Marhaban Ya Ramadhan
December 29, 2013
New Google SEO
Bandung, Indonesia
Oleh: Shohibul Adib, S.Ag. M.S.I.
A. Pendahuluan.
Pluralitas keagamaaan dimanapun di dunia ini, kecuali ditempat-tempat tertentu, adalah realitas yang tidak mungkin diingkari. Kontak antara komunitas-komunitas yang berbeda agama semakin meningkat. Hampir tidak ada belahan bumi sekarang ini kelompok masyarakat yang tidak pernah mempunyai kontak dengan kelompok lain yang berbeda agama. Pluralitas yang telah menjadi gejala global ini terjadi pada 1980-an, dimana dunia tidak bisa menolak hancurnya batas-batas budaya, ras, bahasa dan geografis. Dari segi sosiologis realitas ini menunjukkan bahwa manusia sudah berada dalam lingkaran globalisme, dengan ciri pluralisme etnis dan agama. Realita ini juga sering disebut dengan global village untuk menunjukkan betapa kecilnya bumi. Dengan demikian maka benarlah jika dikatakan bahwa pluralitas keagamaan, sebagaimana pluralitas-pluralitas lain seperti pluralitas etnik, pluralitas kultural, pluralitas bahasa, adalah semacam hukum alam. Mengingkari pluralitas keagamaan sama saja mengingkari hukum alam. Yang menjadi persoalan adalah bukan keberadaan pluralitas keagamaan melainkan bagaimana sikap kita terhadap pluralitas itu? apakah kita menghormati, menghargai, memelihara dan mengembangkan pluralitas? Apakah masing-masing kita mampu hidup berdampingan secara damai dan bersahabat dengan orang atau kelompok lain yang berbeda agama tanpa harus membenci dan memusuhi? Tulisan ini tidak mencoba mengkaji masalah pluralitas agama, melainkan mengkaji masalah konsep kenabian dalam Islam dan Kristen. Dengan mengetahui konsep dan fungsi kenabian dalam tradisi Islam dan Kristen, diharapkan kita bisa lebih arif dalam memandang perbedaan dan persamaan antar agama hatta kita rela (ikhlas) ziarahi alam pluralitas itu sendiri, menghiasi pluralitas dengan indahnya bunga yang beraneka warna. Amin.
B. Pengertian Istilah Nabi dan Rasul dalam Tradisi Islam dan Kristen.
Kata nabi berasal dari bahasa arab naba’ yang berarti warta (al-khabar, news), berita (tidings), informasi (information), laporan (report). Dalam bentuk transitif (anba’a ‘an) ia berarti memberi informasi (to inform), meramal (to predict), to foretell (menceritakan masa depan). Bentuk jamak dari istilah ini adalah nabiyyun dan anbiya’, sedangkan nubuwwah adalah bentuk al-masdar (kata benda, noun) dari na-ba-‘a yang berarti kenabian (prophecy, ramalan atau prophethood, kenabian), sifat (hal) nabi, yang berkenaan dengan nabi.
Dalam bahasa Inggris, nabi biasa disebut dengan prophet yang berarti seseorang yang mengajarkan agama dan mengklaim, mendapatkan inspirasi dari Tuhan dan prophetess sebutan untuk nabi perempuan, sedang dalam bahasa Yunani prophetes berarti orang yang mengkomunikasikan wahyu Tuhan. “kata Prophetes diterjemahkan ke dalam bahasa Hebrew menjadi kata nabi. Secara etimologis, kata ini berarti “memanggil”, “berbicara keras”. Ada juga yang secara langsung mengartikan sebagai “orang yang dipanggil Tuhan untuk berbicara atas nama-Nya”.
Secara istilah, kata nabi memiliki banyak definisi. Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu dari Allah melalui perantaraan malaikat atau ilham maupun mimpi yang benar. Mereka juga adalah mubasyir (pembawa berita baik, yakni tentang ridha Allah dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat bagi orang-orang yang mengikutinya dan munzir (pemberi peringatan, yakni balasan mereka dan kesengsaraan bagi mereka yang ingkar (Qs: al-Baqarah (2): 213).
Rasul (ar-Rasul, apostol) adalah istilah yang melekat erat ketika kia mengkaji masalah kenabian. Dalam pemakaiannya, banyak pemikir yang menyamakan dan banyak pula yang membedakannya. Para pemikir Muslim yang tradisionalis melakukan pembedaan terhadap dua istilah ini (nabi dan rasul) dilihat dari segi fungsinya. Nabi adalah utusan Allah yang tidak membawa hukum (al-Syari’ah) dan mungkin juga kitab-Nya kepada umat manusia, sedangkan ar-Rusul jama’ dari kata rasul secara bahasa adalah utusan Tuhan yang membawakan hukum dan kitab-Nya. Dalam konteks yang lebih masyhur, nabi adalah orang yang menerima wahyu dari Tuhan tanpa kewajiban menyampaikannya kepada orang lain, dan rasul adalah orang yang menerima wahyu dengan kewajiban menyampaikan risalahnya kepada orang lain.
Dalam pandangan Murtadha Muthahari seorang nabi adalah manusia yang bertindak sebagai penerima dan kemudian menyampaikan pesan-pesan Tuhan (baca: wahyu) kepada umat manusia. Nabi adalah manusia pilihan yang memenuhi prasyarat untuk menerima pesan-pesan tersebut dari alam ghaib. Pengiriman para nabi atau rasul oleh Tuhan merupakan perwujudan adanya garis perbedaan Tuhan dan makhluk. Dalam hal ini, Hammudah Abda Tali menyatakan bhwb tujuan kenabian adalah menunjukan apa yang harus atau apa yang dapat diketahui manusia danmengejar apa yang tidak dan atau belum diketahui dan dimengerti.
Terlepas dari perdebatan di atas, kedua kata di atas digunakan dalam al-Qur'an. Terkadang disebut nabi, pada waktu lain disebut rasul, dan adakalanya dipakai secara bersamaan.
Hal yang layak dicatat mengenai pemberian definisi yang dilakukan oleh kebanyakan pemikir muslim di atas, yang telah mapan dan telah menjadi dogma, adalah sikap mereka yang sangat anti feminis dimana nabi dan rasul bagi mereka adalah manusia laki-laki, bukan manusia perempuan.
Sementara itu, dalam tradisi Kristen ditinjau dari sudut etimologis arti kata “nabi” masih diperdebatkan. Namun, pada umumnya orang berpendapat bahwa kata ini berasal dari kata akadis (nabu-m) yang berarti ”mengangkat, menunjuk atau memanggil”. Dalam bahasa Akadia yang berarti duta atau utusan, penyambung lidah. Adapun dalam bahasa inggris disebut Prophet, yakni orang pilihan Allah, Pelihat dan Pewarta, dalam bahasa Yunani disebut Propethes berarti seseorang yang berbicara terhadap yang lain atau penerjemah, atau orang yang berbicara sebelumnya (sebelum suatu peristiwa terjadi), yang berbicara atas nama seseorang. Dengan kata lain, nabi dapat diartikan sebagai orang yang dipanggil untuk berbicara atas nama Tuhan.
Istilah Prophetes sudah digunakan sejak abad ke-5 SM, guna menunjukkan kegiatan bagi orang yang mencoba memahami dan menafsirkan kehendak Illahi dengan berbagai cara. Peranan nabi itu tampaknya menjadi peranan dalam hidup keagamaan yang publik dan memiliki kedudukan yang istimewa. Terdapat istilah lain yang lebih menunjuk kepada mantra, tenun, sihir dan pengantara antarav orang yang masih hidup dengan orang yang sudah mati. Orang yang memiliki kekuatan seperti itu dan mencoba menjelaskannya, disebut Mantis. Baik Prophetes maupun Mantis bisa terjadi pada diri pribadi namun istilah yang terakhir terutama digunakan untuk orang yang mampu melihat masa depan. Maka dalam hal ini, kenabian dalam Kristen bukan pertama-tama sebagai gejala meramal masa depan atau gejala menafsirkan hal-hal yang tersembunyi seperti dalam klenik, melainkan lebih sebagai suatu sarana untuk memahami dan mengentarai wahyu Tuhan dan kehendak-Nya, atau jika berbicara tentang masa depan dan nasib bangsa mereka mendasarkan pada pengamatan apa yang terjadi pada waktunya. Maka jika para nabi itu berbicara mengenai masa depan, itu tidak soal menerka atau meramal, melainkan menafsirkan masa depan dan tanda-tanda zaman bagaimana Tuhan berkarya ini.
Lebih lanjut, jika dikaitkan dengan kata Akadis (nabu-m), masih diperdebatkan apakah “nabi” haruslah diartikan secara aktif, yakni “pembicara, pewarta”, atau secara pasif, orang yang diangkat, ditunjuk, dipanggil atau dipercayakan dengan suatu pesan. Berdasarkan pembentukan kata-kata yang serupa dalam bahasa Ibrani, kebanyakan ahli berpendapat bahwa kata “nabi” haruslah dimengerti menurut arti pasifnya. Dengan demikian, “nabi” adalah orang yang dipanggil dan diutus Tuhan dengan suatu tugas tertentu. Dia diutus untuk mewartakan sabda Tuhan dan dengan itu menjadi penyambung lidah-Nya. Demikian juga artinya sekarang yang diterima dalam dunia Kristen. Namun, sikap hati-hati perlu dilakukan karena dalam kitab suci (Bibel) kata ini sering kali digunakan untuk orgbv-orang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyampaian sabda Tuhan dan bahkan untuk orang-orang yang sama sekali berada di luar fenomena ini.
Dalam Perjanjian Lama, nabi adalah orang, baik laki-laki atau perempuan yang memberitakan pesan-pesan Tuhan kepada bangsa Israel. Pesan-pesan ini didapat secara istimewa dari Tuhan dengan penglihatan (Zakharia) bisikan suara (Yesaya) tapi selalu dari Tuhan. Dalam peranjian baru, pengertian nabi lebih luas, yakni mereka yang menerima karunia untuk bernubuwat (Kis. 13. 1 RM. 12.6 1 Kor. 12.10) dan setiap orang percaya diberi jabatan kenabian karena mengetahui kehendak-Nya. Adapun rasul dalam bahasa Yunani berarti utusan. Dalam artian, rasul adalah keduabelas murid Yesus, (dengan Paulus) yang dipersiapkan dan diangkat Yesus untuk diutus dan menjadi saksi dari kisahnya. Dalam pengertian yang lebih luas, rasul menunjuk pada Kristus (Lbr. 3.1 dan pembantu-pembantu paulus).
Para rasul ini memiliki tanggungjawab yang urgen, yakni meneruskan pekerjaan Yesus setelah ia kembali ke surga. Reputasi mereka akan terus mempengarhi sejarah gereja walau mereka sudah meninggal. Oleh karenanya, pemilihan ke-12 orang itu merupakan tanggungjawab yang besar “pada waktu itu pergilah Yesus ke Bukit untuk berdo’a dan sepanjang malam ia berdo’a kepada Allah lalu memilih di antara ke-12 orang tersebut, yang disebutnya ‘rasul” (Luk. 6. 12-13).
Dalam Kamus Teologi dijelaskan bahwa nabi adalah orang yang dipengaruhi oleh ruh Allah untuk berbicara atau bertindak dengan cara-cara tertentu. Dalam menafsirkan peristiwa-peristiwa lampau dan sedang terjadi dan dalam mewartakan peristiwa yang akan datang, para nabi perjanjian lama berbicara dari kedalaman pengetahuan akan Allah. Mereka mewartakan kesetiaan kepada Perjanjian dan menentang pelaksanaan hukum secara lahiriyah saja.
Dari uraian di atas, tampak terdapat kesamaan konseptual antara nabi dalam Islam dan Kristen sebagai orang yang mendapat wahyu, inspirasi dalam berbagai bentuknya, untuk disampaikan kepada umatnya, dan terdapat beragam term rasul. Dalam konteks Islam, rasul memiliki kedudukan yang penting seperti nabi; dalam Kristen, rasul adalah penerus Yesus dalam meneruskan misinya yang berjumlah 12.
C. Fungsi Kenabian dalam Islam dan Kristen.
Dalam tradisi kenabian Perjanjian Lama, tugas dan peranan pokok panggilan kenabian adalah mengingatkan bangsanya (Israel) yang lupa akan perjanjian cinta dengan Tuhan, sekaligus menyerukan pertaubatan. Selain itu, nabi juga bertugas menyampaikan ancaman hukuman atau bencana yang akan etrjadi jika Israel tidak bertaubat atau mendapat berkat jika mereka bertaubat.
Melihat fakta sejarah yang ada, dalam Kristen terdapat upaya untuk memahami kenabian sebagai fenomena keagamaan yang cukup kompleks. Maka, guna mendapatkan pengertian yang jelas tentang kenabian dan fungsinya secara keseluruhan, kita perlu menempatkan setiap angkatan para nabi dalam konteks sosio budayanya masing-masing. Dalam PL, sebagaimana diketahui, para nabi di Israel datang secara bergelombang kurang lebih 8 abad. Sebagai saksi-saksi dari masa-masa yang sangat beragam dalam sejarah bangsanya, para nabi mengembangkan teologi yang berbeda-beda, dengan menitikberatkan pada hal yang berbeda bahkan pada hal-hal yang saling berlawanan. Secara garis besar, kenabian Israel dapat dibagi ke dalam lima periode, yakni: pertama, nabi-nabi pertama; Teologi Janji, atau dalam istilah lain Nabi-nabi Perintis, yaitu nabi asli dari zaman para raja atau akhir zaman pada hakim (abad 10 SM) sampai permlaan abad 8 SM. Yang dimaksud nabi periode ini adalah nabi-nabi yang muncul sebelum Amos yang pewatan serta karyanya tidak dibukukan secara terpisah dan diberi judul dengan namanya. Perutusan mereka diketahui hanya dari karya sejarah Deuteronomist. Mereka adalah nabi Samuel dan nabi Natan yang melaksanakan karunia kenabiannya diistana Kerajaan nabi Daud (1010-970 SM) dan Raja Solomo (970-971 SM) masa yang palingv agung dalam sejarah Israel, di mana Yahweh berjanji akan mengangkat seorang keturunan Adam dan Hawa yang akan mengalahkan ular (Kej 3.15).
Periode ini cukup panjang yakni mulai dari akhir zaman para hakim hatta kematian Elisa atau mulai (1050-797 SM) kurang lebih 2 setengah abad. Maka fenomena kenabian yang tampak tidak tungal namun majmuk. Kenabian perintis ini terdiri dari beberapa fase dan memiliki banyak bentuk dan wajah, yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri.
Kedua, Nabi-nabi besar. Teologi Perjanjian (Nabi sebelum pembuangan pada pertengahan abad ke-8 SM hatta masa pembuangan 586 SM. Di antara nabi-nabi sebelum pembuangan adalah nabi Amos, Hoseya, Mikha dan Yesaya, dan nabi-nabi masa pembuangan yaitu Yeremia, Nahum, Habakuq, zevania, Yehezekil. Mereka ini biasa disebut nabi-nabi klasik, yakni nabi-nabi kelas satu atau pertama jika orang berbicara mengenai kenabian dan nabi-nabi yang paling berpengaruh dan memberikan arti yang sebenarnya apa yang disebut nabi. Mereka melakukan teriakan protes, kata peringatan kepada semua orang yang memanfaatkan kesetiaan Yahweh, dan sekaligus menjauhkan diri darinya. Memang, para nabi tidak meragukan janji Yahweh kepada nenek moyang, namun mereka menekankan pentingnya bagi umat untuk menjawab panggilan Yahweh dengan bebas. Inspirasi umum yang menyemangati suara para nabi besar, sekaligus membedakan mereka dengan semua nabi yang mendahuluinya adalah keyakinan bahwa kesetiaan Yahweh itu bersarat. Ia memilih umatnya, menjanjikan keturunan serta tanah kepadanya, melindungi mereka terhadap bangsa-bangsa lain, namun dengan sarat Israel memenuhi tuntutannya untuk vbertaubat, jika tidak Yahweh akan menyerahkan umatnya pada bangsa-bangsa lain. Hubungan antara Yahweh dengan umatnya tidak sepihak, namun mengandung kesetiaan pada keduabelah pihak. Namun, secara memalukan israel melupakan kebenaran ini.
Ketiga, kembali dari pembuangan; para nabi yang optimis (abad ke-6 SM) pada akhir pembuangan muncul angkatan nabi baru di Israel. Perkataan mereka sama sekali bertentangan dengan nubuwat malapetaka para nabi besar. Pelaksanaan kedaulatan Yahweh serta pengalaman yang kokoh akan kemuliannya tetap menyemangati mereka. Namun, mereka mengambil kesimpulan-kesimpulan yang sangat berbeda untuk zaman mereka. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada sabda nabi-nabi ini janji lama yang telah bersemi diikrarkan kpd leluhur dihidupkan kembali. Zaman pembuangan hanya sebagai selingan saja dan Yahweh tetap setia.
Keempat, para nabi dari “Sisa” serta dari “kaum miskin Yahweh” (abad ke-5 SM dan ke-4 SM). Setelah berlalunya para nabi abad ke-6 SM muncullah kekecewaan-kekecewan baru. Sejumlah kecil orang yang pulang dari pembuangan merasa diri minoritas di tengah bangsa yang makin lama makin tidak setia kepada Yahweh. Mereka merasa ditinggalkan oleh Allah. Kondisi ini memunculkan dua aliran kenabian yang berbeda. Satu, teologi (sisa Israel), yang lebih menampakkan kelanjutan paham dari nabi besar klasik (teologi perjanjian), namun telah diperbaharui. Di mana teologi ini telah mengintegrasikan penderitaan Israel secara positif serta menghasilkan suatu janji pemulihan. Para nabi “sisa” pun memandang penderitaan bangsa sebagai akibat dosanya, akan tetapi penderitaan ini penting dan bersifat positif untuk memurnikan bangsa serta mendidik mereka. Dua, teologi kaum miskin Yahweh yakni orang-orh yang dikejar, dihina, umat-umat kecil dari orang beriman yang merasa diri terancam (Bdk. Yer 42, 3:5,2,14). Mereka yakin dirinya benar dimata Yahweh dan saudara-saudara mereka yang mengejar telah meninggalkannya. Kaum miskin ini tidak lagi mengharapkan keselamatan lewat pertaubatan Israel, melainkan mengharap Yahweh sendiri yang membebaskan mereka serta menghukum saudara-saudara mereka, dan Yahweh akan setia janji yang pernah diikrarkan kepada keturunan Daud, kaum miskin segera dibangkitkannya.
Kelima, para nabi Apokalips/akhir zaman (abad ke-2 Sebelum Kristus). Nabi-nabi terkahir PL bangkit didesak oleh suatu kondisi dimana umat yang tetap setia kepada Yahweh menghadapi godaan baru. Ketika Yahweh tetap berdiam saja, sedangkan pengawasan bangsa-bangsa besar semakin ketat, maka mereka mulai berinkulturasi serta mengambil alih adat-istiadat bangsa Yunani di sekitar mereka.disebut nabi Apokalips dalam istilah sejarah tiba-tiba mereka dipindahklan ke akhir zaman. Mereka mewahyukan apa yang akan terjadi pada akhir zaman. Pada waktu itu, Yahweh akan memperbaharui semuanya dan memulihkan umatnya. Yahweh akan bertindak sebagai raja serta kerajaannya tidak akan berakhir.
Dari uraian di atas, tampak wacana kenabian dalam tradisi Kristen kelihatan lebih rumit, sekaligus dinamis dan progresif dibanding dalam tradisi Islam. Dalam Kristen, citra seorang nabi lebih kompleks. Para nabi dalam PL mendapatkan berbagai nama yang berbeda: orang Pilihan Allah, dan Pewarta. Istilah yang beragam ini menunjukkan citra yang berlainan secara dasariah, baik dari jati diri maupun dari segi peranan yang mereka jalankan.
Selain itu, nabi juga digambarkan sebagai reformator sosial, yang tampil membawa reformasi sosial, bahkan revolusi, seperti tokoh Natan yang menghadapi Daud dengan keberanian, yakni dengan menunjukan kesalahan Daud merebut Batsyeba isteri Uria dengan cara yang tidak semestinya ( 2 Sam 12), Elia yang digambarkan sebagai kritkus raja Ahab yang menyerobot tanah milik Nabot hanya untuk mendapatkan kebun Anggur (1 Raj 21), dan juga Amos dan Mikha yang berjuang untuk membela keadilan. Bahkan nabi dalam tradisi Kristen ada yang dicitrakan sebagai pejabat, misalnya Hagai dan Zakharia yang sangat berkepentingan dengan dibangunnya Kenisah sebagai pusat ibadah.
Dalam konteks Islam, Muhammad saw. adalah nabi ygdikenal sebagai tokoh reformasi terhadap sistem kepercayaan dan sosial masyarakat yang dianggap telah menyimpang. Penyelewengan keimanan dan sosial jelas merupakan bidang garap reformasi oleh para nabi dalam suatu masyarakat.
Sejarah mencatat bahwa Makkah pada zaman Nabi lahir, adalah salah satu pusat perdagangan dan transaksi komersial internasional. Keadaan ini melahirkan Makkah menjadi pusat kapitalisme, yakni terbentuk karena proses korporasi antar klan, yang menguasai dan memonopoli perdagangan kawasan Bizantium. Watak kapitalisme yang mengakumulasikan kapital dan memutarnya demi keuntungan yang lebih besar ini, berjalan melawan norma suku-suku di Semenanjung Arab pada saat itu. Akibat dari budaya kapitalisme tersebut, lahirlah ketimpangan dan kesenjangan sosial di Makkah, yakni semakin melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin.
Dalam konteks inilah sesungguhnya Muhammad lahir, yang oleh Ziaul Haque disebut sebagai pahlawan revolusioner pertama dari zaman modern, karena Muhammad melihat dengan jelas bahwa pertentangan abadi antara kebaikan dan kejahatan, dalam bentuk sosial dan ekonominya, sesungguhnya adalah sebuah perjuangan kelas, sebuah pertentangan antara orang-orang yang dieksploitasi dan yang mengeksploitasi, hamba dengan tuan-tuan, dan antara kaum lemah dan yang kuat, membela kaum miskin, para budak dan para tukang.
Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa perlawanan terhadap Muhammad oleh kaum kapitalis Makkah, sebenarnya lebih karena ketakutan terhadap doktrin egalitarian yang dibawakan oleh Muhammad. Oleh karena itu persoalan yang timbul antara kelompok elite Makkah dan Muhammad sebenarnya, bukan seperti yang banyak diduga umat Islam, yakni hanya persoalan "keyakinan agama", namun lebih, yakni bersumber pada ketakutan terhadap konsekuensi sosial ekonomi, dari doktrin Muhammad yang melawan segala bentuk dominasi ekonomi, pemusatan dan monopoli harta, penimbunan dan pemborosan. Hal ini tampak dalam sunnahnya, yakni:
من احتكر طعاما أربعين يوما يريد به الغلاء فقد برئ من الله وبرئ الله منه.
Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh hari, dengan maksud untuk menaikkan harga, maka ia telah berlepas dari Allah, dan Allah juga berlepas darinya.
Larangan Muhammad terhadap penimbunan barang untuk menaikkan harga tersebut kemudian diserukan oleh sahabatnya Abu Zar (seorang pencetus pemikiran sosialistik Islam periode Muhammad) sebagai berikut:
Hari demi hari, aristokrasi, eksploitasi, kemubaziran, kemiskinan, jarak serta perpecahan masyarakat dan golongan, keretakan, menjadi semakin besar, dan propaganda Abu Zar tumbuh makin lama makin luas, yang menyebabkan rakyat jelata dan golongan yang tertimpa eksploitasi menjadi lebih tergoncang. Orang-orang yang lapar, mendengar dari Abu Zar bahwa kemiskinan mereka bukanlah takdir Tuhan yang tertera di dahi dan merupakan ketetapan nasib serta takdir di langit: penyebabnya adalah Kinz, penimbunan modal.
Dalam kaitan ini sesungguhnya misi utama Muhammad adalah dalam rangka membebaskan masyarakat dari segala bentuk penindasan dan ketidak adilan. Inilah karakteristik sosialime Islam yang terwakili oleh hadirnya para nabi yang memiliki tujuan untuk membebaskan kaum lemah dan tertindas, memproklamasikan kebenaran, membangun orde-orde sosial atas dasar kesamaan hak, keadilan sosial, dan persaudaraan.
Dengan demikian, Muhammad hadir di tengah masyarakat bukan sekedar mengajarkan kepatuhan kepada Tuhan atas wahyu yang dibawakannya. Namun, Muhammad juga memobilisasi dan memimpin masyarakat untuk melawan ketimpangan sosial. Dalam iklim masyarakat kapitalistik-eksploitatif, Muhammad bersama para pengikutnya kaum tertindas berjuang untuk menyuarakan persamaan, persaudaraan, dan keadilan. Dengan demikian, dapat dikatakan sebagaimana pendapat Agus Salim bahwa Muhammad sudah mengajarkan sosialime sejak seribu dua ratus tahun sebelum Karl Marx.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. Taufik (ed.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Van Houve, 2000.
Asyqar. Umar Sulaiman al-, Ar-Rusul wa ar-Risalah, Kuwait: Maktabah al-Falah, 1985.
Aune David. E., “Prophet, Prophecy”, dalam Everett Ferguson (ed.), Encyclopedia of Early Christianity, New York: Garland Publishing, Inc, 1997.
___________, Prophecy in Early Christianity and the Ancient Mediterranean World, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, t.t.
Bacq. P., Seri Pastoral 233: Kenabian dalam Gereja Sekarang, Yogyakarta: Pusat pastoral Yogyakarta, 1994.
Bahgdady. Abu Mansur Abdul Qahir ibn Thair al-Tamimy al-, Kitab al-Ushul al-Din, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1981.
Bazdawy. Abu al-Yusr Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim al-, Kitab Ushul al-Din, Kairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1963.
Berthold Anton Pareira, Nabi-nabi Perintis Pengantar Kitab-kitab Kenabian, Yogyakarta: Kanisius, 1985.
Darmawijaya, “Nabi sebagai Reformator”, dalam Hak Azasi Manusia: Tantangan Bagi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1998.
___________, Para Rasul Yesus Kisah Kelompok 12, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
___________, Tindak Kenabian; Kisah Perbuatan Aneh Para Nabi, Yogyakarta: Kanisius, 1991.
___________, Warisan para Nabi, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Depag., 1987-1988.
Fahd. T., “Nubuwwa”, dalam Benard Lewis (ed.), The Encyclopedia of Islam, Leiden: t.p., 1995.
Farrugia. Gerald O’Collins dan Edward G., Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 1991.
Haque. Ziaul, Revelation and revolution in Islam, New Delhi: International Islamic Publisher, 1992.
___________, Revolusi Islam di Bawah Bendera Laaillaahaillallah, t.tp.: Darul Falah, 2000.
___________, Wahyu dan Revolusi, terj. E. Setiyawati al-Khattab, Yogyakarta: LkiS, 2000.
Hornby. A. S., Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (ed.) Crowther, Oxford: Oxford University Press, 1995.
Kerr. David A., “Prophethood” dalam John L. Esposito (ed.), Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, New York: Oxford University Press, 1995.
Mahmud. Syaikh Abdullah bin Zaid Ali, Al-Ittikhaf Ahfiya’ bi Risalah al-‘Anbiya’, Qatar: Ri’asah al-Mahakim asy-Syar’iyyah wa as-Syu’un ad-diniyyah, 1991.
Manzur. Ibn, Lisan al-Arab, Beirut: Dar Sadhr, t.t.
Muthahari. Murtadha, Falsafah Kenabian, Jakarta: Pustaka Hidayah 1991.
Nwahaghi. Felix N., “Priesthood and Prophecy in Judeo-Christian Religion”, dalam Journal of Dharma 15, 1990.
Packers. J.I, cs. Dunia Perjanjian Baru, Surabaya: YAKIN bekerjasama dengan Malang Penerbit Gandum Mas, 1993.
Resesi. Laurent, “Apakah Sang Nabi Itu?” dalam Rohani, Tahun XLII, No. 10 Oktober 1995.
Sawyer. John FA., Prophecy and the Biblical Prophets, Oxford: Oxford University Press, 1993.
Shabuny. ‘Ali as-, An-Nubuwwah wa al-Anbiya’, Beirut: ‘Alim al-Kutub, 1985.
Shihab. Alwi, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1997.
Soedarmo. R., Kamus Istilah Teologi, Jakarta: Gunung Mulia, 2001.
Suyuthi. As-, Al-Jāmi' al-Shāghir, Ahādis al-Basyir an-Nadzir. (Indonesia: Maktabah Dar Ihya' al-Kutūb al-Arabiyyah, t.t.
Syari’ati. Ali, Abu Zar, Suara Parau Menentang Penindasan, terj. Afif Muhammad, Bandung: Muthahari Paperbacks, 2001.
Tali. Hammudah Abda, Islam dalam Sorotan, terj. Anshari Thoyib, Surabaya: Bina Ilmu, 1981.
Tim Paramadina, Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif Pluralis, Jakarta: Paramadina, 2004.
Tim, "Buku Putih" (G.30-S Pemberontakan PKI), Jakarta: Sekneg, 1994.
Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Tulus. Alam, Muhamad Mengajarkan Sosialime Jauh Sebelum Karl Marx, dalam Media.isnet.org.Akses tanggal 22 Desember 2007.
Wehr. Hans, A Dictionary of Modern Written Arabic, Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1971.
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, Jakata: Rineka Cipta, 1992.
Camel - Muharram Ashura (Photo credit: Parsa Fatehi) |
Dalam meyongsong tahun Baru kali ini 1435 H kita membutuhkan suatu Trush cara kita menyikapi , memutuskan dan bertindak future dengan positif believe bukan sekedar positif thinking saja. Telah disitir jauh sebelumnya sebagaimana dikatakan Imam Ghozali Bukan pikiran namun rajanya Adalah Hati sentral dari decision, wisdom serta change. dan ini adalah powerful bila kita asah dan pertajam. Dalam segala aspek kehidupan kita, keyakinan kita yang total bukan yang parsial yang tidak dicampuri keragu-raguan sehingga kita lebih mantap menapaki Tahun Baru ini dengan segala tantangan disetiap sendi kehidapan kita pribadi, keluarga, berbangsa serta bernegara.
Namun Perlu kiranya kita memformulasikan dengan regulasi yang tentunya mempunyai tahapan yakni
- Minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang merupakan kekuatan di dalam dan tampak di luar sebagai gerak – gerik. Dalam menjalankan fungsinya minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Manusia memberi corak dan menentukan sesudah memilih dan mengambil keputusan. Perubahan minat memilih dan mengambil keputusan disebut keputusan kata hati. Heri (1998).
- Atensi atau perhatian adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan maupun proseskognitif lainnya. Proses atensi membantu efisiensi penggunaan sumberdaya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu kecepatan reaksi terhadap rangsang tertentu
- Desire adalah feel or have a desire for; want strongly merasakan atau memiliki keinginan untuk; ingin kuat atau usaha kelangsungannya atau kepemilikan, sebuah bersemangat ingin memperoleh ambisi positif.
- Trust is the trait of believing in the honesty and reliability of others . Sifat yang percaya pada kejujuran martabat personal. Keseimbangan kepemilikan kepentingan yang konstruktif sebuah kontrol yang konsisten .
Azakhana or Imambara Wazeer-un-Nisa Danishmandan Image By Masoom Raza Taqvi (Sami)smrazataqvi@gmail.com (Photo credit: Wikipedia) |
Maka begitulah kita senantiasa dalam kehidupan kita perlu keterlibatan secara nyata . Dalam beribadah pun kita harus dalam keterlibatan yang totality terlibat langsung dengan Allah baik itu dalam Solat, Haji, dll, sehingga psitif believe menjadi positif action dan hasilnya tentuknya kita dapatkan dari pengorbanan dalam pengertian yang telah kita lakukan yakni hijrah dan jihat. Artinya kita tidak sekedar tahu, kenal, akrab dengan makna diatas. tahu belum tentu kenal dan kenal belum tentu akrab. disitulah Level hati bersemayam tempat kita mengakrabkan diri kepadanya dalam kehidupan hakiki.
Menjadi sukses adalah baik tetapi menjadi bahagia adalah lebih baik lagi. Selamat Tahu Baru Islam 1435H. semoga bermanfaat.
Burj Al Arab (Photo credit: Frank Kehren) |
Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah mencela ghofllah (lalai) ini serta memperingatan supaya
tidak terjatuh di dalam golongan orang-orang yang lalai, demikian pula Allah
Ta'ala juga telah memperingatkan NabiNya agar tidak termasuk diantara mereka.
Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {وَٱذۡكُر
رَّبَّكَ فِي نَفۡسِكَ تَضَرُّعٗا وَخِيفَةٗ وَدُونَ ٱلۡجَهۡرِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ وَلَا
تَكُن مِّنَ ٱلۡغَٰفِلِينَ ٢٠٥} [الأعراف:
205]
"Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di
waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang
lalai". QS al-A'raaf: 205.
Kemasa bodohan lemahnya daya kritis adalah
otokritik kita memperingati sumpah pemuda 28 oktober 2013. Begitu banyaknya PR
kita melihat permasalahan kebangsaan dari segala aspek-aspek yang paling
hakiki. Disinilah kita mengantisipasi dan pencegahan sejak dini. Adapun penulis
muat kembali dari Muhammad
bin Sholeh al-Munajid yakni :
- Ingin cepat-cepat melepaskan lelah (tidak mau gerak), santai.
Kebanyakan
yang diinginkan oleh manusia dan yang banyak terjadi pada manusia pada zaman
ini adalah terburu-burunya mereka untuk meletakkan badan (tidak mau gerak,
ingin santai terus menerus) dan terlalu memanjakan
badan mereka baik pada waktu siang maupun malam harinya, inilah kebiasaan yang
biasa dilakukan dalam keseharian mereka. Sehingga mereka tidak tahu bahwa
santainya badan yang mereka cari akan menyebabkan kerugian bahkan kelelahan
(hati) tanpa mereka sadari. Maka sesungguhnya santai dengan sambil memanjakan
badan yang hakiki hanya ada pada kelelahan diri dengan mengerjakan fadhail
amalan-amalan yang akan menambah kekautan Imaniyah serta menerapkan serta
mengamalkan akhlak-akhlak Islamiyah dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini sebagaimana
yang dikatakan oleh seorang penyair:
يا متعب الجسم كم تسعى
لراحته أتعبت جسمك فيما فيه
خسران
أقبل على الروح واستكمل
فضائلها فأنت بالروح لا بالجسم إنسان
Wahai orang yang letih untuk memanjakan
diri
Engkau telah memanjakannya dengan
kerugianmu
Lihatlah rohmu dan sempurnakan dengan kemuliaannya
Sesungguhnya nilai manusia ada pada rohmu
bukan dengan badanmu
- Bersemangat (yang berlebihan) untuk menggapai kelezatan dunia.
Seorang penyair
mengatakan:
نهَاَرُكَ يَا مَغْرُورُ سَهْوٌ وَغَفْلَةٌ
وَلَيْلُكَ نَوْمٌ وَالرَّدَى لَكَ لَازِمُ
وَتَتْعَبُ
فِيمَا سَوْفَ تَكرَهُ
غِبَّهُ
كَذَلِكَ
فِي الدُّنْيَا
تَعِيشُ البَهَائِمُ
Wahai diri yang
telah tertipu, harimu hanya diisi dengan kelalaian
Sedangkan
malammu hanya diisi dengan tidur panjang
Kamupun merasa
letih, dan itu kamu benci ketika tidak mendapatkannya
Mereka
begitu bersemangat untuk bisa mendapatkan kelezatan dunia dengan segala macam
bentuk dan jenisnya. Dan selalu berusaha agar mendapatkannya sampai-sampai
hatinya mati (tidak bisa merasakan iman) dan lalai dari mengingat Allah Ta'ala
dan pertemuanNya nanti pada hari kiamat sebagaimana yang telah Allah janjikan
kepada makhlukNya.
- Hilangnya perasaan bersalah ketika melakukan perbuatan maksiat dan
dosa.
Pada hakekatnya
orang-orang yang telah terjatuh dalam kelalaian sesungguhnya mereka telah mati
perasaan dan hilangnya rasa bersalah bilamana mereka melakukan perbuatan dosa,
dan ini kebanyakan yang terjadi dikalangan mereka orang-orang yang lalai,
bahkan sampai ada di antara mereka yang beranggapan masih dalam kebaikan yang
berkecukupan tidak merasa terkurangi sedikitpun, kemudian mereka dikejutkan
ketika dibuka tabir penutup dosa pada hari perhitungan nanti.
أما والله لو علم الأنام لما * خلقوا لما
غفلوا وناموا
لقد خلقوا لما لو أبصرته * عيون قلوبهم تاهوا وهاموا
ممات ثم قبر ثم حشر * وتوبيخ وأهوال عظام
Duhai kalau sekiranya manusia mengetahui
kenapa mereka
diciptakan, tentu mereka tidak akan lalai
Mereka
diciptakan, kalau mau merenunginya
Dengan mata hati
tidaklah mereka menyia-yiakan
Adanya kematian,
kubur lalu di giring ke padang masyhar
Membawa kehinaan
dengan tulang yang berserakan
- Mengikuti hawa nafsu.
Sesungguhnya
mengikuti hawa nafsu akan mengantarkan kepada kelalain, lalai kepada Allah Azza
wa jalla dan kampung akhirat. Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {وَأَمَّا
مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ ٤٠ فَإِنَّ
ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ} [النازعات:
40، 41]
"Dan Adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya. Maka Sesungguhnya syurgalah tempat
tinggal(nya)". QS an-Nazi'at: 40-41.
Dan
Allah Subhanahu wa ta'ala telah menjadikan para pengekor hawa nafsu
sebagai penentang kebenaran, dan dimasukan kedalam golongan orang-orang yang
menentang kebenaran, hal itu sebagaimana yang difirmankan dalam firmanNya:
قال الله تعالى: {يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلۡنَٰكَ خَلِيفَةٗ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱحۡكُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلۡهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ
عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ لَهُمۡ عَذَابٞ
شَدِيدُۢ بِمَا نَسُواْ يَوۡمَ ٱلۡحِسَابِ ٢٦} [ص: 26]
"Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin
jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan". QS Shaad: 26.
- Sibuk dengan pekerjaanya.
Tidak
diragukan lagi bahwa seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga maka ia
diperintahkan supaya mau bekerja dan mencari rizki yang halal untuk
keluarganya, baik bekerjanya itu dengan
cara berdagang atau yang lainnya, hal itu bertujuan guna mencukupi kebutuhan
hidup dirinya, keluarganya serta orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
Akan tetapi suatu
kesalahan yang sangat fatal apabila pekerjaan ini berubah atau berdagangnya
tersebut berubah menjadi sebab dari sebab-sebab kelengahan dirinya dari
mengingat Allah Ta'ala dan negeri akhirat. Sehingga pekerjaannya menjadi tujuan
utama yang menyibukan dirinya, lalai akan Allah Azza wa jalla.
Sedangkan
orang-orang yang beriman memiliki sifat, diantara sifat tersebut adalah
bahwasannya mereka tidak lalai dari Allah Subahanhu wa ta'ala dengan sebab
perdagangan dan pekerjaan. Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: {فِي
بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا
بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ ٣٦ رِجَالٞ لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ وَلَا بَيۡعٌ عَن
ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوۡمٗا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ
٣٧} [النور: 36، 37]
"Bertasbih
kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sholat, dan (dari) membayarkan zakat.
mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang". QS an-Nuur: 36-37.
- Permainan dan olah raga.
Ini
adalah salah satu penyebab terbesar dari lalainya seseorang oleh karena itu
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan agar tidak tenggelam
didalam permainan yang mana sudah ada pada zamannya, dan beliau jelaskan bahwa
hal tersebut adalah penyebab dari kelalaian.
Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi keduanya dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Barangsiapa yang tinggal dipegunungan maka (sikapnya)
menjadi keras (tidak paham sopan santun.pent), siapa yang mengikuti (sibuk)
dengan hewan buruan maka dia (akan) lalai, dan barangsiapa yang senang
mendatangi pintu penguasa (suka menjilat) maka dia akan terkena
fitnah". HR Abu Dawud no: 2859 di shahihkan oleh al-Albani.
Al-Hafidhz Ibnu
Hajar mengatakan: "Dalam hadits ada kemungkinan (maksudnya) adalah bagi
orang yang terbiasa (sehari-harinya) melakukan hal tersebut sehingga dia
tersibukkan dari perbuatan yang lain dari kewajiban dan amalan-amalan keagamaan
lainnya".[2]
- Ingin menghibur diri dan
gaya hidup yang mewah.
Pada zaman sekarang
gaya hidup yang mewah serta keinginan untuk selalu menyenangkan diri dapat
terwujud dengan banyaknya tempat-tempat untuk bertamasya dan berekreasi
yang kebanyakan dibuat dengan teknologi
yang modern dan canggih yang semua itu menjadikan manusia diatas kelalaian yang
besar.
Dan gaya hidup
mewah tersebut mencakup jalan-jalan keluar negeri, makan dilestoran yang mewah,
makan dengan segala macam jenis makanan yang ada, yang sekarang sudah menjadi
kebiasaan orang-orang mewah sehingga mereka habis waktunya hanya untuk sekedar
menghidangkan serta menikmatinya.
Lihatlah kepasar
serta supermarket bagaimana sibuknya manusia didalam mencari bahan untuk makan
sehari-hari, mereka datang untuk membeli kebutuhan bahan pokok yang diinginkan
tersebut.
- Lebih condong kedunia.
Tidak
diragukan lagi bahwa termasuk penyebab seseorang menjadi lalai adalah cintanya
ia kepada dunia dan condongnya hati kepada dunia, dikarenakan hal itu akan
mengantarkan seseorang untuk melupakan introspeksi diri, enggan untuk
mengoreksi apa yang semua telah dilakukan, menjadikan seseorang panjang
angan-angannya mengharap kesenangan dan kemewahan yang terus menerus dan
menjadikan enggan untuk bertaubat.
Kalau sekiranya ia
keluarkan dalam hatinya kecintaan kepada dunia tidaklah mungkin ia akan lalai
dari Allah Ta'ala dan kampung akhirat, dan
ia akan mengetahui bahwa dunia adalah tempat persinggahan bukan tempat
untuk tinggal yang kekal, semuanya bisa didapat ketika dia mau melepas semua
syahwatnya dan kemewahan hidup.
- Bergaul dengan orang-orang yang lalai.
Bergaul dengan
orang-orang yang lalai adalah termasuk sebab terbesar menjadikan seseorang ikut
menjadi lalai, hal itu sebagaimana yang Allah Ta'ala firmankan dalam al-Qur'an:
قال الله تعالى: {وَٱصۡبِرۡ نَفۡسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَوٰةِ
وَٱلۡعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجۡهَهُۥۖ وَلَا تَعۡدُ عَيۡنَاكَ عَنۡهُمۡ تُرِيدُ زِينَةَ
ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ
هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطٗا ٢٨} [الكهف: 28]
"Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas". QS al-Kahfi: 28.
Allah Ta'ala juga
berfirman:
قال الله تعالى: {وَلَا
تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ نَسُواْ ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمۡ أَنفُسَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ
ٱلۡفَٰسِقُونَ ١٩} [الحشر: 19]
"Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang
fasik". QS al-Hasyr: 19.
- Terlalu banyak mengerjakan hal-hal yang mubah.
Kelalaian
bisa terjadi dengan terlalu banyak mengerjakan dan menyibukan dengan hal-hal
yang mubah karena hal tersebut akan menjadikan hati menjadi keras.
Dan perhatikanlah
keadaan manusia pada zaman sekarang, maka akan engkau dapati bahwa kebanyakan
yang menjadi kesungguhan mereka adalah pada hal-hal yang mubah yang semua itu
akan menjadikan mereka lalai dari Allah Azza wa jalla dan negeri akhirat.
Semoga kita menjaukan dari sifat sifat yang melalaikan, yang tercela, meninggalkan sesuatu karena menyepelekan masalah sederhana atau karena menolaknya karena tidak sesuai dengan selera sebagaimana
poin yang diuraikan diatas.