Home » » Fight in the way of Allah (perangilah di jalan Allah )

Fight in the way of Allah (perangilah di jalan Allah )



Sahih International
Fight in the way of Allah those who fight you but do not transgress. Indeed. Allah does not like transgressors.
Shakir
And fight in the way of Allah with those who fight with you, and do not exceed the limits, surely Allah does not love those who exceed the limits.
Indonesian
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Sahih International
And kill them wherever you overtake them and expel them from wherever they have expelled you, and fitnah is worse than killing. And do not fight them at al-Masjid al- Haram until they fight you there. But if they fight you, then kill them. Such is the recompense of the disbelievers.
Shakir
And kill them wherever you find them, and drive them out from whence they drove you out, and persecution is severer than slaughter, and do not fight with them at the Sacred Mosque until they fight with you in it, but if they do fight you, then slay them; such is the recompense of the unbelievers.
Indonesian
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.
Ayat diatas mensitir bahwa kita boleh berperang memerangi mereka sesuai yang dituntun Allah . Dan tentunya kita harus mempersiapkan dari ancaman  ketika mereka ingin melakukan agresinya. jangan ada pembiaran sehingga kita terancam dan kit layak untuk membela.

Islam bukanlah agama kekerasan. Akan tetapi, Islam memiliki hukum-hukum untuk melindungi dakwah Islam serta kehormatan, harta, jiwa, dan negeri kaum Muslim. Hukum-hukum itu berkaitan dengan peperangan yang sering dikenal dengan istilah jihad fi sabilillah Para fukaha mendefinisikan jihad fi sabilillah sebagai pengerahan kekuatan untuk memerangi musuh dalam rngka menegkan kalimah Allah.
Rasulullah saw. bersabda: 
Sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (alQuran) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw (HR Muslim). 
Al-Ustadz Sayyid Quthb, dalam tafsirnya, fi zilal Quran juz 1/265, mengatakan bahwa menurut sebagian riwayat, ayat 190 surat al-Baqarah adalah ayat pertama yang diturunkan tentang perintah berperang kepada kaum Muslim setelah sebetumnya turun ayat 39 surat al-Hajj yang memuat izin dan Allah kepada mereka untuk memerangi orang-orang kafir karena mereka telah dizalimi. Kaum Muslim mengetahui bahwa izin tersebut merupakan pendahuluan bagi kewajiban berjihad yang bertujuan untuk memantapkan kedudukan mereka di muka bumi. 
Semua mufassir sepakat bahwa ayat jihad/ qital itu semuanya baru turun di Madinah, tidak di Makkah. Tatkala perjuangan dakwah Nabi saw. masih, dalam bentuk kutlab (kelompok) dakwah, bukan negara, ayat-ayat yang turun justru menolak penggunaan kekuatan fisik. Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan, bahwa tidak ada perbedaan di kalangan para mufassir bahwa qital diharamkan (mahzhur) sebelum Hijrah berdasarkan firman Allah :
Jauhilah mereka dengan cara yang baik. (QS al-Muzammil [731: 10). 
Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka (QS al-Ghassiyah [88]: 22). 

Dalam kitab Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzull karya Imam as-Suyuthi diterangkan tentang sebab turunnya ayat ini dengan mengutip riwayat yang diketengahkan oleh Al-Wahidi dari jalur al-Kalbi, dari Abu Shalih, dari ibn '?Abbas yang mengatakan bahwa ayat ini turun sewaktu Perjanjian Hudaibiyah. Ceritanya berkaitan dengan orang-orang musyrik ketika menghalangi Rasulullah saw. ke Baitullah, lalu mereka mengajak berdamai dengan tawaran, Rasul boleh kembali tahun depan. Setahun kemudian, Nabi saw. bersama para sahabat bersiap-siap melakukan umrah al-qadha (meng-qadha umrah yang sudah diniatkan tahun lalu tetapi tertahan). Hanya saja, mereka khawatir kalau sampai kaum Quraisy tidak menepati janji dan masih menghalangi mereka untuk memasuki Masjid al-Haram bahkan siap berperang, sementara para sahabat tidak ingin berperang pada bulan Suci.

1.   Allah kemudian menurunkan ayat di atas. Diketengahkan pula oleh Ibn Jarir dari Qatadah yang mengatakan, bahwa Nabi saw. berangkat pada bulan Dzul Qa'dah bersama para sahabatnya untuk melakukan umrah. Sesampai di Hudaibiyah, mereka dihalangi oleh-orang-orang musyrik yang akhirnya membuat perjanjian dengan Nabi saw. Isinya, Nabi saw. beserta para sahabatnya kembali pulang pada tahun itu dan baru boleh datang lagi pada tahun berikutnya untuk melakukan umrah tersebut.

2.   Tahun berikutnya, Nabi saw. beserta para sahabat pergi ke Makkah. untuk melaksanakan umrah itu, yakni pada bulan Dzul Qai'dah. Tiga hari lamanya Nabi saw. dan kaum Muslim tinggal di Makkah.

al-Qurthubi, pendapat pertama QS al-Baqarah ayat 190 sebagai ayat pertama tentang qital lebih banyak. Ayat mengenai izin berperang itu turun secara umum untuk yang sudah berperang maupun yang belummemerangi orang-orang musyrik. Namun demikian, al-Qurthubi juga mengemukakan bahwa ayat di atas turun berkaitan dengan Perjanjian Hudaibiyah sebagaimana diuraikan dalam sabab nuzul ayat di atas. Sejalan dengan pandangan dalam riwayat Abu Bakar di atas adalah pandangan lbn 'Abbas yang dikutip al-Ustadz Muhammad Ali ash-Shabuni dalam Shafwah at-TafaĆ’ asssir juz 11/267. Inilah ayat pertama tentang jihad, kata Ibn Abbas. Para mufassir, kata ash-Shabuni, menyebutkan bahwa orang-orang yang diizinkan berperang dalam Surat al-Hajj ayat 39 adalah para sahabat Rasulullah saw. yang disakiti oleh kaum musyrik Quraisy begitu keras sampai mereka datang kepada Rasulullah saw. dalam kondisi babak belur.

Rasulullah saw. bersabda kepada mereka), "Bersabarlah kalian karena aku belum diperintahkan untuk memerangi mereka." Setelah mereka hijrah, turunlah ayat 39 surat al-Hajj itu sebagai ayat pertama tentang jihad setelah mereka selama itu dilarang melakukannya pada lebih dari 70 ayat.

Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik. (QS Fushilat [41]: 34). 
dan lainnya.  
baca juga  skripsi Gunawan Jati Nugroho UIN yogya  yang membahsa etika perang menurut Tafsir al Manar karya M. Abduh dan Rasyd Ridho. dipaparkan Kecenderungan berperang sekarang kian tidak memperhatikan masalah etika. Akibatnya, tidak sedikit orang-orang yang tidak berdosa kehilangan nyawa, bahkan mayoritas anak-anak dan ibu-ibu maupun orang tua-pun jadi ikut korban dari ketidakpunyaan etika dalam berperang. Kondisi ini membuat pelaku kekuasaan terkuat dan licik kian merajai. Sebaliknya yang lemah semakin tertindas. Kondisi yang kacau ini relatif mengancam hak bangsa yang damai,hukum yang adil serta keaman dari seluruh dunia kecuali yang bersekongkol dengan Negara adi kuasa tersebut. Menghadapi konflik yang kurang imbang tersebut, Al-Qur'an relatif banyak memberikan garis-garis dalam kerangka etika
berperang. Realitas tersebut mendorong penulis untuk merinci bagaimanakah arti Etika Perang (Qital) Dalam Surah al-Baqarah menurut Tafsir al-manar karya M.'Abduh dan Rasyid Ridha itu sendiri dan apa sajakah sebenarnya yang ada di dalam makna perang itu sendiri. Apakah berperang ada etika tersendiri sehingga tidak mengurangi makna dari arti berperang tersebut. 
perintah perangilah Fi sabilillah (di jalan Allah), yakni, untuk menegakkan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa serta kemerdekaan dan kebebasan yang sejalan dengan tuntunan agama. Ayat ini juga menjelaskan kapan peperangan dimulai, yakni saat diketahui secara pasti bahwa ada orang  orang yang memerangi, yakni sedang mempersiapkan rencana dan mengambil langkah-langkah untuk memerangi kaum muslim atau benar-benar telah melakukan agresi. Ini dipahami dari penggunaan bentuk kata kerja mudhari atau kata kerja masa kini yang mengandung makna sekarang dan akan datang pada kata  yuqatilunakum atau mereka memerangi kamu. Dengan demikian ayat ini menuntut agar tidak berpangku tangan menanti sampai musuh memasuki wilayah atau mengancam ketenteraman dan perdamaian. Kata tersebut juga mengisyaratkan bahwa perintah memerangi itu hanya ditujukan kepada siapa yang menurut kebiasaan melakukan peperangan, sehingga jika dalam satu masa atau masyarakat, wanita, orang tua, atau anak-anak tidak melakukan perang, maka tidak boleh diperangi, bahkan yang memulai perang kemudian menyerah (ditawan) pun tidak boleh diperangi. Karena itu pula sarana-sarana yang tidak digunakan sebagai alat perang tidak boleh dimusnahkan, seperti rumah sakit, perumahan penduduk, perumahan, dll   













Thanks for reading & sharing Sidikalang Sidiangkat

Previous
« Prev Post

0 Comments:

Post a Comment

Slide Rekomendasi Artike Blogger

Facebook

FOLLOW US @ INSTAGRAM

 Mengenang Pejuang Vetran Sumut Alm Kapten Basir Angkat
Rajbani Fundation. Powered by Blogger.

Tags

Contact Form

Name

Email *

Message *

Followers

About

Valid XHTML 1.0 Transitional

< Text Back Links Exchange
Free Apple TM ani MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com

Recent Posts