnya dan pejabat negara lain yang terkecoh dengan penampilan fisiknya dan tak mengira bahwa yang berdiri dihadapannya adalah seorang khalifah yang disegani dan dicintai rakyatnya. Dua sosok pemimpin penerus Rasûlullâh yang berbeda karakter tersebut, di saat sama-sama diberi amanah untuk memimpin umat dan mengelola roda pemerintahan yang tampak adalah sosok pemimpin yang banyak dipengaruhi dan diwarnai oleh nilai-nilai al-Qur’ân dan sunnah. Tidak sebagai pemimpin yang dipengaruhi dan dikuasai oleh karakter pribadi dan hawa nafsu. 

Kedelapan
Sinergis membangun kebersamaan. Mengoptimalkan sumber daya yang ada. Hebatnya Rasûlullâh salah satunya adalah kemampuan beliau dalam mensinergikan dan membangun kekuatan dan potensi yang dimiliki umatnya. Para sahabat dioptimalkan keberadaannya. Perbedaan potensi yang dimiliki sahabat dan umat dikembangkan sedemikian rupa, sehingga menjadi pribadi-pribadi yang tangguh baik mental maupun spritualnya. Berbagai misi kenegaraan dipercayakan Rasûlullâh kepada para sahabatnya seperti misi ke Habasyah, Yaman, Persia dan Rumawi. Muncullah sosok-sosok sahabat seperti Abû Dzar al-Ghifari, Mu’adz bin Jabal, Salman al-Farisi dan Amr bin Ash. Dalam usia yang relatif muda, mereka sudah memimpin berbagai ekspedisi kenegaraan .( Al Islamiyah)


Enhanced by Zemanta

Thanks for reading & sharing Sidikalang Sidiangkat

Previous
« Prev Post

0 Comments:

Post a Comment

Slide Rekomendasi Artike Blogger

Facebook

FOLLOW US @ INSTAGRAM

 Mengenang Pejuang Vetran Sumut Alm Kapten Basir Angkat
Rajbani Fundation. Powered by Blogger.

Tags

Contact Form

Name

Email *

Message *

Followers

About

Valid XHTML 1.0 Transitional

< Text Back Links Exchange
Free Apple TM ani MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com

Recent Posts